Komisi I RNPK 2015 Sediakan Materi Pendidikan Orangtua, Tingkatkan Mutu PAUD   31 Maret 2015  ← Back

Depok, Kemendikbud—Strategi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menguatkan pelaku pendidikan yang dicanangkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan antara lain memfasilitasi orangtua agar lebih terlibat dalam pendidikan anak-anaknya, mengemuka dalam sidang Komisi I Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RPNK) 2015, yang berlangsung di Bojongsari, Depok 29-31 Maret 2015.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal (Plt Dirjen PAUDNI) Taufik Hanafi didampingi Ella Yulaelawati memimpin siding pada Komisi  I yang membahas Kebijakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat. Usulan yang muncul antara lain perlu adanya materi-materi yang mudah diakses orang tua, mudah dibaca mengenai pendidikan orangtua. “Perlu ada website yang menarik, e-book dan materi-materi yang ramah untuk gadget,” ujar salah seorang perwakilan dari Asosiasi Sekolah Swasta Indonesia.

PAUD merupakan pendidikan yang sangat mendasar yang sangat menentukan bagi perkembangan anak hingga masa dewasanya.  Adapun perkembangan layanan PAUD dalam 10 tahun terakhir terlihat dengan tingkat pertumbuhan lembaga atau satuan PAUD yaitu sekitar 10.000/tahun. Sehingga, saat ini tercatat sebanyak 188.647 lembaga PAUD melayani sebanyak 12.224.971 anak usia 3-6 tahun. Namun, terdapat layanan program PAUD yang belum memenuhi standar, atau bermutu rendah. Sehingga, kebijakan terhadap PAUD pun lebih diarahkan pada peningkatan mutu penyelenggaraan PAUD yang diikuti dengan perluasan akses PAUD agar dapat menjangkau semua desa, dan anak.

Pada perhelatan RNPK 2015, layanan pendidikan PAUD mendapat posisi dalam Komisi I dengan tema Kebijakan Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Sebanyak enam poin yang dibahas dalam komisi ini, yaitu: (1) Bagaimana menjamin penyelenggaraan PAUD Bermutu?; (2) Bagaimana meningkatkan akses dan mutu Pendidikan Kesetaraan?; (3) Bagaimana meningkatkan akses, mutu dan relevansi kursus dan pelatihan?; (4) Bagaimana memperkuat kelembagaan satuan PAUD-Dikmas?; (5) Bagaimana memperkuat peran keluarga sebagai pendidik utama dan pertama?; (6) Bagaimana memperjelas pembagian kewenangan pusat, daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan PAUD-Dikmas?

Peserta yang tergolong dalam Komisi I mendapatkan daftar isian sebanyak delapan pertanyaan, yaitu: (1) Belum tersedia informasi/peta akurat tentang Penyelenggaraan PAUD Berkualitas; (2)Perlunya ada kesepakatan tentang Standar Pelayanan Minimum PAUD; (3) Peningkatan Kualitas Pendidikan Keaksaraan; (4) Peran Pendidikan Kesetaraan dan dalam Mendukung PIP dan dalam Peningkatan Kualitas Wajar 12 Tahun; (5) Peran Kursus dan Pelatihan dalam Mendukung Program Indonesia Pintar dan Peningkatan Kualitas SDM; (6) Peran Direktorat Pembinaan Penddikan Keluarga dalam menggerakkan orang tua dan menguatkan kapasitas aktor/pegiat pendidikan keorangtuanan/parenting; (7) Perlunya Penataan Kelambagaan/Satuan Pendidikan PAUD dan Dikmas; (8) Pembagian Kewenangan dan Kewajiban Kemendikbud, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

UU no 20 tahun 2003 pasal 16 ayat (6) Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sehingga, satuan pendidikan penyelenggara program kesetaraan wajib dilakukan evaluasi kelayakan yang mengacu pada: legalitas, fasilitas, pendidik dan tenaga kependidikan, pendanaan dan kesiapan perangkat program pembelajaran. Kebijakan terhadap pendidikan kesetaraan mencakup (1) Data warga belajar harus disampaikan ke Pusat untuk dimintakan nomor induk warga belajar nasional/ NISN (kerja sama dengan Balitbangdikbud) data ini menyangkut : nama, L/P, nama,L/P, umur, pendidikan terakhir, alamat, kelas, dan pekerjaan dan dimasukkan dalam portal warga belajar kesetaraan; (2) Diupayakan agar setiap satuan pendidikan penyelenggara program kesetaraan dibina untuk mencapai SNP dan dapat diakreditasi BAN PNF; (3) Diupayakan pembinaan secara berkelanjutan (pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan, bahan ajar, fasilitas pembelajaran, dll) untuk meningkatkan kualitas program kesetaraan; (4) Perlunya dilakukan sangsi bagi satuan pendidikan yang melakukan kecurangan, manipulasi, kecurangan dan atau penyelewengan pelaksanaan program kesetaraan sesuai peraturan yang berlaku.

Sehingga, topik bahasan yang diambil pada Komisi I terhadap Pendidikan Masyarakt terdiri atas dua pembahasan. Pertama, Uji Kompetensi/Sertifikasi Peserta Didik Kursus dan Pelatihan. Pokok-pokok pembahasan mencakup (1) Dasar hukum; (2) Kelembagaan uji kompetensi; (3) Sistem dan mekanisme penyelenggaraan uji kompetensi; (4) Peran Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota; (5) Pengakuan hasil uji kompetensi di tingkat nasional dan internasional; 6. Saran-saran/masukan.

Kedua, Penataan Perizinan Lembaga Kursus dan Pelatihan. Pembahasannya, (1) Dasar hukum (Permendikbud 81/2013 vs Perbub yang menyatakan ijin oleh pelayanan terpadu); (2) Peran Kabupaten/Kota dan Provinsi dalam proses perizinan; (3) Kriteria dan persyaratan administratif; (4) Izin lembaga asing, baik dengan modal asing maupun modal dalam negeri.***


Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 931 kali