Peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 30 Maret 2017 ← Back
200 Siswa Penyandang Down Syndrome Unjuk Kemandirian Berolahraga
Jakarta, Kemendikbud -- Stigma negatif terhadap anak-anak penyandang disabilitas, khususnya down syndrome, masih melekat erat di masyarakat. Seringkali, mereka diberikan label sebagai sebuah penyakit, bahkan kutukan. Hal itu ditepis oleh 200-an siswa penyandang down syndrome se-DKI Jakarta, pada Kamis (30/3/2017). Bersama teman-temannya dari sekolah inklusi, mereka memperingati Hari Down Syndrome Sedunia, di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina Tingkat Nasional, Lebak Bulus, Jakarta. Hari Down Syndrome Sedunia diperingati pada tanggal 21 Maret tiap tahunnya.
Hari masih pagi benar, jam masih menunjukkan pukul 07.00 pagi, para siswa down syndrome ini sudah berbaris, mengikuti rangkaian kegiatan olah raga yang diselenggarakan, yaitu senam aerobic bersama, fun games, bola bocce, dan young athletes.
Sri Renani Pantjastuti, Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus Layanan Khusus Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dit. Pembinaan PKLK Dirjen Dikdasmen Kemendikbud), menjelaskan pemilihan kegiatan olah raga pada peringatan Hari Down Syndrome Sedunia tahun ini bertujuan untuk mendukung para siswa penyandang disabilitas agar mampu menunjukkan keberanian, memperlihatkan kemampuan dan keahlian, dan mendukung siswa untuk merasakan kebahagiaan.
“Dengan berolahraga bersama, para penyandang down syndrome dan tuna grahita lainnya mampu menunjukkan keberanian, merasakan kebahagiaan dan memperlihatkan kemampuan, keahlian dan persahabatan dengan keluarga, sesama atlet special olympics, dan juga masyarakat luas,’ ujar Renani saat Peringatan Hari Down Syndrome Sedunia, di SLB Pembina Tingkat Nasional, Lebak Bulus, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Peringatan tahun ini, lanjut Renani, bekerjasama dengan Special Olympics Indonesia atau SOIna, yaitu organisasi yang khusus menyelenggarakan pelatihan dan kompetisi olah raga bagi penyandang Disabilitas. Organisasi ini telah mendpatkan akreditasi dari Special Olympics International (SOI). Tercatat, tiap tahun, para atlet binaan SOIna selalu berhasil meraih medali emas dalam berbagai ajang kompetisi olahraga penyandang disabilitas tingkat internasional. Saat ini, SOIna mendaulat Stephanie Handojo, seorang penyandang down syndrome untuk menjadi juru kampanye global (International Global Mesanger) Special Olympics International.
“Direktorat Pembinaan PKLK Dikdasmen Kemendikbud bekerjasama dengan SOIna menyelenggarakan peringatan ini untuk mengajak masyarakat agar menerima, menghormati dan menghargai para penyandang down syndrome,” ujar Renani.
Faisal Abdullah, Ketua Umum SOIna, mengungkapkan, upaya pembinaan olah raga terhadap atlet disabilitas intelektual, termasuk down syndrome, harus terus didukung oleh semua kalangan, baik pemerintah maupun swasta. “Untuk itu, kami berharap kerja sama antara SOIna dengan Direktorat PKLK mewakili pemerintah dapat memiliki banyak program kegiatan bagi atlet-atlet tuna grahita di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Layanan Pendidikan Bagi Siswa Disabilitas
Layanan pendidikan bagi siswa disabilitas, termasuk penyandang down syndrome, memerlukan sinergi antara Pemerintah Pusat dengan daerah. Sri Renani Pantjastuti, Direktur Pembinaan PKLK Ditjen Dikdasmen Kemendikbud, menjelaskan, terdapat peningkatan terhadap intervensi pemerintah untuk layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas. Tercatat, sejak tiga tahun lalu, Bantuan Operasional Sekolah telah diberikan, dan juga bantuan belajar kepada seluruh Sekolah Luar Biasa.
Pada tahun ini, Direktur Renani mengungkapkan sebanyak 1800-an paket bantuan peralatan pendidikan akan disalurkan ke sekolah-sekolah dan 500-an ruang kelas akan direhabilitasi. Renani mengungkapkan, terdapat tiga hal yang menjadi fokus perhatian Pemerintah, yaitu peningkatan kesempatan akses dan mutu, pembentukan karakter dan kemandirian. Sehingga, layanan pendidikan kepada para penyandang down syndrome harus diwujudkan. Dia berpesan, agar para orang tua proaktif memberikan akses dan kesempatan bagi anak mereka yang menyandang down syndrome, tidak boleh mengurung anak-anaknya di rumah.
Semua penyandang disabilitas bisa masuk ke sekolah regular, tidak harus di SLB. Direktur Renani mengungkapkan harapannya agar para siswa dengan down syndrome dapat disekolahkan di sekolah reguler. Untuk itu, guru dengan keahlian khusus dibutuhkan. Disinilah Pemerintah Daerah sangat berperan, yaitu menyiapkan guru-guru yang dapat melayani para siswa disabilitas.
“Pendidikan khusus kewenangannya ada di provinsi sehingga perlu kerja sama dengan provinsi untuk menangani down syndrome. Kemudian, pemerintah kabupaten/kota menyiapkan guru-guru yang bisa melayani,” jelas Renani.
Menurut Direktur Renani, terdapat indikasi penyandang ganda tuna rungu atau tuna netra juga menyandang down syndrome. Untuk itu, ia menegaskan pendidikan vokasional sangat penting untuk mendukung kemandirian bagi para siswa penyandang disabilitas, terutama down syndrome.
Melalui pendidikan vokasional, Renani meyakini para siswa penyandang disabilitas dapat menjadi mandiri, tidak bergantung sepenuhnya kepada orang lain, setidak-tidaknya yang berkaitan dengan kebutuhan dasarnya.
Selamat Hari Down Syndrome Sedunia, anak Indonesia!
Jakarta, 20 Maret 2017
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 7961 kali
Editor :
Dilihat 7961 kali