Program Penguatan Pendidikan Karakter Juga Memperkuat Madrasah Diniyah 01 Juli 2017 ← Back
Pasuruan, Kemendikbud -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bersilaturahmi ke Pondok Pesantren (Ponpes) Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur, Jumat (30/6). Dalam kesempatan tersebut, Mendikbud berkesempatan berdiskusi dan menerima aspirasi dari pengurus ponpes terkait program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Sebagaimana kunjungannya ke sejumlah pesantren lain di Jawa Timur, di Ponpes Sidogiri, Mendikbud menegaskan bahwa ia hanya silaturahmi. Namun di ditengah kunjungannya ke Ponpes Sidogiri, memang benar Mendikbud menerima petisi dari Ketua Alumni Ponpes Sidogiri K.H. Ahmadnamun. Petisi yang sudah ditandatangani dari kalangan madrasah diniyah, santri, serta organisasi masyarakat (ormas) tersebut berisi penolakan full day school. Di sinilah kesempatan bagi Mendikbud untuk menjelaskan tentang PPK yang dimaksud, karena akan sangat berbeda dengan full day school yang berkembang di masyarakat saat ini
Meskipun sempat kaget, Muhadjir menyambut baik aspirasi masyarakat dalam petisi yang diterimanya. Dalam kesempatan tersebut Mendikbud memberikan penjelasan terkait penerapan penguatan pendidikan karakter kepada para pengurus Ponpes Sidogiri. Disampaikannya, justru program PPK akan memperkuat madrasah diniyah (Madin).
Dilanjutkannya, Penguatan Pendidikan Karakter menitikberatkan pada lima nilai karakter utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas. Dengan demikian, Madin dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter religius siswa. Muhadjir mengungkapkan, justru Madin akan semakin tumbuh, karena dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai karakter religius bagi siswa muslim.
Awalnya pengurus ponpes menilai program PPK kurang baik, dan dikhawatirkan dapat mematikan Madin karena sekolah-sekolah akan menyelenggarakan Madin sendiri dengan cara mendatangkan guru atau ustadz dari luar.
Mendengar penjelasan bahwa sekolah menggelar Madin sendiri dengan mencari ustadz sendiri, Mendikbud tampak kaget. Menurutnya, kalau sampai sekolah menyelenggarakan Madin sendiri itu kurang tepat.
“Itu salah. Sejak awal kita larang sekolah menyelenggarakan Madin sendiri. Sekolah harus bekerja sama dengan Madin yang ada di sekitarnya. Mengenai bentuk kerja samanya sedang digodok tim Kemendikbud dengan tim Kemenag,” jelas Muhadjir.
Program wajib Madrasah Diniyah (Madin) bagi pelajar muslim di Kabupaten Pasuruan sudah berjalan sejak tahun pelajaran 2016-2107. Program ini diatur melalui Peraturan Bupati Pasuruan Nomor 21 Tahun 2016. Saat ini tercatat sebanyak lebih dari 122.726 siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) melaksanakan wajib Madin. Yaitu, 118.036 siswa SD atau tingkat dasar (Ula) dan 4.692 siswa SMP atau tingkat menengah (Wustho). Para santri Madin ini belajar di 1.439 lembaga yang tersebar di 24 kecamatan.
Disebutkan Mendikbud, program wajib Madin di Kabupaten Pasuruan ini menjadi salah satu referensi penerapan PPK. “Kalau ada keluhan seperti ini, saya terima kasih atas infonya,” ujar Muhadjir.
Sejumlah pengurus Ponpes Sidogiri yang hadir nampak antusias untuk menggelar dialog lanjutan yang kualitatif perihal apa itu Penguatan Pendidikan Karakter atau PPK. Mendikbud meminta bantuan pengurus Ponpes Sidogiri berkenan menfasilitasi pertemuan dirinya dengan masyarakat luas untuk tabayun dan berdialog terkait pentingnya pelaksanaan program PPK.
Dalam kesempatan tersebut, Mendikbud juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada para pengasuh Ponpes Sidogiri yang terbuka, kritis dan langsung tabayun terhadap hal-hal penting menyangkut masa depan pendidikan nasional.
“Inilah barokah dari silaturahmi, karena itu jangan sampai putus silaturahmi,” kata Muhadjir sambil tersenyum.
Di pesantren yang usianya hampir tiga abad ini, Mendikbud diterima pimpinan pondok pesantren Sidogiri K.H. Nawawi Abdul Jalil, jajaran pengurus Ponpes, para ustadz dan pengurus alumni. (*)
Pasuruan, 30 Juni 2017
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Sebagaimana kunjungannya ke sejumlah pesantren lain di Jawa Timur, di Ponpes Sidogiri, Mendikbud menegaskan bahwa ia hanya silaturahmi. Namun di ditengah kunjungannya ke Ponpes Sidogiri, memang benar Mendikbud menerima petisi dari Ketua Alumni Ponpes Sidogiri K.H. Ahmadnamun. Petisi yang sudah ditandatangani dari kalangan madrasah diniyah, santri, serta organisasi masyarakat (ormas) tersebut berisi penolakan full day school. Di sinilah kesempatan bagi Mendikbud untuk menjelaskan tentang PPK yang dimaksud, karena akan sangat berbeda dengan full day school yang berkembang di masyarakat saat ini
Meskipun sempat kaget, Muhadjir menyambut baik aspirasi masyarakat dalam petisi yang diterimanya. Dalam kesempatan tersebut Mendikbud memberikan penjelasan terkait penerapan penguatan pendidikan karakter kepada para pengurus Ponpes Sidogiri. Disampaikannya, justru program PPK akan memperkuat madrasah diniyah (Madin).
Dilanjutkannya, Penguatan Pendidikan Karakter menitikberatkan pada lima nilai karakter utama, yaitu religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas. Dengan demikian, Madin dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter religius siswa. Muhadjir mengungkapkan, justru Madin akan semakin tumbuh, karena dapat dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai karakter religius bagi siswa muslim.
Awalnya pengurus ponpes menilai program PPK kurang baik, dan dikhawatirkan dapat mematikan Madin karena sekolah-sekolah akan menyelenggarakan Madin sendiri dengan cara mendatangkan guru atau ustadz dari luar.
Mendengar penjelasan bahwa sekolah menggelar Madin sendiri dengan mencari ustadz sendiri, Mendikbud tampak kaget. Menurutnya, kalau sampai sekolah menyelenggarakan Madin sendiri itu kurang tepat.
“Itu salah. Sejak awal kita larang sekolah menyelenggarakan Madin sendiri. Sekolah harus bekerja sama dengan Madin yang ada di sekitarnya. Mengenai bentuk kerja samanya sedang digodok tim Kemendikbud dengan tim Kemenag,” jelas Muhadjir.
Program wajib Madrasah Diniyah (Madin) bagi pelajar muslim di Kabupaten Pasuruan sudah berjalan sejak tahun pelajaran 2016-2107. Program ini diatur melalui Peraturan Bupati Pasuruan Nomor 21 Tahun 2016. Saat ini tercatat sebanyak lebih dari 122.726 siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) melaksanakan wajib Madin. Yaitu, 118.036 siswa SD atau tingkat dasar (Ula) dan 4.692 siswa SMP atau tingkat menengah (Wustho). Para santri Madin ini belajar di 1.439 lembaga yang tersebar di 24 kecamatan.
Disebutkan Mendikbud, program wajib Madin di Kabupaten Pasuruan ini menjadi salah satu referensi penerapan PPK. “Kalau ada keluhan seperti ini, saya terima kasih atas infonya,” ujar Muhadjir.
Sejumlah pengurus Ponpes Sidogiri yang hadir nampak antusias untuk menggelar dialog lanjutan yang kualitatif perihal apa itu Penguatan Pendidikan Karakter atau PPK. Mendikbud meminta bantuan pengurus Ponpes Sidogiri berkenan menfasilitasi pertemuan dirinya dengan masyarakat luas untuk tabayun dan berdialog terkait pentingnya pelaksanaan program PPK.
Dalam kesempatan tersebut, Mendikbud juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada para pengasuh Ponpes Sidogiri yang terbuka, kritis dan langsung tabayun terhadap hal-hal penting menyangkut masa depan pendidikan nasional.
“Inilah barokah dari silaturahmi, karena itu jangan sampai putus silaturahmi,” kata Muhadjir sambil tersenyum.
Di pesantren yang usianya hampir tiga abad ini, Mendikbud diterima pimpinan pondok pesantren Sidogiri K.H. Nawawi Abdul Jalil, jajaran pengurus Ponpes, para ustadz dan pengurus alumni. (*)
Pasuruan, 30 Juni 2017
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 12765 kali
Editor :
Dilihat 12765 kali