Pinisi Jadi Warisan Budaya Takbenda UNESCO, Kemendikbud Ajak Generasi Muda Lestarikan Budaya 07 Desember 2017 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- UNESCO menetapkan Pinisi sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO pada Sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan, Kamis, (7/12/2017). Sidang yang akan berakhir pada 9 Desember 2017 itu telah menetapkan usulan Indonesia, yaitu PINISI: Seni Pembuatan Perahu di Sulawesi Selatan (PINISI: Art of Boatbuilding in South Sulawesi) ke dalam UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Penetapan Pinisi: Art of Boatbuilding in South Sulawesi, ke dalam Warisan Budaya Takbenda UNESCO merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap arti penting pengetahuan akan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi dan yang masih berkembang sampai hari ini.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Kebudayaan Kemendikbud), Hilmar Farid, terkait penetapan Pinisi sebagai Warisan Budaya TakBenda UNESCO. Hilmar juga mengungkapkan rasa bangga dengan pengakuan dunia terhadap warisan budaya Indonesia.
"Sebagai bangsa Indonesia tentunya rasa syukur dan bangga dengan ditetapkannya seni pembuatan perahu Pinisi dalam representative list UNESCO. Mewakili pemerintah, saya mengucapkan rasa terima kasih kepada masyarakat atas kepeduliannya sehingga karya budaya ini ditetapkan,” ujar Hilmar di Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Lebih lanjut ia menyampaikan, penetapan tersebut dapat menjadi pemicu agar generasi muda dapat bangga untuk tetap menjaga nilai tradisi kebudayaan yang dimiliki.
"Dunia saja mengakui, tentunya bangsa Indonesia harus lebih mengakui. Dan kita berharap para generasi muda menjadi lebih bangga dan menggali nilai tradisi budaya untuk lebih dikembangkan," tambahnya.
Dengan penetapan Pinisi ini, maka Indonesia telah memiliki delapan elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Tujuh elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008), Keris (2008), Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), dan Noken Papua (2012), dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015). Serta satu program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).
Sekretariat Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO menggarisbawahi tentang perlunya Indonesia membuat program untuk tetap menjaga ketersediaan bahan baku bagi keberlanjutan teknologi tradisional ini, yang diwujudkan dalam bentuk perahu yang berbahan baku utama kayu. Selain itu, sidang juga menilai perlunya program-program baik melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal terkait dengan transmisi nilai tentang teknik dan seni pembuatan perahu tradisional ini kepada generasi muda.
Hotmangaradja Pandjaitan, Duta Besar LBPP Prancis, Monaco dan Adora/Wakil Tetap RI di UNESCO mengatakan bahwa komunitas dan masyarakat menjadi bagian penting dalam pengusulan Pinisi ke dalam daftar ICH UNESCO, hal ini menjadi momentum yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan daerah serta komunitas untuk memberikan perhatian lebih dalam pengelolaan Warisan Budaya Takbenda yang ada di wilayahnya masing-masing terutama bagi pengembangan pengetahuan, teknik dan seni warisan budaya tak benda yang perlu dilestarikan di tanah air pada umumnya, seperti pembuatan perahu tradisional Pinisi ini. (Indri Ariefiandi/Desliana Maulipaksi)
Sumber :
Editor :
Dilihat 1906 kali