Mendikbud: Orang Tua Perlu Sadari Potensi Manfaat dan Risiko Video Game 28 Februari 2015 ← Back
Bandung, Kemendikbud --- Dalam Seminar Pendidikan Karakter di Bandung hari ini, Sabtu (21/02/2015), Mendikbud Anies Baswedan menyinggung tentang maraknya berita kekerasan oleh dan terhadap anak akhir-akhir ini. Anies juga menyinggung tentang berita pembegalan yang marak dan ternyata banyak dilakukan remaja di bawah umur sebagai salah satu contoh berita kekerasan yang banyak dibicarakan.
“Ada berbagai kemungkinan faktor penyebab kecenderungan kekerasan oleh anak yang perlu diteliti besar pengaruhnya. Kita perlu melihat secara utuh faktor-faktor yang ada di sekolah, keluarga dan masyarakat,” ujar Mendikbud. Dalam seminar itu, ia memberi contoh tentang kerentanan anak dalam masa perkembangan dalam membedakan yang maya dan nyata, serta sinetron dan video game bagi dewasa sebagai contoh kemungkinan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan anak-anak.
Saat ditemui sesudah acara, Mendikbud Anies memberi penjelasan lebih lengkap terkait permasalahan video game dan kekerasan. Ia mengatakan, “Ada banyak riset tentang video game, ada yang mengaitkan video game dengan kecenderungan tindakan kekerasan, ada pula yang menyatakan tidak keterkaitan signifikan. Riset-riset ini tidak benar-benar konklusif dan sering bersifat kondisional. Artinya, video game yang berbeda dapat memberikan dampak positif atau negatif berbeda pada anak yang berbeda dan tergantung pula pada porsi dan cara penggunaannya.”
Mendikbud juga menjelaskan video game yang tepat dapat memberikan dampak positif pada anak, bahkan dapat dirancang khusus sebagai media pembelajaran. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa tidak semua video game cocok untuk dimainkan oleh anak semua umur.
Ia mengatakan, “Anak-anak dalam masa perkembangan memiliki pemahaman yang berbeda tentang situasi yang dihadapi dibanding orang dewasa. Mereka kadang kesulitan membedakan antara yang maya dan nyata, serta belum memahami secara utuh batasan-batasan benar-salah, boleh-tidak boleh, menyakiti-tidak, dan terutama dampak tindakannya jauh ke depan."
Ia juga kemudian mengingatkan bahwa atas alasan-alasan inilah video game pun memiliki sistem rating yang memberi peringatan pembelinya tentang kecocokan konten untuk dimainkan anak usia tertentu. Di Amerika, misalnya, terdapat sistem Entertainment Software Rating Board.
Dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating, yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk semua umur), Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending. Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore, Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature 17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”. Lebih jauh tentang ESRB sebagai salah satu sistem rating untuk video game dapat dilihat di http://www.esrb.org/ratings/ratings_guide.jsp.
Mendikbud menjelaskan bahwa permasalahan video game di Indonesia adalah peredarannya yang masif dan begitu mudah diakses oleh anak dan remaja yang memainkannya tanpa memperhatikan kategori rating. Mayoritas orangtua pun asing dengan berbagai model video game dan tidak menyadari bahwa tidak semua video game cocok untuk anak semua umur, sehingga terlewat mengawasi anak-anaknya dalam memilih dan bermain video game.
Ia berharap orangtua menyadari tentang pengkategorian video game ini, serta membimbing anak-anaknya memilih video game yang cocok bagi mereka dan menghibur tanpa berisiko memberikan dampak buruk, serta mengawal porsi anak-anak bermain video game, juga dalam memanfaatkannya sebagai salah satu media pembelajaran. Anies juga mendorong para pecinta game yang telah memahami sistem rating dalam game untuk membantu menyebarkannya kepada para orangtua dan guru.
Terkait dengan kekerasan di lingkungan anak dan pelajar, Mendikbud mengatakan perlu diadakan diskusi bersama dan serius oleh pakar dan praktisi pendidikan serta orangtua dan anak, untuk menemukan akar masalah dan cara-cara pencegahan dan penanganannya. Berbagai praktek baik yang ada perlu dikumpulkan, dikurasi dan disebarkan kepada orangtua/wali agar memiliki alat-alat yang handal dalam membimbing proses pembelajaran anak-anaknya. Kemdikbud akan fasilitasi diskusi ini dalam beberapa waktu ke depan.
Sumber :
Editor :
Dilihat 1411 kali