Mendikbud Optimis Terhadap Kebijakan DNI 100 Persen untuk Industri Film 04 Maret 2016 ← Back
Jakarta, Kemendikbud (3/3/2016) --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan optimis akan perkembangan perfilman di Indonesia, paska penetapan kebijakan komposisi saham penanaman modal asing (PMA) dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) terhadap industri perfilman. Optimisme tersebut disampaikannya saat Dialog Perfilman bertema “Investasi Perfilman”, hari Kamis (3/3/2016), di Plaza Inssan Berprestasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta.
“Itu sudah diputuskan bahwa DNI sudah terbuka. Sekarang, bagaimana caranya seperti pengalaman di Vietnam itu terbuka bisa tumbuh sebesar 200 persen, Cina juga tumbuh luar biasa,” ujarnya. Menurut Menteri Anies, masukan dari pihak perfilman perlu untuk menciptakan ekosistem perfilman yang sehat di Indonesia. “Disini, pelaku perfilman memberikan masukan bagaimana menciptakan ekosistem perfilman yang sehat di Indonesia karena pada akhirnya kita mengukur interaksi para pelaku di aspek produksi, distribusi, dan eksibisi,” ujar Mendikbud Anies. Sehingga, dia melanjutkan, dari ketiga aspek itu para pelaku perfilman dapat berdiskusi secara terbuka apa permasalahannya, dan apa terobosan yang harus dilakukan dan dari pemerintah akan bisa melakukan selanjutnya.
Sebanyak 10 panelis yang tergabung di dalam diskusi, yaitu Anang Hermansyah selaku anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Sheila Timothy, Jhony Safrudin, Oddy Mulia, Rudi Anitio, Slamet Rahardjo, Manoj Punjabi, Dian Sunardi, Sys NS, dan Nafin. Sedangkan, diskusi melibatkan 45 orang, yang terdiri atas sineas, praktisi film, pejabat di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Vietnam, DNI dibuka, maka tumbuh sebesar 200 persen selama lima tahun. Jadi, kita harus belajar dari Cina, India, dan Vietnam. Sehingga, pertanyaannya, apa yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan kesempatan ini, dan bisa belajar supaya tidak mengulangi kesalahan mereka,” tutupnya.
DNI 100 persen
Pengelolaan film di Indonesia berada pada kedudukan yang strategis, yaitu di tengah upaya membangun bangsa, yaitu menjadi sarana transmisi nilai dan norma, media pendidikan dan pencerahan, media penyebaran gagasan dan pemikiran, media yang merekam sejarah, media tempat merayakan keragaman budaya, media tempat masyarakat berkaca, media tempat para seniman melahirkan kritik sosial, juga media yang menjadi sarana bagi masyarakat berdialog tentang persoalan-persoalan mereka. Film bukan hanya media hiburan semata, meskipun unsur hiburan acap melekat di dalamnya.
Beberapa waktu lalu, tepatnya 10 Februari 2016, Sidang Kabinet Paripurna memutuskan untuk merevisi DNI yang berkaitan dengan industri perfilman dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat Pengembangan Perfilman. Terdapat bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI 100% yang boleh dimiliki pemodal asing, diantaranya industri perfilman, industri karet kering (crumb rubber), gudang berpendingin, restoran, bar, kafe, usaha rekreasi, seni, hiburan, gelanggang olahraga. DNI merupakan salah satu kelengkapan ketentuan-ketentuan standar yang menjadi pedoman pelaksanaan kebijakan penanaman modal. Penyusunan DNI berdasarkan asas dan tujuan kebijakan penanaman modal, kebijakan dasar penanaman modal, dasar pertimbangan kriteria bidang usaha yang tertutup dan terbuka, serta persyaratan bidang usaha yang terbuka.
Hasil rekomendasi diskusi
Berdasarkan hasil diskusi, panelis merekomendasikan hal-hal untuk peningkatan perfilman dengan kebijakan sebesar 100 persen untuk komposisi kepemilikan modal asing di industri film. Pertama, perlu adanya rekomendasi alternatif cara untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan modal bagi para pelaku usaha produksi film nasional. Pada saat ini, bank umum di Indonesia belum bisa untuk memberikan pinjaman pembiayaan kepada perusahaan produksi film. Sehingga, industri film nasional masih didanai hanya dengan permodalan oleh sektor swasta saja. Hal ini membuat produksi film nasional tidak dapat dilakukan secara maksimal. Adanya peran pemerintah dengan memberikan jaminan pinjaman atau bahkan program pinjaman akan sangat membantu.
Kedua, terdapat masukan bagi sektor usaha film nasional untuk menjadi sub-kontraktor atau outsourcing dari produksi film luar negeri. Kegiatan produksi film luar negeri di Indonesia berarti akan menciptakan pemasukan devisa untuk negara. Ketiga, rekomendasi kami adalah untuk Pemerintah berperan untuk membuat studio produksi dan post-produksi untuk disewakan baik kepada pelaku film dalam maupun luar negeri, dan diharapkan dapat terjadi alih teknologi dan alih kemampuan dari pelaku film luar negeri kepada pelaku film di Indonesia. Keempat, adanya komitmen untuk terus meningkatkan kualitas produksi film dalam negeri, seperti berbentuk workshop pembuatan film untuk tingkat pemula (Sekolah Menengah Atas). Terakhir, menyediakan bioskop yang khusus memutar film Indonesia, seperti Arthouse Rumah Film Indonesia. Tidak hanya itu, juga memberikan kesempatan interaksi antara pembuat film dan penonton. ***
Jakarta, 3 Maret 2016
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
“Itu sudah diputuskan bahwa DNI sudah terbuka. Sekarang, bagaimana caranya seperti pengalaman di Vietnam itu terbuka bisa tumbuh sebesar 200 persen, Cina juga tumbuh luar biasa,” ujarnya. Menurut Menteri Anies, masukan dari pihak perfilman perlu untuk menciptakan ekosistem perfilman yang sehat di Indonesia. “Disini, pelaku perfilman memberikan masukan bagaimana menciptakan ekosistem perfilman yang sehat di Indonesia karena pada akhirnya kita mengukur interaksi para pelaku di aspek produksi, distribusi, dan eksibisi,” ujar Mendikbud Anies. Sehingga, dia melanjutkan, dari ketiga aspek itu para pelaku perfilman dapat berdiskusi secara terbuka apa permasalahannya, dan apa terobosan yang harus dilakukan dan dari pemerintah akan bisa melakukan selanjutnya.
Sebanyak 10 panelis yang tergabung di dalam diskusi, yaitu Anang Hermansyah selaku anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Sheila Timothy, Jhony Safrudin, Oddy Mulia, Rudi Anitio, Slamet Rahardjo, Manoj Punjabi, Dian Sunardi, Sys NS, dan Nafin. Sedangkan, diskusi melibatkan 45 orang, yang terdiri atas sineas, praktisi film, pejabat di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Vietnam, DNI dibuka, maka tumbuh sebesar 200 persen selama lima tahun. Jadi, kita harus belajar dari Cina, India, dan Vietnam. Sehingga, pertanyaannya, apa yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan kesempatan ini, dan bisa belajar supaya tidak mengulangi kesalahan mereka,” tutupnya.
DNI 100 persen
Pengelolaan film di Indonesia berada pada kedudukan yang strategis, yaitu di tengah upaya membangun bangsa, yaitu menjadi sarana transmisi nilai dan norma, media pendidikan dan pencerahan, media penyebaran gagasan dan pemikiran, media yang merekam sejarah, media tempat merayakan keragaman budaya, media tempat masyarakat berkaca, media tempat para seniman melahirkan kritik sosial, juga media yang menjadi sarana bagi masyarakat berdialog tentang persoalan-persoalan mereka. Film bukan hanya media hiburan semata, meskipun unsur hiburan acap melekat di dalamnya.
Beberapa waktu lalu, tepatnya 10 Februari 2016, Sidang Kabinet Paripurna memutuskan untuk merevisi DNI yang berkaitan dengan industri perfilman dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Pusat Pengembangan Perfilman. Terdapat bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI 100% yang boleh dimiliki pemodal asing, diantaranya industri perfilman, industri karet kering (crumb rubber), gudang berpendingin, restoran, bar, kafe, usaha rekreasi, seni, hiburan, gelanggang olahraga. DNI merupakan salah satu kelengkapan ketentuan-ketentuan standar yang menjadi pedoman pelaksanaan kebijakan penanaman modal. Penyusunan DNI berdasarkan asas dan tujuan kebijakan penanaman modal, kebijakan dasar penanaman modal, dasar pertimbangan kriteria bidang usaha yang tertutup dan terbuka, serta persyaratan bidang usaha yang terbuka.
Hasil rekomendasi diskusi
Berdasarkan hasil diskusi, panelis merekomendasikan hal-hal untuk peningkatan perfilman dengan kebijakan sebesar 100 persen untuk komposisi kepemilikan modal asing di industri film. Pertama, perlu adanya rekomendasi alternatif cara untuk mengatasi keterbatasan ketersediaan modal bagi para pelaku usaha produksi film nasional. Pada saat ini, bank umum di Indonesia belum bisa untuk memberikan pinjaman pembiayaan kepada perusahaan produksi film. Sehingga, industri film nasional masih didanai hanya dengan permodalan oleh sektor swasta saja. Hal ini membuat produksi film nasional tidak dapat dilakukan secara maksimal. Adanya peran pemerintah dengan memberikan jaminan pinjaman atau bahkan program pinjaman akan sangat membantu.
Kedua, terdapat masukan bagi sektor usaha film nasional untuk menjadi sub-kontraktor atau outsourcing dari produksi film luar negeri. Kegiatan produksi film luar negeri di Indonesia berarti akan menciptakan pemasukan devisa untuk negara. Ketiga, rekomendasi kami adalah untuk Pemerintah berperan untuk membuat studio produksi dan post-produksi untuk disewakan baik kepada pelaku film dalam maupun luar negeri, dan diharapkan dapat terjadi alih teknologi dan alih kemampuan dari pelaku film luar negeri kepada pelaku film di Indonesia. Keempat, adanya komitmen untuk terus meningkatkan kualitas produksi film dalam negeri, seperti berbentuk workshop pembuatan film untuk tingkat pemula (Sekolah Menengah Atas). Terakhir, menyediakan bioskop yang khusus memutar film Indonesia, seperti Arthouse Rumah Film Indonesia. Tidak hanya itu, juga memberikan kesempatan interaksi antara pembuat film dan penonton. ***
Jakarta, 3 Maret 2016
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Penulis : gloria gracia
Editor :
Dilihat 1746 kali
Editor :
Dilihat 1746 kali