Mendikbud: Jangan Targetkan Anak Usia Dini dengan Pendidikan yang Rumit 29 Mei 2015 ← Back
Yogyakarta, Kemendikbud --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan mengaku terhenyak saat berjalan-jalan di toko buku menemukan ada kartu baca untuk bayi delapan bulan. Pernah juga ia melihat buku seputar persiapan tes masuk TK (Taman Kanak-kanak) yang dijual di toko buku tersebut. “Anak TK masuk dengan tes?” tanya Mendikbud dalam Seminar Nasional Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Yogyakarta, Kamis (28/5).
Di hadapan lebih dari 6.300 pendidik PAUD dari 19 provinsi di Indonesia, Mendikbud mengungkapkan, banyaknya buku semacam itu membuat orang tua merasa takut anaknya akan tertinggal, bahkan terbelakang, jika tidak diberikan materi pendidikan sebanyak mungkin di usia dini. “Jangan sampai anak-anak kita dibekali dengan target-target pendidikan yang rumit. Tugas kita adalah menyadarkan bahwa ini adalah masa mereka meneruskan karakter pembelajar. Memberikan mereka kesempatan untuk bermain,” tutur Mendikbud.
Dalam buku yang pernah ditulis Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, disebutkan bahwa bermain adalah tuntutan jiwa anak untuk menuju arah kemajuan hidup jasmani maupun rohani. Mendikbud menambahkan, di Taman Kanak-kanak itulah harus dipastikan kurikulum yang diterapkan membuat proses belajar semakin menyenangkan bagi semua anak usia dini.
“Karenanya kita harus jauhkan anak dari apa yang disebutkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah dasar-dasar pendidikan kolonial, yaitu perintah dan hukuman. Gaya pendidikan semacam itu justru akan mengoyak batin anak, rusak budi pekertinya, karena selalu di bawah paksaan dan hukuman yang sering kali tidak setimpal dengan kesalahan yang dilakukan,” ungkapnya membacakan apa yang pernah ditulis Ki Hajar Dewantara.
Sebaliknya, lanjut Mendikbud mengutip tulisan Ki Hajar, mendidik anak seharusnya dengan ketertiban dan tata tentram yang mampu menjaga kelangsungan batin anak. Tetapi anak juga tidak boleh dibiarkan terlalu bebas. Hal yang perlu dilakukan adalah tetap mengamati dan membimbing anak sehingga tumbuh sesuai kondratnya sendiri.
“Sudahkah kita sebagai pendidik, orang tua, dan masyarakat menyadari konsep Bapak Pendidikan ini? Bukankah kita ingin agar anak-anak kita tumbuh besar sesuai zamannya, bukan tumbuh besar sekadar membuat kita yang mendidik merasa puas. Puas hari ini belum tentu baik di masa depan,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X yang juga hadir membuka kegiatan seminar nasional tersebut mengatakan, persepsi tentang PAUD seharusnya diluruskan. Harus disadari PAUD bukan untuk mendinikan sekolah dengan mengajarkan hal-hal yang belum saatnya. PAUD semestinya disesuaikan dengan tahap perkembangan dan potensi anak dan diajarkan melalui cara bermain agar tidak merampas hak anak.
“PAUD di Indonesia memiliki keunikan yang disebut holistik dan integratif. Harapan saya agar PAUD bisa melakukan assessment bakat dan minat peserta didik, agar anak bisa diarahkan sesuai potensinya,” ujarnya. (Ratih Anbarini)
Sumber :
Editor :
Dilihat 1032 kali