ICW: WTP Kemdikbud Harus Menular ke Daerah 22 Juni 2016 ← Back
Inilah Kiat Kemdikbud, Laporan Keuangannya WTP Tiga Kali Berturut-turut
Jakarta, Kemendikbud— Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemerikas Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tiga kali berturut-turut: Laporan Keuangan tahun 2013, 2014 dan saat ini Laporan Keuangan 2015.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan pencapaian ini diharap dapat meningkatkan kepercayaan diri dan semangat seluruh jajaran Kemdikbud dalam melaksanakan program dan anggaranya, meningkatkan mutu pendidikan di seluruh tanah air.
“Kami merasa bersukur atas predikat opini tersebut, mengingat tahun anggaran 2015 merupakan tahun pertama kepemimpinan kami di Kemdikbud, yang saya ikuti tahap perencanaan program sampai pelaksanaannya. Kami bersyukur atas bimbingan dari BPK atas program yang telah kami lakukan,” ujar Mendikbud Anies Baswedan di Pusdiklat BPK Kalibata Jakarta, usai menerima penyampaian Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan dari BPK, Selasa (21/06/2016).
Sementara itu Inspektur Jenderal (Irjen) Kemdikbud Daryanto mengakui perolehan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ditempuh dengan rangkaian langkah yang sungguh-sungguh diupayakan jajaran Kemdikbud untuk menuju opini WTP.
Pertama, mengawal kebijakan program Pendidikan Dasar dan Menengah yang terkait UN, Kurikulum, Peningkatan Wajar 12 Tahun, Penerimaan Peserta Didik baru, Bansos/Bantah Sarana-Prasarana Sekolah dan Luar Sekolah: PAUD, SD, SMP, SMA/SMK) untuk RKB, USB, TIK, Revitalisasi Sekolah, BSM/PIP, Perpustakaan, Sanitasi, Progas, Rehabilitasi Ruang Kelas, dan Sekolah Percontohan.
Kedua, mengawal tata kelola pendanaan pendidikan dan kebudayaan baik yang berupa Dana Transfer Daerah dan APBN Pusat dalam kegiatan: DAK yang masih mengendap di BUD, Tunjangan Pendapatan Guru, Tunjangan Penghasilan Guru, dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Ketiga, mengawal kebijakan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dari masing-masing unit utama: Balitbang, GTK, Badan Bahasa, Ditjen Kebudayaan, Ditjen Dikdasmen, Setjen, dan Itjen Kemendikbud melalui Review RKA-KL dan Pendampingan Laporan Keuangan.
Keempat, mendorong dan memfasilitasi terbentuknya Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi di masing-masing unit kerja eselon satu Kemendikbud, baik di pusat maupun di daerah.
“Pengawalan audit keuangan harus dilakukan dari hulu sampai kepada hilir. Sebagai contoh, pengaduan terhadap Ujiam Nasional mengalami penurunan drastis karena Itjen mengawal dari percetakan, distribusi sampai kepada penyelenggaraan UN. Tidak boleh hanya memeriksa di akhir tapi harus secara keseluruhan,” kata Irjen Daryanto dalam Diskusi menegenai Pengelolaan Anggaran yang Baik kantor Kemdikbud Selasa (21/06/2016).
Ke depan, Daryanto berjanji untuk terus mewujudkan pemerintahan yang bersih. Sehingga, setiap penggunaan anggaran harus terus dikawal.
Pada lingkup daerah, Irjen senantiasa akan tetap berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan yang penting adalah melalui Kementeria Dalam Negeri. Karena urusan pendidikan yang menjadi otonomi daerah sejak 2001 menjadi urusan Pemerintah Daerah, baik kabupaten kota maupun provinsi.
“Kami mendorong terutama penggunaan dana di daerah, kami terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan di Provinsi, Kabupaten/Kota melalui Kemendagri,” jelas Daryanto.
Selain itu, kerja sama juga dilakukan dengan Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupatem atau Inspektorat Kota untuk membantu mengawasi, dan bekerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
WTP Kemdikbud Harus Menular ke Daerah
Pada kesempatan yang sama, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengakui Kemdikbud memang kementerian yang memiliki anggaran relaif besar dibandingkan kementeria lain. Sehingga, pengawasan perlu didorong terkait penggunaan anggaran terutama di daerah.
“Prestasi Kemdikbud WTP ini harus ditularkan ke daerah. Bisa ditempuh dengan penerapan e-budgeting, yaitu daerah yang bagus e-budgetingnya maka didorong untuk sebagai pilot projectnya untuk pengelolaan budgetingnya di daerah lain,” kata Agus Sunaryanto.
Selanjutnya, penguatan pengawasan dari pihak orang tua dalam urusan sekolah anak perlu dilakukan. Hal ini bertujuan agar orang tua dapat tetap berperan aktif guna memastikan anak sebagai siswa mendapatkan layanan pendidikan yang memadai. “Penguatan peran orang tua dalam pengawasan perlu agar penggunaan anggaran di sekolah dapat diawasi,” ujar Agus menambahkan. ***
Jakarta, Kemendikbud— Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemerikas Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tiga kali berturut-turut: Laporan Keuangan tahun 2013, 2014 dan saat ini Laporan Keuangan 2015.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan mengatakan pencapaian ini diharap dapat meningkatkan kepercayaan diri dan semangat seluruh jajaran Kemdikbud dalam melaksanakan program dan anggaranya, meningkatkan mutu pendidikan di seluruh tanah air.
“Kami merasa bersukur atas predikat opini tersebut, mengingat tahun anggaran 2015 merupakan tahun pertama kepemimpinan kami di Kemdikbud, yang saya ikuti tahap perencanaan program sampai pelaksanaannya. Kami bersyukur atas bimbingan dari BPK atas program yang telah kami lakukan,” ujar Mendikbud Anies Baswedan di Pusdiklat BPK Kalibata Jakarta, usai menerima penyampaian Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan dari BPK, Selasa (21/06/2016).
Sementara itu Inspektur Jenderal (Irjen) Kemdikbud Daryanto mengakui perolehan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ditempuh dengan rangkaian langkah yang sungguh-sungguh diupayakan jajaran Kemdikbud untuk menuju opini WTP.
Pertama, mengawal kebijakan program Pendidikan Dasar dan Menengah yang terkait UN, Kurikulum, Peningkatan Wajar 12 Tahun, Penerimaan Peserta Didik baru, Bansos/Bantah Sarana-Prasarana Sekolah dan Luar Sekolah: PAUD, SD, SMP, SMA/SMK) untuk RKB, USB, TIK, Revitalisasi Sekolah, BSM/PIP, Perpustakaan, Sanitasi, Progas, Rehabilitasi Ruang Kelas, dan Sekolah Percontohan.
Kedua, mengawal tata kelola pendanaan pendidikan dan kebudayaan baik yang berupa Dana Transfer Daerah dan APBN Pusat dalam kegiatan: DAK yang masih mengendap di BUD, Tunjangan Pendapatan Guru, Tunjangan Penghasilan Guru, dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Ketiga, mengawal kebijakan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dari masing-masing unit utama: Balitbang, GTK, Badan Bahasa, Ditjen Kebudayaan, Ditjen Dikdasmen, Setjen, dan Itjen Kemendikbud melalui Review RKA-KL dan Pendampingan Laporan Keuangan.
Keempat, mendorong dan memfasilitasi terbentuknya Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi di masing-masing unit kerja eselon satu Kemendikbud, baik di pusat maupun di daerah.
“Pengawalan audit keuangan harus dilakukan dari hulu sampai kepada hilir. Sebagai contoh, pengaduan terhadap Ujiam Nasional mengalami penurunan drastis karena Itjen mengawal dari percetakan, distribusi sampai kepada penyelenggaraan UN. Tidak boleh hanya memeriksa di akhir tapi harus secara keseluruhan,” kata Irjen Daryanto dalam Diskusi menegenai Pengelolaan Anggaran yang Baik kantor Kemdikbud Selasa (21/06/2016).
Ke depan, Daryanto berjanji untuk terus mewujudkan pemerintahan yang bersih. Sehingga, setiap penggunaan anggaran harus terus dikawal.
Pada lingkup daerah, Irjen senantiasa akan tetap berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan yang penting adalah melalui Kementeria Dalam Negeri. Karena urusan pendidikan yang menjadi otonomi daerah sejak 2001 menjadi urusan Pemerintah Daerah, baik kabupaten kota maupun provinsi.
“Kami mendorong terutama penggunaan dana di daerah, kami terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan di Provinsi, Kabupaten/Kota melalui Kemendagri,” jelas Daryanto.
Selain itu, kerja sama juga dilakukan dengan Inspektorat Provinsi, Inspektorat Kabupatem atau Inspektorat Kota untuk membantu mengawasi, dan bekerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
WTP Kemdikbud Harus Menular ke Daerah
Pada kesempatan yang sama, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengakui Kemdikbud memang kementerian yang memiliki anggaran relaif besar dibandingkan kementeria lain. Sehingga, pengawasan perlu didorong terkait penggunaan anggaran terutama di daerah.
“Prestasi Kemdikbud WTP ini harus ditularkan ke daerah. Bisa ditempuh dengan penerapan e-budgeting, yaitu daerah yang bagus e-budgetingnya maka didorong untuk sebagai pilot projectnya untuk pengelolaan budgetingnya di daerah lain,” kata Agus Sunaryanto.
Selanjutnya, penguatan pengawasan dari pihak orang tua dalam urusan sekolah anak perlu dilakukan. Hal ini bertujuan agar orang tua dapat tetap berperan aktif guna memastikan anak sebagai siswa mendapatkan layanan pendidikan yang memadai. “Penguatan peran orang tua dalam pengawasan perlu agar penggunaan anggaran di sekolah dapat diawasi,” ujar Agus menambahkan. ***
Sumber :
Penulis : administrator
Editor :
Dilihat 1595 kali
Editor :
Dilihat 1595 kali