Meriahnya Karnaval Budaya Dunia di World Culture Forum 2016 11 Oktober 2016 ← Back
Denpasar, Kemendikbud --- Sore itu, pemandangan tampak berbeda di Lapangan I Gusti Ngurah Made Agung, atau biasa dikenal dengan Lapangan Puputan, Bali. Lebih dari 1.000 orang berkumpul untuk memeriahkan Cultural Carnival atau Karnaval Budaya sebagai rangkaian dari World Culture Forum 2016. Berbagai pertunjukan seni dari Indonesia maupun negara lain tampil di Karnaval Budaya dengan meriah, memperlihatkan ekspresi budaya dan keragaman budaya yang dimiliki dunia.
Karnaval Budaya World Culture Forum 2016 diawali dengan penampilan gadis-gadis Bali yang membawakan tarian tradisional, Tari Sekar Jempiring. Tari Sekar Jempiring adalah tarian maskot Kota Denpasar. Tarian ini mengisahkan tentang keharuman bunga jempiring yang banyak tumbuh di Kota Denpasar, Bali. Warnanya yang putih dan bersih melambangkan pemerintahan Kota Denpasar yang juga bersih dan bekerja dengan baik.
Acara Karnaval Budaya kemudian beranjak ke pembacaan Deklarasi Festival Tari Tradisional dari para peserta International Folk Dance Festival (IFDF), sebuah forum pendukung World Culture Forum 2016. Sekitar seratus peserta IFDF tampil dengan berpakaian khas negara masing-masing saat deklarasi dibacakan oleh Suzie Moya Benitez, perwakilan dari Filipina.
Deklarasi Festival Tari Tradisional merupakan kesepakatan dari 13 negara peserta IFDF, antara lain Kazakhstan, Polandia, Rusia, Italia, Indonesia, dan Thailand. Salah satu poin deklarasinya menyepakati bahwa budaya harus berkelanjutan dan dilestarikan agar dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid, secara resmi membuka Karnaval Budaya World Culture Forum 2016. Pembukaan Karnaval Budaya ditandai dengan ditembakkannya anak panah Cakra Bhuwana Mandala Budaya oleh Dirjen Kebudayaan. Dalam cerita pewayangan, cakra adalah senjata unggulan dalam berperang untuk membasmi angkara murka. Cakra Bhuwana Mandala Budaya ditembakkan dalam pembukaan Karnaval Budaya sebagai simbol untuk menjaga kedamaian dunia kebudayaan.
Dalam sambutannya Hilmar mengatakan, Karnaval Budaya digelar sebagai rangkaian kegiatan World Culture Forum 2016 untuk mengekspresikan budaya tiap negara yang berbeda-beda. Ia mengaku sempat berbincang-bincang dengan beberapa peserta, dan sama-sama menyepakati bahwa dunia memerlukan lebih banyak lagi wadah untuk mengekspresikan budaya dan ide budaya.
"Pesan kuncinya adalah, bahwa keberagaman adalah bagian dari kehidupan manusia, dan kebudayaan harus bisa menjadi kekuatan kita bersama dalam menjalin persahabatan di dunia," katanya di Lapangan Puputan, Bali, (11/10/2016).
Setelah dibuka secara resmi, selanjutnya berbagai pertunjukan seni dari Indonesia maupun negara lain tampil secara bergantian di Lapangan Puputan Bali. Dari Indonesia tampil Reog Ponorogo, kesenian khas Jawa Timur. Delegasi Thailand menampilkan Tari Kala, tarian dari wilayah timur laut Thailand. Tari Kala menceritakan kegembiraan muda-muda setelah masa panen selesai. Mereka akan duduk bersama-sama untuk menggosok batok kelapa, lalu menari berpasangan antara laki-laki dan perempuan.
Delegasi dari Kazakhstan menampilkan tari tradisional Kara Zhorga. Tari Kara Zhorga menunjukkan betapa fleksibelnya gerakan penari perempuan Kazakhstan dan kemampuan mereka dalam harmonisasi antara langkah kaki, tangan, dengan iringan musik. Tidak kalah menarik, delegasi Uzbekistan juga tampil menari dengan meriah. Tari yang ditampilkan diambil dari empat wilayah di Uzbekistan, yaitu Bukhara, Horesm, Andijan, dan Fergana, dengan ciri khas masing-masing.
Sedikit berbeda dengan tarian negara lain, delegasi dari Taiwan menampilkan tarian seni bela diri yang terinspirasi dari tokoh Bruce Lee, master kungfu dari Taiwan. Tarian bernafaskan seni bela diri itu ditampilkan untuk memperlihatkan gabungan seni bela diri dan kekuatan kungfu dari sang master kungfu.
Delegasi Italia menawarkan sejarah sebagai bagian dari budaya. Tarian Manfrina yang dibawakan oleh Grup Urbanitas dari Italia, mengisahkan tentang tradisi di pengadilan Renaissance di Italia pada tahun 1700-an. Sejak saat itu, tarian tradisional yang populer di abad ke-17 itu menjadi warisan budaya Italia.
William dan Maia, sepasang penari dari Italia, sempat mengungkapkan kekagumannya akan budaya Indonesia. William mengatakan, Indonesia merupakan negara yang indah. Ia juga menyatakan sangat menyukai musik Indonesia. Sementara Maia, mengaku lebih tertarik dengan agama dan kepercayaan masyarakat Indonesia, serta ritual kepercayaan masyarakat adatnya.
Keduanya mengatakan sangat senang dan bangga bisa mengikuti World Culture Forum 2016.
"Dengan masyarakat dan budaya yang dimiliki, kita dapat bersama-sama melakukan pertukaran budaya dan hidup berdampingan di dunia dengan damai," ujar William mengemukakan harapannya dari forum budaya dunia ini. (Desliana Maulipaksi)
Sumber : BKLM
Penulis : Desliana Maulipaksi
Editor :
Dilihat 3258 kali
Editor :
Dilihat 3258 kali