Seminar LKS SMK 2015: Perlunya Sekolah Kejuruan Kembangkan Teaching Factory  10 Juni 2015  ← Back

Tangerang, Kemendikbud --- Sebagai sekolah yang menyiapkan peserta didiknya memiliki kompetensi untuk bekerja pada bidang keahlian tertentu, maka keberadaan teaching factory (TEFA) menjadi sangat penting. Keberadaan TEFA diharapkan mampu meningkatkan kompetensi siswa, sehingga benar-benar siap saat terjun di dunia kerja.

Demikian disampaikan Guru Besar dari Universitas Negeri Yogyakarta, Sunarto dalam seminar nasional dalam rangka kegiatan Lomba Kompetensi Siswa (LKS) SMK 2015, Rabu (10/6) di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Tangerang, Banten. “Teaching factory merupakan satu program kegiatan di sekolah yang mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi akademik, sebagai tempat latihan siswa, dan fungsi income generating yang bisa menghasilkan uang untuk pembiayaan praktek,” ujarnya di hadapan peserta seminar yang merupakan guru-guru SMK dari seluruh Indonesia.    

Sunarto mengutip teori pendidikan kejuruan yang dikemukakan oleh Bapak Pendidikan Kejuruan, Charles A. Prosser. Ia mengatakan, pendidikan kejuruan dapat berhasil apabila siswa diperkenalkan dengan situasi nyata dan alat atau mesin yang sama dengan yang digunakan di dunia industri, tempat siswa lulusan SMK kelak akan bekerja. “Ini mengandung makna, siswa harus dilatih dan dihadapkan pada situasi nyata di industri, tempat di mana nantinya dia akan bekerja,” ungkap Sunarto.

Teori lainnya adalah pendidikan kejuruan dapat berhasil apabila siswanya memiliki budaya kerja. Artinya, siswa akan kompeten di bidang keahlian tertentu jika ia terus berlatih secara rutin, bukan hanya satu atau dua kali. “Ia memiliki disiplin, sehingga diharapkan nantinya memiliki budaya kerja yang baik,” tambahnya.

Teori berikutnya yang Sunarto kemukakan adalah pendidikan kejuruan dapat berhasil jika diajar oleh guru dengan kompetensi memadai yang memiliki pengalaman nyata dan berhasil di bidangnya. Itu berarti, guru sekolah kejuruan harus memiliki pengalaman industri. Pengalaman itu, tambah Sunarto, bisa jadi diperoleh karena gurunya juga sebagai karyawan perusahaan tertentu, atau pernah melakukan praktek industri. “Atau bisa jadi guru itu merupakan mantan karyawan yang telah pensiun dari perusahaan tertentu, kemudian menjadi guru,” tuturnya.

Sunarto menyebut, teori lain yang dikemukakan Prosser adalah pendidikan kejuruan harus didukung dengan alat, fasilitas, dan biaya yang memadai. Apabila sekolah kejuruan tidak mampu membiayai dengan dana minimum sebaiknya jangan mendirikan sekolah kejuruan.

Sementara itu, Konsultan SMK Rujukan di Direktorat Pembinaan SMK Kemendikbud, Ni Wayan Suwithi, yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut mengatakan, konsep TEFA dilakukan karena pembelajaran keterampilan murni yang biasa saja tidak cukup. Selain itu dengan TEFA, siswa dan guru mendapat pengalaman langsung menggandengkan berbagai komponen kompetensi dalam satu ikatan. TEFA juga memberikan pengalaman serta pembelajaran berbasis tim yang melibatkan siswa, guru, dan partisipan industri. “Tentu ini memperkaya proses pendidikan dan memberikan manfaat yang nyata bagi berbagai pihak,” tuturnya.

“TEFA bermanfaat untuk memberikan pengalaman bagi guru dan siswa dengan produk dan jasa sesuai standar industri, peralatan sesuai standar industri, dan pelayanan sesuai standar industri, sehingga dapat mengakselerasi kompetensi guru dan siswa dengan lebih baik,” kata Wayan. (Ratih Anbarini)


Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 1288 kali