Siswa Berkebutuhan Khusus Bisa Ikuti UN dengan Pendidikan Inklusif 04 April 2016 ← Back
Surabaya, Kemendikbud --- Dalam kunjungan kerjanya di Surabaya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengunjungi dua sekolah penyelenggara ujian nasional berbasis komputer (UNBK). Salah satu sekolah yang dikunjunginya adalah SMAN 8 Surabaya, yang merupakan sekolah inklusi. SMAN 8 Surabaya memiliki lima orang peserta didik berkebutuhan khusus, yang salah satunya menjadi peserta UN tahun 2016.
Mendikbud dan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini sempat berbincang-bincang santai dengan Alvian Andhika, siswa berkebutuhan khusus tersebut. Alvian yang menerima pendidikan inklusif di SMAN 8 Surabaya itu menerima kunjungan Mendikbud di waktu istirahat menjelang ujian mata pelajaran kedua.
Saat berbincang-bincang itulah Mendikbud memberikan kartu namanya kepada Alvian. "Ayo coba baca kartu nama ini. Dan sebutkan nomer teleponnya," katanya di ruangan ujian khusus pendidikan inklusif di SMAN 8 Surabaya, Senin (4/4/2016).
Kartu nama yang diberikan Mendikbud itu memang menggunakan huruf braile. Alvian pun meraba kartu nama tersebut, lalu membaca alamat serta menyebutkan nomor telepon yang tertera dalam huruf braile di kartu itu. Dalam mengerjakan soal UN pun, Alvian yang merupakan siswa jurusan IPS itu mengerjakan naskah soal yang dicetak dengan huruf braile.
Kepala Sekolah SMAN 8 Surabaya, Ligawati, mengatakan, sekolah yang dipimpinnya itu resmi menjadi sekolah inklusi sejak tahun 2013. Hingga saat ini SMAN 8 Surabaya sudah memiliki lima peserta didik berkebutuhan khusus, yang semuanya dalam kondisi tunanetra. Meskipun tunanetra, peserta didiknya itu dilihat memiliki kemampuan sosialisasi yang cukup baik, terutama Alvian. "Hanya ada satu orang yang memang agak pendiam," katanya.
Dalam kegiatan belajar mengajar pun tidak ada perbedaan untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak lainnya. Hanya saja, anak berkebutuhan khusus memiliki pendamping yang memudahkan komunikasi antara dirinya dengan guru yang mengajar. Ligawati juga mengatakan, sebagian besar guru-guru SMAN 8 Surabaya juga telah mendapatkan pelatihan mengenai pendidikan inklusif.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
Sejak 2011, Kemendikbud bekerja sama dengan Helen Keller International (HKI) juga membuat terobosan berupa pemberian penghargaan kepada tokoh-tokoh nasional pendidikan inklusif dalam bentuk “Inclusive Education Award”. Setiap tahun ada enam tokoh pendidikan inklusif yang diberikan penghargaan ini. Hingga kini, sudah ada 48 orang tokoh nasional pendidikan inklusif yang menerima penghargaan tersebut. Kota Surabaya pernah menerima penghargaan tersebut pada tahun 2014 atas perhatiannya terhadap pendidikan inklusif. Selain di SMAN 8 Surabaya, pendidikan inklusif juga diterapkan di SMAN 10 Surabaya dan SMKN 8 Surabaya.
Mendikbud dan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini sempat berbincang-bincang santai dengan Alvian Andhika, siswa berkebutuhan khusus tersebut. Alvian yang menerima pendidikan inklusif di SMAN 8 Surabaya itu menerima kunjungan Mendikbud di waktu istirahat menjelang ujian mata pelajaran kedua.
Saat berbincang-bincang itulah Mendikbud memberikan kartu namanya kepada Alvian. "Ayo coba baca kartu nama ini. Dan sebutkan nomer teleponnya," katanya di ruangan ujian khusus pendidikan inklusif di SMAN 8 Surabaya, Senin (4/4/2016).
Kartu nama yang diberikan Mendikbud itu memang menggunakan huruf braile. Alvian pun meraba kartu nama tersebut, lalu membaca alamat serta menyebutkan nomor telepon yang tertera dalam huruf braile di kartu itu. Dalam mengerjakan soal UN pun, Alvian yang merupakan siswa jurusan IPS itu mengerjakan naskah soal yang dicetak dengan huruf braile.
Kepala Sekolah SMAN 8 Surabaya, Ligawati, mengatakan, sekolah yang dipimpinnya itu resmi menjadi sekolah inklusi sejak tahun 2013. Hingga saat ini SMAN 8 Surabaya sudah memiliki lima peserta didik berkebutuhan khusus, yang semuanya dalam kondisi tunanetra. Meskipun tunanetra, peserta didiknya itu dilihat memiliki kemampuan sosialisasi yang cukup baik, terutama Alvian. "Hanya ada satu orang yang memang agak pendiam," katanya.
Dalam kegiatan belajar mengajar pun tidak ada perbedaan untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak lainnya. Hanya saja, anak berkebutuhan khusus memiliki pendamping yang memudahkan komunikasi antara dirinya dengan guru yang mengajar. Ligawati juga mengatakan, sebagian besar guru-guru SMAN 8 Surabaya juga telah mendapatkan pelatihan mengenai pendidikan inklusif.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009, pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
Sejak 2011, Kemendikbud bekerja sama dengan Helen Keller International (HKI) juga membuat terobosan berupa pemberian penghargaan kepada tokoh-tokoh nasional pendidikan inklusif dalam bentuk “Inclusive Education Award”. Setiap tahun ada enam tokoh pendidikan inklusif yang diberikan penghargaan ini. Hingga kini, sudah ada 48 orang tokoh nasional pendidikan inklusif yang menerima penghargaan tersebut. Kota Surabaya pernah menerima penghargaan tersebut pada tahun 2014 atas perhatiannya terhadap pendidikan inklusif. Selain di SMAN 8 Surabaya, pendidikan inklusif juga diterapkan di SMAN 10 Surabaya dan SMKN 8 Surabaya.
Sumber :
Penulis : Desliana Maulipaksi
Editor :
Dilihat 4312 kali
Editor :
Dilihat 4312 kali