Mendikbud: Target Kita Bukan Hanya Pemerataan Akses, Tetapi Juga Kualitas  31 Mei 2018  ← Back


Jakarta, Kemendikbud -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menyampaikan bahwa reformasi sekolah menjadi tema besar program pemerintah di bidang pendidikan dasar dan menengah. Salah satu kebijakan yang ditempuh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) adalah penerapan sistem zonasi pada persekolahan.

"Zonasi merupakan salah satu strategi percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas. Target kita bukan hanya pemerataan akses pada layanan pendidikan saja, tetapi juga pemerataan kualitas pendidikan," disampaikan Mendikbud Muhadjir Effendy di depan Kepala Dinas Pendidikan yang mengikuti sosialisasi peraturan bidang pendidikan dasar dan menengah, di Jakarta, Rabu (30/5/2018).

Meskipun kewenangan pendidikan dasar dan pendidikan menengah telah dibagi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, diharapkan kerja sama antar pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi tidak dibatasi oleh sekat-sekat birokrasi. Guru Besar Universitas Negeri Malang ini juga berpesan kepada jajarannya yang berada di daerah agar memperkuat kerja sama dengan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota di wilayah tugasnya.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 14 Tahun 2018 yang menggantikan Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Tidak banyak perubahan dalam peraturan pengganti, fokus kebijakan pada implementasi sistem zonasi. Di dalam pasal 16 disebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Adapun radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi berdasarkan ketersediaan anak usia sekolah di daerah tersebut; dan jumlah ketersediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah.

Ditegaskan kembali oleh Mendikbud bahwa kebijakan zonasi ini diambil sebagai respon atas terjadinya 'kasta' dalam sistem pendidikan yang selama ini ada karena seleksi mutu masukan/penerimaan peserta didik baru.m "Tidak boleh ada favoritisme. Pola pikir kastanisasi dan favoritisme dalam pendidikan semacam itu harus kita ubah. Seleksi dalam zonasi dibolehkan hanya untuk penempatan (placement)", ujar Muhadjir.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad menyampaikan bahwa sistem zonasi telah diimplementasikan bertahap sejak tahun 2016. Diawali dengan penggunaan zona untuk penyelenggaraan ujian nasional, kemudian di tahun 2017 untuk pertama kali digunakan dalam PPDB, dan di tahun 2018 ini semakin disempurnakan lagi. Dalam penerapan tahun ini akan dilakukan penyesuaian jumlah rombongan belajar (rombel), jumlah siswa dalam rombel, sehingga dapat dicari solusi permasalahan yang terjadi dalam implementasi PPDB berbasis zonasi pada tahun lalu.

"Pemanfaatan zonasi akan diperluas untuk pemenuhan sarana prasarana, redistribusi dan pembinaan guru, serta pembinaan kesiswaan. Ke depan, sistem zonasi bukan hanya untuk UN dan PPDB, tetapi menyeluruh untuk mengoptimalkan potensi pendidikan dasar dan menengah," lapor Dirjen Hamid.

Peran Masyarakat Memajukan Pendidikan

Mendikbud menjelaskan bahwa penataan sekolah dimulai dari penguatan peran masyarakat dalam pendidikan, yaitu melalui Komite Sekolah. Termasuk sumber pendanaan alternatif yang tentunya dengan cara-cara yang baik, transparan, dan akuntabel; seperti sumbangan alumni. "Intinya perlu adanya keterlibatan banyak pihak dalam mendukung sekolah. Lalu bagaimana cara menggali dan memanfaatkan berbagai sumber daya di lingkungan sekitar untuk memajukan sekolah," kata Muhadjir.

Muhadjir menjelaskan bahwa Kemendikbud bekerja sama dengan tim saber pungli (sapu bersih pungutan liar) untuk menyosialisasikan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. "Kalau ada keraguan, lapor saja. Kita tugaskan Itjen untuk mendampingi," katanya.

Menutup arahannya, Mendikbud kembali mengingatkan pentingnya alokasi anggaran fungsi pendidikan sebesar 20% sesuai amanat konstitusi. Saat ini pemerintah pusat telah mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk fungsi pendidikan. Mendatang, diharapkan semakin banyak pemerintah daerah yang mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk fungsi pendidikan.

"Kami mohon kepala dinas dapat memperjuangkan guru-guru honorer agar mendapatkan gaji minimal sebesar upah minimum regional. Itu kan bisa dianggarkan di APBD," ujar Mendikbud. (*)





Jakarta, 30 Mei 2018
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 5147 kali