Semangat Belajar di Pondok Yatim dengan Kartu Indonesia Pintar 07 Oktober 2017 ← Back
Cilegon, Kemendikbud --- "Saya sejak kelas 1 SD sudah ditinggalkan oleh bapak. Bapak saya meninggal karena beliau sakit paru-paru basah," tutur Nuraini, penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Cilegon, Banten. Nuraini adalah satu dari jutaan anak yatim yang pada tahun ini menjadi target prioritas pemerintah dalam memberikan bantuan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar (PIP). Setiap anak memang memiliki kisahnya masing-masing. Ini kisah Nuraini, anak yatim penerima KIP yang duduk di kelas XII SMA.
Terlahir dari keluarga tak mampu, sejak kecil Nuraini terbiasa hidup dalam keterbatasan. Apalagi setelah ayahnya meninggal, tinggal sang ibu semata yang harus menopang kebutuhan hidup keluarga. "Ibu bekerja. Kalau pagi bersih-bersih sekolah, setelah itu ngasuh anak kecil. Di rmh juga jualan makanan ringan," kata Nuraini.
Setelah lulus dari SMP, anak bungsu dari empat bersaudara itu memutuskan untuk masuk SMA Al-Ishlah Cilegon. Kelebihan sekolah itu adalah memiliki pondok yatim khusus untuk tempat tinggal peserta didiknya yang yatim/piatu, dengan menggratiskan pembiayaannya. Pondok Yatim Piatu Daarus Syafaat namanya. Pondok yatim ini terletak tidak jauh dari lokasi SMA Al-Ishlah. "Tiap hari jalan kaki ke sekolah," kata Nuraini.
Menjalani kehidupan di pondok yatim tentu berbeda dengan tinggal di rumah sendiri bersama keluarga. Ada peraturan yang harus diikuti, antara lain ketentuan libur pulang ke rumah, kunjungan keluarga ke pondok, dan larangan memiliki gawai. Secara resmi, Nuraini dan teman-temannya hanya boleh pulang saat libur semester dan lebaran. Namun, keluarga tetap bisa mengunjungi mereka di pondok setiap akhir pekan dengan batas waktu yang ditentukan.
Tinggal di pondok yatim yang menggratiskan biaya pendidikan tidak lantas membuat Nuraini merasa telah lepas semua beban. Ia masih harus memikirkan biaya untuk keperluan sekolahnya yang lain, seperti membeli buku. Apalagi saat ini ia duduk di kelas XII SMA dan sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional (UN). Nuraini sangat ingin membeli buku-buku penunjang untuk persiapan UN.
"Dari kemarin udah mikirin gimana dapat uang buat beli buku. Sudah menabung sedikit juga. Tapi ternyata ada aja rezekinya. Alhamdulillah dari KIP ini bisa saya gunakan buat nanti beli buku UN. Bersyukur banget bisa dapat ini (KIP)," ucap Nuraini penuh rasa syukur. Dengan adanya KIP, ia mengaku semakin semangat belajar.
Meski tinggal di pondok yatim tanpa keluarganya, Nuraini mengatakan ia tidak pernah merasa kesepian. Para penghuni pondok yatim, baik teman maupun pembimbing, sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri. Hampir semua kegiatan sehari-hari mereka kerjakan bersama-sama. "Senang banget di pondok, bareng teman-teman," ujarnya bersemangat.
Hal itu juga diakui temannya, Siti Fatimah, yang juga tinggal di pondok yatim. "Ibaratnya pondok itu seperti rumah sendiri," tutur Fatimah tak kalah bersemangat. Siswi berjilbab yang juga menerima KIP itu menuturkan, kegiatan mencuci atau menyeterika baju dilakukannya dengan riang gembira bersama teman-teman di pondok.
Nuraini, Fatimah, dan siswa lainnya dari Pondok Yatim Piatu Daarus Syafaat, ikut hadir saat acara penyerahan KIP oleh Presiden Joko Widodo dan Mendikbud Muhadjir Effendy di Cilegon, Banten, pada Kamis lalu (5/10/2017). Mereka pun bersyukur bisa mendapatkan bantuan pendidikan sebesar Rp1 juta per tahun. "Pastinya KIP ini sangat bermanfaat untuk kami," ucap Nuraini. (Desliana Maulipaksi)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2945 kali
Editor :
Dilihat 2945 kali