Kemendikbud Gelar Kuliah Umum, Membuat Perbedaan Dalam Pembelajaran Matematika 18 Mei 2016 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) menyelenggarakan kuliah umum dengan tema Bringing Diversity into Math Classrooms di Kantor Kemendikbud, Jakarta(18/05/2016). Dalam kuliah ini, hadir sebagai pembicara, Prof. Ramanujam dari Institute of Mathematical Science, Channai, India.
Kepala Balitbang, Totok Suprayitno, dalam sambutannya mengajak para orang tua untuk melatih anak-anak kita agar dapat berfikir secara ilmiah yaitu menggali, mempertanyakan, dan meragui apa yang sedang dihadapinya. “Mari kita bantu anak-anak kita menemukan pembuktian untuk menghilangkan keraguannya, meskipun itu pendapat guru maupun petunjuk guru”, katanya.
Dalam kuliahnya Prof. Ramanujam menjelaskan bagaimana perbedaan metode penilaian matematika dengan mata pelajaran lain saat ini. Di mana menurutnya, penilaian matematika yang tergolong kasar yang mendorong persepsi kalau matematika adalah perhitungan mekanis saja.
“Kalau dalam bahasa, anak-anak menulis satu, tetap dapat nilai. Kalau dalam ilmu pengetahuan atau ilmu pasti, (jika) anak-anak dapat menjelaskan satu, mereka dapat nilai. Sejarah juga seperti itu. Kalau matematika, jika dapat menjawab benar, dapat nilai 10, namun jika jawabannya salah, dapat nilai 0,” katanya. “Penilaian kita didasarkan dengan sistem kita masih menggunakan sistem binary, 1 dan 0,” lanjutnya.
Ahli desain kerangka kurikulum matematika ini juga mengatakan bahwa kita harus mengubah mode penilaian. Dengan kata lain, nilai bukan tentang jawaban yang benar, tetapi kemampuan matematika anak. Bagaimana cara kita melihat prosesnya. Bagaimana kita memberikan penilaian berdasarkan prosesnya. Selain itu, guru juga perlu memperkaya acuan matematika untuk menambah keberagaman dalam mengajar.
Kemudian Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Iwan Pranoto sebagai moderator turut menambahkan tentang bagaimana cara mendidik. Menurutnya reasoning atau ‘penjelasan’ itu lebih penting dari jawaban yang benar.
“Kita tidak fokus pada benar atau salahnya. Fokusnya adalah kita cari tahu bagaimana dia (siswa) menemukannya,” tuturnya.
Selain para pejabat dan peneliti di lingkungan Kemendikbud, acara yang hanya dilaksanakan selama satu hari ini juga dihadiri oleh kepala sekolah, guru, dosen, pegiat, serta praktisi di bidang pendidikan.
Sumber :
Kepala Balitbang, Totok Suprayitno, dalam sambutannya mengajak para orang tua untuk melatih anak-anak kita agar dapat berfikir secara ilmiah yaitu menggali, mempertanyakan, dan meragui apa yang sedang dihadapinya. “Mari kita bantu anak-anak kita menemukan pembuktian untuk menghilangkan keraguannya, meskipun itu pendapat guru maupun petunjuk guru”, katanya.
Dalam kuliahnya Prof. Ramanujam menjelaskan bagaimana perbedaan metode penilaian matematika dengan mata pelajaran lain saat ini. Di mana menurutnya, penilaian matematika yang tergolong kasar yang mendorong persepsi kalau matematika adalah perhitungan mekanis saja.
“Kalau dalam bahasa, anak-anak menulis satu, tetap dapat nilai. Kalau dalam ilmu pengetahuan atau ilmu pasti, (jika) anak-anak dapat menjelaskan satu, mereka dapat nilai. Sejarah juga seperti itu. Kalau matematika, jika dapat menjawab benar, dapat nilai 10, namun jika jawabannya salah, dapat nilai 0,” katanya. “Penilaian kita didasarkan dengan sistem kita masih menggunakan sistem binary, 1 dan 0,” lanjutnya.
Ahli desain kerangka kurikulum matematika ini juga mengatakan bahwa kita harus mengubah mode penilaian. Dengan kata lain, nilai bukan tentang jawaban yang benar, tetapi kemampuan matematika anak. Bagaimana cara kita melihat prosesnya. Bagaimana kita memberikan penilaian berdasarkan prosesnya. Selain itu, guru juga perlu memperkaya acuan matematika untuk menambah keberagaman dalam mengajar.
Kemudian Guru Besar Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Iwan Pranoto sebagai moderator turut menambahkan tentang bagaimana cara mendidik. Menurutnya reasoning atau ‘penjelasan’ itu lebih penting dari jawaban yang benar.
“Kita tidak fokus pada benar atau salahnya. Fokusnya adalah kita cari tahu bagaimana dia (siswa) menemukannya,” tuturnya.
Selain para pejabat dan peneliti di lingkungan Kemendikbud, acara yang hanya dilaksanakan selama satu hari ini juga dihadiri oleh kepala sekolah, guru, dosen, pegiat, serta praktisi di bidang pendidikan.
Sumber :
Penulis : Aji Shahwin
Editor :
Dilihat 893 kali
Editor :
Dilihat 893 kali