Permainan Tradisional Meriahkan Museum Rangga Warsita Semarang  08 Agustus 2015  ← Back

Semarang, Kemendikbud --- Suasana Sabtu pagi (8/8/2015) di Museum Rangga Warsita, Semarang, Jawa Tengah, tampak ramai di salah satu pendoponya. Tampak puluhan anak-anak SD berseragam sekolah berteriak dan bergembira mengikuti permainan tradisional asal Jawa Barat, Sasalimpetan. Selain itu, mereka juga menikmati permainan tradisional lain seperti bedil leunca dan bedil karet, serta workshop membuat wayang bambu di Museum Rangga Warsita.
 
Sasalimpetan merupakan permainan tradisional dari Jawa Barat. Sasalimpetan adalah kata kerja mengenai diri yang artinya menyusup di antara dua benda atau dua barang. Dalam permainan ini, anak-anak (minimal berjumlah lima orang) bergandeng tangan dengan berjajar satu shaf, lalu satu persatu dirinya menyusup atau meloloskan badannya di celah antara dirinya dengan teman sebelahnya, diikuti temannya lagi dan seterusnya. Kelompok yang berhasil lebih dulu menyelesaikan rangkaian semua anggotanya keluar dari celah temannya masing-masing itu keluar sebagai pemenang. 
 
Puluhan anak SD dari berbagai sekolah di Kota Semarang itu tampak menikmati permainan yang diarahkan oleh mentor-mentor dari Komunitas Hong, sebuah komunitas permainan tradisional dari Bandung, Jawa Barat. Tidak hanya anak-anak, bahkan para guru pendamping pun ikut serta bermain Sasalimpetan. 
 
Selain bermain Sasalimpetan, anak-anak juga tampak bergembira bermain permainan tradisional lainnya yang menggunakan alat, seperti bedil leunca dan bedil karet. Sesuai namanya, permainan bedil ini memainkan bedil (senjata tembak) yang terbuat dari bambu. Bedil leunca menggunakan buah leunca sebagai peluru, sedangkan bedil karet menggunakan karet gelang untuk pelurunya. 
 
Vava, siswa kelas IV SD Kalibanteng Kidul 01 mengaku sangat senang bermain bedil leunca. Berulang kali ia memainkannya berusaha menembak sasaran berupa bola plastik di depannya. Sebelum mengikuti kegiatan di Museum Rangga Warsita, Vava belum pernah memainkan bedil leunca. Ia juga mengaku lebih menyukai permainan seperti ini daripada bermain game menggunakan gadget. Ditanya mengenai permainan tradisional yang kerap dimainkannya di rumah atau sekolah, ia menjawab dengan lantang, "Dingklik oglak aglik," ujarnya. 
 
Permainan tradisional yang dimaksud Vava adalah permainan di mana setiap peserta bergandengan saling bertolak belakang (minimal tiga orang), lalu masing-masing mengangkat salah satu kakinya ke arah dalam lingkaran, kemudian masing-masing kaki saling dikaitkan untuk membentuk suatu posisi yang kokoh sehingga tidak akan mudah jatuh. Tahap terakhir, tangan yang saling bergandengan dilepaskan, lalu kedua tangan bertepuk tangan. Para pemain melonjak-lonjak sambil bertepuk menyanyikan lagu daerah. 
 
Keseruan bermain permainan tradisional juga dirasakan Dinda, siswi kelas VI SD Kalibanteng Kidul 03. "Lebih suka kaya' gini. Mengasyikkan. Seru," ujarnya penuh semangat usai menyelesaikan pembuatan wayang bambunya. 
 
Hal senada juga diungkapkan Sulis Suryanto, guru SD Kalibanteng Kidul 03 yang juga mengikuti kegiatan workshop permainan tradisional di Museum Rangga Warsita. "Saya sangat mendukung kegiatan seperti ini. Karena selama ini kegiatan belajar lebih fokus pada materi. Kalau ini (permainan tradisional), anak praktik. Anak mengenal permainan asli Indonesia. Selama ini mereka dibanjiri permainan di HP atau permainan modern lain," katanya. 
 
Sementara Indra, salah satu mentor permainan tradisional dari Komunitaa Hong mengatakan, permainan menggunakan gadget cenderung membuat anak asyik dengan dunianya sendiri, dan hanya bermain untuk fokus pada target naik level permainan. "Kesenangannya beda dengan permainan tradisional yang bisa dimainkan ramai-ramai dengan teman-temannya," tuturnya.
 
Workshop permainan tradisional di Museum Rangga Warsita merupakan salah satu kegiatan dari rangkaian acara Pekan Budaya Indonesia 2015 di Semarang, Jawa Tengah. Selain di museum ini, workshop permainan tradisional juga berlangsung di Lawang Sewu dan Lapangan Simpang Lima. (Desliana Maulipaksi)

Sumber :

 


Penulis :
Editor :
Dilihat 4180 kali