Mendikbud: Target kita bukan sekadar pemerataan akses, tetapi akses yang berkualitas  16 Agustus 2017  ← Back

Percepatan Pendidikan yang Merata dan Berkualitas 

Jakarta, (16/8/2017) – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mempercepat terwujudnya pendidikan yang merata dan berkualitas melalui berbagai program dan kebijakan yang menjadi sasaran prioritas nasional. Peningkatan akses masyarakat pada layanan pendidikan menjadi salah satu kunci mengurangi kesenjangan di masyarakat.

"Sesuai arahan Presiden, target di sektor pendidikan kita bukan sekadar pemerataan akses pendidikan, tapi juga pemerataan yang berkualitas. Dan kita terus lakukan upaya-upaya untuk mempercepat hal tersebut," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.

Sejak tahun 2015, Program Indonesia Pintar (PIP) telah membantu lebih dari 17,9 juta anak-anak usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin, rentan miskin, di seluruh Indonesia. Sebagai program prioritas pemerintah, Kemendikbud memastikan percepatan distribusi Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan pencairan dana manfaat PIP dilakukan secara tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi. Pemadanan Basis Data Terpadu (BDT) dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) akan dilakukan secara berkala setiap tahun untuk mengakomodir pembaruan data yang dinamis. Dan untuk mempercepat penyaluran KIP tambahan bagi siswa yatim piatu dan prioritas lainnya, sepanjang tahun 2017, sebanyak 48.685 siswa di berbagai wilayah di tanah air mendapatkan KIP langsung dari Presiden Joko Widodo (data per 14/8/2017).

Muhadjir Effendy menyampaikan bahwa sejak Juli 2017, KIP yang dibagikan akan berbentuk kartu elektronik yang dapat digunakan di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) sehingga memangkas proses pencairan dana manfaat PIP. Kerja sama Kemendikbud dengan bank penyalur, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia tersebut telah sejalan dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 63 tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Nontunai.   

Sebagaimana diketahui, dalam dua tahun pemerintahan Kabinet Kerja, Kemendikbud meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 1,3 poin dari 68,9 pada tahun 2014 menjadi 70,18 pada tahun 2016. Kontribusi pendidikan dalam peningkatan IPM tersebut disebabkan oleh peningkatan rata-rata harapan lama sekolah dari 12,39 tahun di tahun 2014, menjadi 12,72 tahun pada tahun 2016. Indikator lainnya adalah rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas yang meningkat dari 7,73 tahun menjadi 7,95 tahun. Jika dihitung seluruh penduduk usia dewasa (15 tahun ke atas), rata-rata lama sekolah meningkat dari 8,07 tahun di tahun 2012, menjadi 8,42 tahun 2016.

Melalui Program Indonesia Pintar, pemerintah terus berupaya meningkatkan partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah khususnya bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin dan rentan miskin. Pada tahun ajaran 2016/2017 angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan menengah yang mencakup Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah (MA) telah mencapai 81,95 persen, meningkat dari 76,45 persen pada tahun ajaran 2014/2015. Rasio angka partisipasi sekolah penduduk usia 16-18 tahun antara 20 persen penduduk termiskin terhadap 20 persen penduduk pada tahun 2016 telah mencapai 0,68; lebih tinggi dari target yang ditentukan yaitu sebesar 0,60. Hal ini menunjukkan kesenjangan partisipasi pendidikan yang semakin berkurang antar status ekonomi masyarakat.

Sebagai perwujudan kehadiran negara dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu bagi siswa di wilayah-wilayah terjauh, terpencil, perbatasan, termiskin, atau berpihak pada kelompok paling rentan dalam pembangunan, sampai dengan Juli 2017, pemerintah telah membantu merevitalisasi 49 sekolah, dan membangun 114 sekolah garis depan (SGD) baru di berbagai titik. Selain itu, sepanjang 2017 ini Kemendikbud membantu penyediaan sebelas sekolah untuk memberikan layanan khusus pada peserta didik berkebutuhan khusus.  

Pada bulan Agustus ini, sebanyak 6.296 guru garis depan (GGD) siap bertugas di 14 provinsi dan 93 kabupaten di Indonesia. Sebelumnya, di tahun 2015, sebanyak 797 GGD dilepas oleh Presiden Joko Widodo untuk bertugas di 28 kabupaten yang berada di wilayah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal). Menurut Mendikbud, selain menjadi perwakilan negara dalam memberikan pelayanan pendidikan di daerah 3T, para guru garis depan juga menjadi perekat bangsa. Mereka yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia sebelumnya telah mengabdi sebagai Sarjana Mengajar di daerah 3T (SM-3T) kemudian mengikuti seleksi sebagai GGD, untuk ditempatkan di berbagai wilayah di tanah air.   

Reformasi Sekolah dan Penguatan Sistem Evaluasi Pendidikan  

Selain peningkatan akses pada layanan pendidikan, pemerataan pendidikan ditempuh dengan beragam upaya untuk merevitalisasi sekolah, baik infrastruktur fisik maupun nonfisik. Pada tahun 2017, Kemendikbud memberlakukan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) Nomor 17 Tahun 2017. Sistem zonasi ini, menurut Mendikbud, akan mengurangi ekslusivitas, rivalitas, serta diskriminasi di sekolah-sekolah negeri yang merupakan barang publik (public goods). Hal ini diyakini Mendikbud akan membantu pemerintah dalam memberikan bantuan/afirmasi yang lebih tepat sasaran, baik yang berupa sarana dan prasarana sekolah, maupun peningkatan kapasitas tenaga pendidik dan kependidikan.

Sebelumnya, Kemendikbud menggulirkan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang merevitalisasi Komite Sekolah agar lebih berperan dalam upaya memajukan pendidikan di satuan pendidikan. Semangat gotong royong menjadi dasar pembentukan komite sekolah yang melibatkan berbagai unsur di masyarakat. Komite diperbolehkan menggalang dana untuk menutupi kekurangan biaya satuan pendidikan, atau untuk upaya pengembangan sarana prasarana yang bermuara pada terwujudnya pendidikan yang berkualitas di satuan pendidikan. Penggalangan dana tersebut harus berbentuk bantuan dan/atau sumbangan pendidikan, bukan pungutan.

Penguatan pada sistem penilaian pendidikan dilakukan dengan menerapkan ujian sekolah berstandar nasional (USBN) yang mengembalikan peran guru dalam evaluasi pendidikan. Musyawarah Guru Mata Pelajaran mendapatkan ruang untuk menyusun soal ujian dengan bobot sebesar 75 persen, sisanya merupakan soal “jangkar” yang disiapkan Kemendikbud. Adapun soal-soal yang disajikan dalam ujian semakin bervariasi, selain pilihan ganda, Kemendikbud mendorong peningkatan soal-soal yang bermuatan high order thinking skills (HOTS) sebanyak 10 persen, sebelumnya hanya sekitar 5 persen. Kemampuan berpikir kritis dan analitis menjadi salah satu keterampilan yang wajib dimiliki siswa di abad ke-21.  

Peningkatan sekolah yang menyelenggarakan metode ujian nasional berbasis komputer (UNBK) meningkat pesat, tercatat dua provinsi telah 100 persen melaksanakan UNBK. Di tahun 2017, sebanyak 9.661 sekolah menyelenggarakan UNBK, dan dari 1,8 juta peserta ujian nasional, sebanyak 1,1 juta siswa melaksanakan UNBK. Hal tersebut selain mendorong peningkatan integritas penyelenggaraan ujian nasional, juga dimaknai Mendikbud sebagai wujud gotong royong pendidikan. Sekolah yang memiliki sumber daya perangkat komputer dan jaringan berbagai dengan sekolah-sekolah di sekitar yang belum memiliki sumber daya namun ingin menjalankan metode UNBK. Tercatat sebanyak 71 persen sekolah mampu meraih Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) yang tinggi, hal ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 21 persen.

Revitalisasi SMK untuk Produktivitas Bangsa  

Sesuai Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016, Kemendikbud telah menyusun peta jalan pendidikan vokasi yang memberikan panduan dalam upaya menyelaraskan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Saat ini Kemendikbud terus melakukan penguatan pada 1650 SMK rintisan di berbagai wilayah di Indonesia yang akan menjadi percontohan dan diharapkan dapat menjadi rujukan bagi SMK lain di sekitarnya. Program Revitalisasi yang dilaksanakan oleh SMK percontohan yang meliputi pengembangan dan penyelarasan kurikulum dengan DUDI; inovasi pembelajaran yang mendorong keterampilan abad 21; pemenuhan dan peningkatan profesionalitas guru dan tenaga kependidikan; standarisasi sarana dan srasarana utama; pemutakhiran program kerja sama industri; pengelolaan dan penataan lembaga; serta peningkatan akses sertifikasi kompetensi.

Dalam penguatan kelembagaan, tercatat sebanyak 331 SMK telah ditetapkan sebagai Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 1 (LSP-P1). Sebanyak 121 SMK sedang dalam proses penetapan menjadi LSP-P1, sedangkan 129 SMK sedang menjalani full assessment dan witness. Ditargetkan, sampai dengan 2020 nanti, semua SMK telah menerapkan sistem ganda. Penguatan kemitraan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan DUDI juga terus dilakukan dengan berbagai kerja sama di tingkat satuan pendidikan, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.  

Afirmasi perbaikan sarana dan prasarana kejuruan sampai bulan Juli 2017 mencapai sebanyak 216 unit sekolah baru (USB), 6.306 ruang kelas baru (RKB). Kemendikbud juga membantu proses rehabilitasi 2.564 SMK, serta 2.278 ruang praktik.          

Penyelarasan kurikulum dengan DUDI dan Standar Kompetensi dan Keahlian Nasional Indonesia (SKKNI) mencapai 89,25 persen. Peningkatan kualitas guru kejuruan agar semakin profesional dan produktif dilakukan dengan program Sertifikasi Keahlian Ganda. Sampai dengan Juli 2017, sebanyak 12.827 guru yang sebelumnya dikategorikan sebagai guru normatif dan adaptif telah mengikuti program pelatihan yang dilaksanakan di berbagai Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK). Program ini menjadi salah satu upaya penyediaan 90 ribu guru produktif.

Pengembangan SMK bidang prioritas juga mengalami peningkatan. Tercatat sampai akhir Juli 2017, Kemendikbud telah melakukan fasilitasi pembentukan 96 SMK bidang Pariwisata, 85 SMK bidang Kemaritiman, dan 95 SMK bidang Pertanian untuk berperan dalam upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan. Di bidang kursus dan pelatihan, saat ini terdapat lebih dari 17 ribu lembaga kursus yang mendapatkan lisensi sebagai Tempat Uji Kompetensi (TUK) di seluruh Indonesia.

Penguatan Karakter Bangsa  

Pada bulan Mei yang lalu Presiden Joko Widodo resmi menandatangani dua undang-undang strategis dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan yang diharapkan dapat mendorong literasi masyarakat. “Perlu disadari bahwa bangsa yang memiliki budaya literasi yang baik merupakan salah satu ciri bangsa yang cerdas, dan masyarakat mampu memaknai dan memanfaatkan informasi secara kritis untuk meningkatkan kualitas hidup. Pemenuhan pemilikan budaya literasi ini antara lain dapat didorong dan dikembangkan melalui ketersediaan buku yang bermutu, murah atau terjangkau, dan merata,” jelas Mendikbud.

Pada hari yang sama, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan sebagai salah satu upaya memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia agar dapat menjadi kekuatan untuk membangun masa depan juga resmi disahkan oleh Presiden. “Kebudayaan telah menjadi akar dari pendidikan kita, oleh karena itu, undang-undang pemajuan kebudayaan menekankan pada pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan agar budaya Indonesia dapat tumbuh tangguh di tengah arus deras globalisasi,” ujar Mendikbud.

Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sebagai upaya melakukan revolusi karakter bangsa mendorong sinergi antara tripusat pendidikan menjadi sebuah ekosistem pendidikan. Terdapat lima nilai karakter utama yang menjadi prioritas dalam gerakan PPK, di antaranya religius, nasionalis, integritas, mandiri serta gotong royong. Melalui harmonisasi olah pikir, olah hati, olah rasa, serta olah raga dalam pendidikan nasional diharapkan dapat membantu generasi muda Indonesia menjawab tantangan abad ke-21 dan mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045.

Menurut Mendikbud, guru berperan penting dalam penguatan karakter. Keberadaan guru harus mampu memberikan teladan, inspirasi dan motivasi. Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 menjadi PP Nomor 19 Tahun 2017 tentang Guru dilakukan sebagai upaya mengembalikan jati diri guru sebagai pendidik profesional yang mampu melaksanakan pendidikan karakter yang lebih komprehensif, serta membawa dampak yang lebih besar pada peradaban bangsa.

Sampai dengan Juli 2017, konsep dan modul penguatan pendidikan karakter telah disosialisasikan kepada 1.596 sekolah rintisan yang mencakup 1.892 kepala sekolah, 1.927 guru Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), 154 pengawas sekolah, serta 42 komite sekolah. Diharapkan sekolah rintisan tersebut dapat membawa efek imbas kepada sekolah-sekolah di sekitarnya. Saat ini 21 pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) telah menyatakan komitmen dukungan terhadap pelaksanaan penguatan karakter.

Sebagai sebuah upaya penguatan dan percepatan, PPK tidak mengubah kurikulum yang ada. Muatan pendidikan karakter dalam kurikulum 2013 dikuatkan melalui beragam pendekatan dan metode yang mendorong cara belajar siswa aktif, pemanfaatan sumber-sumber belajar lebih optimal, serta individualisasi peserta didik. Pelaksanaan PPK mengintegrasikan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler di sekolah, serta meningkatkan peran sekolah dalam mengelola ekosistem pendidikan sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara.  

Program Guru Pembelajar yang dilaksanakan sejak 2015 menggunakan tiga moda, yaitu tatap muka, kombinasi antara tatap muka dengan daring, dan daring dengan memanfaatkan teknologi informasi. Melalui program ini diharapkan semua guru dapat memperoleh akses peningkatan kompetensi sesuai dengan kebutuhannya. Untuk mendukung program tersebut telah disediakan 2.000 jenis modul peningkatan kompetensi guru. Pada tahun 2017, program guru pembelajar dilanjutkan dengan program Peningkatan Kompetensi Berkelanjutan (PKB) yang dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu penyegaran narasumber pusat, penyegaran instruktur dan pelaksanaan PKB di seluruh PPPPTK.

Kesejahteraan guru dari tahun ke tahun terus ditingkatkan, hal tersebut terlihat dalam alokasi anggaran baik untuk guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun bukan PNS. Di tahun 2017, tunjangan profesi guru disalurkan kepada 1.526.533 guru di seluruh Indonesia. Dengan rincian 1.310.969 guru yang berstatus sebagai PNS daerah dan 215.564 guru swasta. (*)

Jakarta, 16 Agustus 2017
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 19783 kali