Kemendikbud Terbitkan Buku Cerita PAUD dalam 55 Bahasa Daerah 12 Mei 2017 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Sebanyak 55 buku cerita berbahasa ibu atau bahasa daerah diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai bahan ajar pendidikan anak usia dini (PAUD). Bahasa daerah yang digunakan dalam buku cerita tersebut antara lain bahasa Aceh, Sunda, Batak Karo, Melayu, Palembang, Banjar, Dayak, Sanggau, Minahasa, Manado, Bugis, dan Ambon.
Bahan ajar berbahasa ibu itu berupa buku cerita yang terdiri atas empat judul, yaitu Si Tupai, Aku Suka Buah, Kucing Emas, dan Siapa yang Paling Cantik? Keempat buku tersebut diterjemahkan ke dalam 55 bahasa daerah dengan kualitas cetakan dan kemasan terbaik oleh Kemendikbud. Misalnya buku Aku Suka Buah diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda, judulnya menjadi Kami Resep Buah. Atau buku Si Tupai diterjemahkan ke dalam bahasa Kupang berubah judul menjadi Tu Tupai, dengan seluruh cerita di dalamnya menggunakan bahasa Kupang.
Buku-buku cerita berbahasa ibu itu kemudian dibagikan secara gratis kepada lembaga-lembaga PAUD di berbagai wilayah Tanah Air. Peluncuran dan pembagian buku berlangsung saat acara Festival dan Kreativitas Anak Usia Dini 2017 di Puri Ardhya Garini, Jakarta, Rabu (10/5/2017). Bersamaan dengan itu pula Kemendikbud memecahkan rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk kegiatan “Membaca Cerita Berbahasa Ibu Terbanyak oleh Guru PAUD”.
Direktur Pembinaan PAUD Kemendikbud, Ella Yulaelawati mengatakan, penerbitan buku cerita berbahasa ibu diharapkan dapat memberikan dampak positif dan mampu memberikan kesempatan kepada anak-anak yang memiliki kecerdasan linguistik (bahasa) untuk menyampaikan cerita dengan cara unik, asyik, dan menyenangkan. Terlebih yang diceritakan adalah cerita yang sudah sangat dekat kehidupan anak-anak. Kemendikbud pun mengemas buku cerita tersebut dengan kemasan menarik, bergambar, dan berukuran besar dibanding buku cerita lain.
“Ini sangat kontras dibandingkan cerita rakyat yang ada sebelumnya yang dikemas dalam kemasan sederhana, kadang hanya berbentuk tulisan tanpa gambar tokoh dan ilustrasi tempat kejadiannya. Hal seperti itu kurang menarik minat anak untuk mengetahui cerita rakyat yang ada. Jadi kami menerbitkan dalam kemasan yang lebih menarik untuk dibaca oleh anak-anak,” tuturnya.
Ella menuturkan, bahan ajar berbasis bahasa ibu ini dapat memberikan kepandaian dalam bahasa asli yang sangat penting untuk proses belajar berikutnya bagi anak karena bahasa ibu berkait dengan dasar cara berpikir. Kepandaian yang kurang dari bahasa pertama sering kali membuat proses belajar bahasa lain menjadi sulit. “Oleh karena itu, bahasa asli memiliki peran sentral dalam pendidikan karakter dan pengenalan budaya sebagai jati diri bangsa,” katanya. (Desliana Maulipaksi)
Sumber : BKLM
Penulis : Desliana Maulipaks
Editor : Anandes Langguana
Dilihat 7643 kali
Editor : Anandes Langguana
Dilihat 7643 kali