Ajak Siswa Tuna Rungu Perkaya Kosa Kata dengan Permainan Engklek 24 November 2015 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Selama 19 tahun mengajar siswa tuna rungu, Niken Wahyuni, guru kelas 1 Sekolah Luar Biasa (SLB) B-C YPCM Boyolali, Jawa Tengah paham betul bahwa kosa kata yang terbatas menjadi hambatan bagi mereka untuk berkembang. Untuk itu ia ciptakan terus inovasi dalam pembelajaran kosa kata, sehingga menambah pembendaharaan kata yang dimiliki siswanya.
“Anak tuna rungu miskin sekali kota kata,” tutur Niken saat melayani wawancara dengan kemdikbud.go.id di kawasan Istora Senayan, Jakarta di sela-sela kegiatan Simposium Guru dan Tenaga Kependidikan 2015, Senin (23/11).
Inovasi pembelajaran yang ia ciptakan terinspirasi dari permainan tradisional engklek. Niken modifikasi sedikit permainan itu. Permainan engklek yang biasanya dilakukan dengan menggambar kotak-kotak di tanah atau lantai, dimodifikasi dengan menggunakan lembar karpet karet tipis berukuran 40 x 40 cm yang digambar kotak-kotak. Tujuannya agar permainan ini dapat dilakukan di mana saja, cukup dengan membentangkan karpet itu.
“Pada setiap kotak engklek itu, saya letakkan 10 kartu bergambar sama. Permainan dimulai dengan hompimpa untuk menentukan siapa yang jalan terlebih dahulu. Lalu setelah melempar gacuk (pecahan genting) ke salah satu kotak, anak melompati semua kotak yang ada kecuali kotak dengan gacuk tadi. Saat kembali, anak mengambil gacuk dan kartu gambar. Sampai di tepi, mereka diminta menyebutkan gambar yang dilihatnya dan kata yang berhubungan dengan gambar itu. Jika dapat menjawabnya, anak lanjut bermain. Jika tidak, gantian temannya yang bermain,” jelas Niken.
Dengan permainan itu, Niken mengaku, anak-anak yang dididiknya dapat menghafal kosa kata lebih mudah dan menyenangkan dibanding dengan cara biasa. Kosa kata anak juga bertambah, karena dari satu satu gambar, misalnya aktivitas makan, dapat diikuti dengan kosa kata lain yang berhubungan, seperti sendok, piring, garpu, nasi, dan lain-lain.
Inovasinya itu ia ikutkan dalam Pemilihan Guru dan Tenaga Kependidikan Berprestasi dan Berdedikasi tingkat Nasional 2015. Dalam kompetisi itu ia mempresentasikan permainan pembelajaran yang ia kembangkan berjudul “Gaplek untuk Meningkatkan Penguasaan Kosa Kata Siswa Kelas 1 Tuna Rungu di SLB B-C YPCM Boyolali, Jawa Tengah”. Gaplek, kata Niken, merupakan akronim dari kartu gambar dalam permainan engklek. Dengan karya inovatif itu ia terpilih sebagai Peringkat 1 Guru Pendidikan Khusus Berdedikasi tingkat Nasional 2015 yang diumumkan pada Sabtu (21/11) di Plasa Insan Berprestasi, Gedung Ki Hajar Dewantara, Kemendikbud, Jakarta.
Lebih lanjut Niken menuturkan, agar lebih menarik, kotak-kotak engklek ini diberi warna-warna mencolok agar menarik perhatian siswa. Kartu bergambar yang diunduh dari internet juga dibuat berwarna. Ia menyebut, biaya yang dikeluarkan untuk membuat satu set permainan ini hanya menghabiskan Rp 80.000.
Ia juga mengungkapkan, permainan ini sangat mendukung pembelajaran Kurikulum 2013. Keaktifan siswa yang mengamati, menanya, dan mengomunikasikan dapat terlihat melalui permainan ini. Daya kreativitas anak juga tinggi. “Siswa jadi lebih aktif dibandingkan hanya mendengarkan guru di depan kelas,” katanya.
Niken mengaku, hal paling membanggakan menjadi guru yang mendidik anak-anak berkebutuhan khusus adalah ketika anak mampu berkomunikasi dengan orang normal. “Alhamdulillah, anak didik saya yang sekarang di kelas 7 sudah dapat berkomunikasi lancar dengan orang normal. Rasanya bangga dan senang sekali,” imbuh guru berkaca mata ini. (Ratih Anbarini)
Sumber :
Penulis :
Editor :
Dilihat 2902 kali
Editor :
Dilihat 2902 kali