Mendikbud Apresiasi Sekolah yang Gaungkan Nilai Toleransi dan Gotong Royong  08 Januari 2017  ← Back

Medan, Kemendikbud --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengunjungi Medan, Sumatra Utara dalam rangka meninjau sekolah multi etnis yang gaungkan pendidikan inklusif. Bersama Sekretaris Jenderal Kemdikbud Didik Suhardi, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad, Mendikbud menghadiri peresmian bangunan sekolah dan pura di sekolah yang didirikan oleh Yayasan Perguruan Iskandar Muda Medan. 
 
Mendikbud mengapresiasi para pendiri dan pengelola sekolah yang menerima penghargaan Maarif Award Tahun 2014 itu. Yayasan Perguruan Iskandar Muda Medan yang didirikan oleh Sofyan Tan ini berupaya menyemaikan nilai-nilai toleransi dan penghargaan terhadap kebinekaan dengan berpijak pada pendidikan inklusif. Keragaman latar belakang siswanya sangat kental, sekolah ini mencerminkan miniatur Indonesia. Pihak sekolah memfasilitasi keragaman agama siswanya, bangunan ibadah masing-masing agama dibangun berdampingan di komplek sekolah. 
 
"Merintis dan membesarkan lembaga pendidikan itu tidak mudah, apalagi sekolah yang dibangunnya atas dasar budaya gotong royong dan merangkul kemajemukan,” disampaikan Mendikbud pada sambutannya di Yayasan Perguruan Iskandar Muda, Medan, Sabtu (7/1/2017). 
 
Buya Syafii Maarif yang didaulat untuk meresmikan bangunan pura yang diapit vihara dan mesjid serta berdampingan dengan gereja menyampaikan pentingnya keberagaman dan toleransi. 
 
"Sekolah yang toleran itu tunas peradaban. Intoleransi simbol kebiadaban. Toleransi inti keberadaban. Ini perlu ditegaskan di saat kita sekarang dirundung intoleransi dan kebencian, tidak hanya di Indonesia tapi juga fenomena global. Dunia pendidikan harus melek soal ancaman ini,” ujar Buya Syafii Maarif. 
 
Menurut Mendikbud Muhadjir, toleransi dan kerukunan merupakan dua hal tak terpisahkan dari budaya gotong royong. Ia pun bercerita di hadapan ratusan siswa yang memenuhi halaman sekolah. "Ratusan tahun lalu saat batu Hajar Aswad di Ka'bah terseret hanyut oleh banjir besar, kepala suku sempat berselisih mengenai siapa yang paling berhak mengembalikan ke tempat asalnya. Akhirnya, mereka bermusyawarah dan bersepakat bahwa seorang pemuda bernama Muhammad yang akan ditunjuk. Namun Muhammad, yang kelak diangkat sebagai Nabi, meminta para perwakilan para suku untuk memegang ujung surbannya yang dipakai memindahkan Hajar Aswad tersebut. Kisah ini jelas pesannya, gotong royong tumbuh karena ada kerukunan dan toleransi,” cerita Mendikbud di depan para siswa yang hadir. 
 
Sementara itu Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Teungku Erry Nuradi menyampaikan bahwa keragaman etnis masyarakat Sumatera Utara merupakan anugerah yang memperkaya mozaik Indonesia. Setiap masalah yang bersinggungan dengan isu-isu SARA selalu direspon cepat pemerintah daerah dengan dukungan pemuka agama dan tokoh masyarakat. “Masyarakat hidup berdampingan tanpa mempersalahkan perbedaan,” ujar Gubernur Sumut di depan Mendikbud dan para undangan yang hadir. *




 
 
Medan, 7 Januari 2017,
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 9497 kali