Sinkronisasi Peraturan, Kemendikbud Selenggarakan Diskusi Program Legislasi 25 Maret 2016 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion Program Legislasi Kemendikbud tahun 2016 di Jakarta (24/3/2016). Kegiatan yang diselenggarakan selama satu hari ini bertujuan untuk mengevaluasi peraturan-peraturan di lingkungan pendidikan dan kebudayaan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan berharap peserta diskusi menyadari besarnya tanggung jawab dalam pembentukan ekosistem pendidikan dan kebudayaan.
"Legislasi adalah kewenangan khas kementerian yang membedakan dengan elemen lain dalam ekosistem pendidikan kita,” katanya saat memberikan pengarahan sekaligus membuka kegiatan diskusi di Jakarta, (24/3/2016).
Salah satu latar belakang diselenggarakannya diskusi program legislasi adalah masih adanya ketidaksinkronan aturan yang menyebabkan aturan tersebut justru menjerat si pembuat peraturan. Hal ini menjadi salah satu perhatian akan perlunya pemahaman tentang apa yang perlu diatur dan mengenai aturan itu sendiri. Dalam diskusi ini juga dibahas apakah peraturan yang lama perlu direvisi, disesuaikan, atau dibatalkan.
“Kita secara serius menempatkan tujuan, bahwa kita ingin membentuk ekosistem pendidikan dan kebudayaan, dan aturan mempunyai efek yang besar sekali dalam proses pembentukannya,” ujar Mendikbud.
Ia mengatakan, banyaknya peraturan yang masih tidak sinkron atau bahkan saling berseberangan diharapkan bisa sesuai satu sama lain. Menurutnya ada beberapa cara untuk memperbaiki peraturan-peraturan tersebut.
“Salah satunya adalah dengan membuat arus utama baru, yaitu visi. Lalu kita pastikan peraturan yang baru sesuai dengan visi tersebut. Atau dengan melihat satu-satu kemudian disamakan, mana yang harus dianulir mana yang harus disamakan,” tuturnya.
Ia juga berpesan agar arus utama yang dibuat nanti bisa untuk membangun ekosistem pendidikan dan kebudayaan. Sehingga peraturan-peraturan nanti bisa memberikan ruang kepada pemerintah dan masyrakat untuk berkiprah di dalam aktivitas pendidikan dan kebudayaan.
Mendikbud berharap para peserta bisa menjadi arsitek pendidikan dan kebudayaan. Peran arsitek tersebut adalah untuk merancang perilaku pendidikan dan kebudayaan. "Jadi yang perlu diingat adalah bahwa diskusi tersebut tidak untuk membuat peraturan. Kita bukan membuat peraturan, kita sedang membentuk perilaku,” ujarnya. (Aji Shahwin/Desliana Maulipaksi)
"Legislasi adalah kewenangan khas kementerian yang membedakan dengan elemen lain dalam ekosistem pendidikan kita,” katanya saat memberikan pengarahan sekaligus membuka kegiatan diskusi di Jakarta, (24/3/2016).
Salah satu latar belakang diselenggarakannya diskusi program legislasi adalah masih adanya ketidaksinkronan aturan yang menyebabkan aturan tersebut justru menjerat si pembuat peraturan. Hal ini menjadi salah satu perhatian akan perlunya pemahaman tentang apa yang perlu diatur dan mengenai aturan itu sendiri. Dalam diskusi ini juga dibahas apakah peraturan yang lama perlu direvisi, disesuaikan, atau dibatalkan.
“Kita secara serius menempatkan tujuan, bahwa kita ingin membentuk ekosistem pendidikan dan kebudayaan, dan aturan mempunyai efek yang besar sekali dalam proses pembentukannya,” ujar Mendikbud.
Ia mengatakan, banyaknya peraturan yang masih tidak sinkron atau bahkan saling berseberangan diharapkan bisa sesuai satu sama lain. Menurutnya ada beberapa cara untuk memperbaiki peraturan-peraturan tersebut.
“Salah satunya adalah dengan membuat arus utama baru, yaitu visi. Lalu kita pastikan peraturan yang baru sesuai dengan visi tersebut. Atau dengan melihat satu-satu kemudian disamakan, mana yang harus dianulir mana yang harus disamakan,” tuturnya.
Ia juga berpesan agar arus utama yang dibuat nanti bisa untuk membangun ekosistem pendidikan dan kebudayaan. Sehingga peraturan-peraturan nanti bisa memberikan ruang kepada pemerintah dan masyrakat untuk berkiprah di dalam aktivitas pendidikan dan kebudayaan.
Mendikbud berharap para peserta bisa menjadi arsitek pendidikan dan kebudayaan. Peran arsitek tersebut adalah untuk merancang perilaku pendidikan dan kebudayaan. "Jadi yang perlu diingat adalah bahwa diskusi tersebut tidak untuk membuat peraturan. Kita bukan membuat peraturan, kita sedang membentuk perilaku,” ujarnya. (Aji Shahwin/Desliana Maulipaksi)
Sumber :
Penulis : Desliana Maulipaksi
Editor :
Dilihat 2454 kali
Editor :
Dilihat 2454 kali