Revitalisasi Pendidikan Kejuruan, Kemendikbud Perbanyak SMK LSP-P1 08 November 2017 ← Back
668 SMK Telah Menjadi LSP-P1
Yogyakarta, Kemendikbud -- Sebanyak 237 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menerima Sertifikat Lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 1 (LSP-P1) dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melalui sertifikat lisensi LSP-P1, ratusan SMK rujukan ini dapat menyelenggarakan uji kompetensi profesi bagi siswa SMK di sekitarnya.
"Persoalan sertifikasi adalah salah satu yang eksplisit diminta untuk ditangani. Ini adalah langkah awal untuk meningkatkan kualitas lulusan," disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad di Yogyakarta, Selasa malam (7/11).
Peningkatan kapasitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi LSP-P1 selaras dengan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait revitalisasi pendidikan vokasi. Melalui sertifikasi oleh LSP-P1, menurut Dirjen Dikdasmen, tingkat keterukuran pencapaian kompetensi calon tenaga kerja yang dididik di SMK akan semakin baik dan sesuai dengan kebutuhan dunia Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI).
"Kami berharap pengakuan terhadap lulusan SMK semakin meningkat, sehingga jumlah peningkatan kebekerjaan lulusan SMK juga semakin baik," ujar Hamid.
Sesuai dengan Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dan Keterampilan, Kemendikbud terus melakukan penyelarasan antara SMK dengan DU/DI agar terwujud keterkaitan dan kesesuaian (link & match). Sejak tahun 2015, sebanyak 469 SMK telah menjadi LSP-P1. Dan sebanyak 237 SMK mendapatkan lisensi dari BNSP di tahun 2017.
Asisten Deputi Pendidikan Menengah dan Keterampilan Kebekerjaan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Raden Wijaya Kusumawardhana menekankan pentingnya sertifikasi dalam persaingan di era globalisasi.
"Tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil menjadi prioritas output dari institusi pendidikan dan pelatihan vokasi. Fokus diklat vokasi terletak pada mutu dan relevansi materi agar sesuai dengan dunia usaha dan industri yang terus berkembang," kata Wijaya.
Malam ini, Sertifikat lisensi LSP-P1 diserahkan Dirjen Dikdasmen dan Kepala BNSP kepada perwakilan dari 14 SMK; di antaranya SMK Negeri 1 Losarang Indramayu, SMK Pekerjaan Umum Negeri Bandung, SMK Negeri 1 Jogonalan, SMK Negeri 2 Semarang, SMK Cokroaminoto 1 Banjarnegara, SMK Widya Praja Ungaran, SMK Negeri 7 Surakarta, SMK Islam 2 Durenan Trenggalek, SMK Negeri 1 Kepanjen, SMK Negeri 1 Bagor Nganjuk, SMK Negeri 2 Trenggalek, SMK Muhammadiyah 1 Nganjuk, SMK Negeri Ngadirojo, SMK Negeri 2 Ponorogo.
Sebelumnya Kemendikbud telah memfasilitasi pembentukan 431 SMK menjadi LSP-P1. Diharapkan SMK yang menjadi LSP ini dapat mendorong peningkatan sertifikasi lulusan SMK di sekitarnya.
Skema Sertifikasi KKNI
Pada kesempatan yang sama dilakukan juga Penandatanganan 48 Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Level 2 dan 3. Sampai saat ini, Kemendikbud dan BNSP telah menghasilkan 73 skema dari target 142 skema KKNI level 2 dan 3.
Ketua BNSP, Sumarna F. Abdurrahman menyampaikan sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 adalah melakukan sertifikasi lulusan SMK, sertifikasi guru SMK, dan sertifikasi lisensi LSP. Namun, BNSP saat ini mulai berfokus pada upaya penjaminan mutu sertifikasi yang diberikan.
"Kita memulai dengan pengembangan skema. Karena skema terkait dengan materi pembelajaran dan materi uji kompetensinya. Materi uji kompetensi di semua SMK untuk bidang yang sama di seluruh Indonesia akan sama dan terjamin kualitasnya," jelas Ketua BNSP.
Evaluasi Kelayakan SMK
Dalam sambutannya, Dirjen Dikdasmen mengungkapkan tingginya angka pengangguran dari lulusan SMK. Hal tersebut menurutnya disebabkan oleh ketidakselarasan kebutuhan antara kebutuhan dengan bidang keahlian yang tersedia, jumlah lulusan, dan kualitas atau kompetensi para lulusan SMK dengan DU/DI. "Ketidakselarasan ini yang menyebabkan banyaknya lulusan SMK tidak terserap di dunia kerja," tuturnya.
Menurut Dirjen Hamid, indikator kesuksesan SMK adalah tingkat kebekerjaan lulusan, bukan jumlah peserta didik atau rombongan belajar. "Minimal 80 persen peserta didiknya terserap di industri atau merintis usaha," pesannya kepada pada Kepala SMK yang hadir.
Ditegaskannya, Kemendikbud telah meminta pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan untuk melakukan evaluasi terkait penyelenggaraan SMK. Kelayakan SMK tersebut akan dinilai dari kondisi guru, fasilitas belajar, kegiatan pembelajaran yang sesuai standar, dan kemitraan dengan DU/DI. SMK yang tidak memenuhi kelayakan akan diberikan waktu untuk segera menyesuaikan diri.
"Pilihannya dua, digabung, atau menjadi satuan pendidikan lain, seperti kursus," pungkas Dirjen Dikdasmen. (*)
Yogyakarta, 7 November 2017
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Yogyakarta, Kemendikbud -- Sebanyak 237 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menerima Sertifikat Lisensi Lembaga Sertifikasi Profesi Pihak 1 (LSP-P1) dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Melalui sertifikat lisensi LSP-P1, ratusan SMK rujukan ini dapat menyelenggarakan uji kompetensi profesi bagi siswa SMK di sekitarnya.
"Persoalan sertifikasi adalah salah satu yang eksplisit diminta untuk ditangani. Ini adalah langkah awal untuk meningkatkan kualitas lulusan," disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad di Yogyakarta, Selasa malam (7/11).
Peningkatan kapasitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi LSP-P1 selaras dengan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait revitalisasi pendidikan vokasi. Melalui sertifikasi oleh LSP-P1, menurut Dirjen Dikdasmen, tingkat keterukuran pencapaian kompetensi calon tenaga kerja yang dididik di SMK akan semakin baik dan sesuai dengan kebutuhan dunia Dunia Usaha/Dunia Industri (DU/DI).
"Kami berharap pengakuan terhadap lulusan SMK semakin meningkat, sehingga jumlah peningkatan kebekerjaan lulusan SMK juga semakin baik," ujar Hamid.
Sesuai dengan Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dan Keterampilan, Kemendikbud terus melakukan penyelarasan antara SMK dengan DU/DI agar terwujud keterkaitan dan kesesuaian (link & match). Sejak tahun 2015, sebanyak 469 SMK telah menjadi LSP-P1. Dan sebanyak 237 SMK mendapatkan lisensi dari BNSP di tahun 2017.
Asisten Deputi Pendidikan Menengah dan Keterampilan Kebekerjaan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Raden Wijaya Kusumawardhana menekankan pentingnya sertifikasi dalam persaingan di era globalisasi.
"Tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil menjadi prioritas output dari institusi pendidikan dan pelatihan vokasi. Fokus diklat vokasi terletak pada mutu dan relevansi materi agar sesuai dengan dunia usaha dan industri yang terus berkembang," kata Wijaya.
Malam ini, Sertifikat lisensi LSP-P1 diserahkan Dirjen Dikdasmen dan Kepala BNSP kepada perwakilan dari 14 SMK; di antaranya SMK Negeri 1 Losarang Indramayu, SMK Pekerjaan Umum Negeri Bandung, SMK Negeri 1 Jogonalan, SMK Negeri 2 Semarang, SMK Cokroaminoto 1 Banjarnegara, SMK Widya Praja Ungaran, SMK Negeri 7 Surakarta, SMK Islam 2 Durenan Trenggalek, SMK Negeri 1 Kepanjen, SMK Negeri 1 Bagor Nganjuk, SMK Negeri 2 Trenggalek, SMK Muhammadiyah 1 Nganjuk, SMK Negeri Ngadirojo, SMK Negeri 2 Ponorogo.
Sebelumnya Kemendikbud telah memfasilitasi pembentukan 431 SMK menjadi LSP-P1. Diharapkan SMK yang menjadi LSP ini dapat mendorong peningkatan sertifikasi lulusan SMK di sekitarnya.
Skema Sertifikasi KKNI
Pada kesempatan yang sama dilakukan juga Penandatanganan 48 Skema Sertifikasi Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Level 2 dan 3. Sampai saat ini, Kemendikbud dan BNSP telah menghasilkan 73 skema dari target 142 skema KKNI level 2 dan 3.
Ketua BNSP, Sumarna F. Abdurrahman menyampaikan sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 adalah melakukan sertifikasi lulusan SMK, sertifikasi guru SMK, dan sertifikasi lisensi LSP. Namun, BNSP saat ini mulai berfokus pada upaya penjaminan mutu sertifikasi yang diberikan.
"Kita memulai dengan pengembangan skema. Karena skema terkait dengan materi pembelajaran dan materi uji kompetensinya. Materi uji kompetensi di semua SMK untuk bidang yang sama di seluruh Indonesia akan sama dan terjamin kualitasnya," jelas Ketua BNSP.
Evaluasi Kelayakan SMK
Dalam sambutannya, Dirjen Dikdasmen mengungkapkan tingginya angka pengangguran dari lulusan SMK. Hal tersebut menurutnya disebabkan oleh ketidakselarasan kebutuhan antara kebutuhan dengan bidang keahlian yang tersedia, jumlah lulusan, dan kualitas atau kompetensi para lulusan SMK dengan DU/DI. "Ketidakselarasan ini yang menyebabkan banyaknya lulusan SMK tidak terserap di dunia kerja," tuturnya.
Menurut Dirjen Hamid, indikator kesuksesan SMK adalah tingkat kebekerjaan lulusan, bukan jumlah peserta didik atau rombongan belajar. "Minimal 80 persen peserta didiknya terserap di industri atau merintis usaha," pesannya kepada pada Kepala SMK yang hadir.
Ditegaskannya, Kemendikbud telah meminta pemerintah daerah melalui dinas-dinas pendidikan untuk melakukan evaluasi terkait penyelenggaraan SMK. Kelayakan SMK tersebut akan dinilai dari kondisi guru, fasilitas belajar, kegiatan pembelajaran yang sesuai standar, dan kemitraan dengan DU/DI. SMK yang tidak memenuhi kelayakan akan diberikan waktu untuk segera menyesuaikan diri.
"Pilihannya dua, digabung, atau menjadi satuan pendidikan lain, seperti kursus," pungkas Dirjen Dikdasmen. (*)
Yogyakarta, 7 November 2017
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3737 kali
Editor :
Dilihat 3737 kali