Penggunaan Bahasa Indonesia di Ruang Publik Merupakan Amanat Undang-Undang  20 Februari 2017  ← Back

Jakarta, Kemendikbud --- Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Indonesia, tugas Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud adalah menjaga, merawat, dan memartabatkan bahasa negara yaitu bahasa Indonesia. Sesuai amanat UU itu juga, bahasa Indonesia wajib digunakan di ruang publik dan fasilitas pelayanan umum. Untuk mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, Badan Bahasa Kemendikbud aktif melakukan sosialisasi ke berbagai instansi, salah satunya ke PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar beserta jajarannya melakukan kunjungan resmi (audiensi) ke kantor PT Kereta Api Indonesia (KAI), di Gambir, Jakarta Pusat, Jumat, (17/2/2017).
Dalam sambutannya, Badan Bahasa Kemendikbud ingin menguatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara, karena itu merupakan salah satu ranah Badan Bahasa dalam hal menyukseskan gerakan revolusi mental.

“Sebagian besar masyarakat belum mengetahui tentang Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, terutama pada  pasal 36—39, ada hal-hal yang diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia,” ujar Dadang.

Pada pasal itu disebutkan bahwa nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang (kecuali merek dagang internasional yang sudah dipatenkan), lembaga usaha, lembaga pendidikan, produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia, rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum wajib menggunakan bahasa Indonesia.

Dadang mengatakan, fenomena ruang publik saat ini yang banyak menggunakan bahasa asing, sangat bertentangan dengan Undang-Undang. “Bukan berarti bahasa asing tidak boleh tetapi bahasa Indonesia diutamakan. Yang salah itu kalau terbalik. Bayangkan kalau kakek-nenek kita datang ke stasiun di Jakarta, kemudian membaca papan petunjuk yang menggunakan bahasa asing, hal itu akan membingungkan, dan  hak masyarakat kita sendiri untuk mengakses ruang publik hilang,” tuturnya.

Ia juga menuturkan, investasi dari luar negeri dan dalam negeri tidak akan berkurang hanya karena menggunakan bahasa Indonesia, bahkan kemungkinan bertambah karena yang ingin mereka (investor asing) lihat itu Indonesia yang memiliki rasa Indonesia.

“Jadi, begitu mereka datang, informasi ruang publik di Indonesia itu kok berbahasa Inggris. Ini yang kita luruskan, perlu diketahui juga bahwa kita tidak anti bahasa asing hanya saja harus sesuai aturan, yaitu dengan mengutamakan bahasa Indonesia. Jangan sampai tertukar bahasa asing dahulu baru bahasa Indonesia, bahkan ada yang bahasa asing semua, terkecuali merek dagang internasional,” katanya.
 
Sementara itu, Kepala Pusat Pembinaan Badan Bahasa, Gufran Ali Ibrahim, mengungkapkan bahwa pengutamaan bahasa Indonesia itu tidak dimaksudkan sebagai permusuhan terhadap bahasa asing, tetapi Undang-Undang mengamanatkan bahwa bahasa Indonesia harus diutamakan, seperti juga diterapkan oleh negara Jepang, Korea, dan Prancis yang lebih mengutamakan bahasanya ketimbang bahasa asing.
 
“Kami pun siap memadankan istilah asing yang ada di ruang publik khususnya di stasiun-stasiun, seperti “drive thru” kami padankan menjadi “layanan tanpa turun” dan agar lebih ringkas diakronimkan menjadi Lantatur dan “drop zone” dipadankan menjadi “tempat turun,” ujar Gufran.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Komersial PT KAI, Kuncoro mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan informasi penting yang diberikan. “Kebetulan ini menjadi tanggung jawab saya dalam hal pemberian informasi, kebetulan juga kami sedang merevitalisasi semua nama-nama di stasiun. Jadi, kami akan mencoba mengakomodir hal tersebut secara bertahap,” kata Kuncoro. (Desliana Maulipaksi)
 
 
Sumber : BKLM

 


Penulis : Desliana Maulipaksi
Editor : Anandes Langguana
Dilihat 34412 kali