Tim Olimpiade Biologi Indonesia Raih Empat Perak di IBO ke-29 24 Juli 2018 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Tim Olimpiade Biologi Indonesia meraih empat (4) medali perak dalam ajang kompetisi International Biology Olympiad (IBO) ke-29 yang diselenggarakan di Iran. Empat siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) mewakili Indonesia bersaing dengan 265 siswa dari 68 negara peserta IBO tahun 2018.
"Empat medali perak ini prestasi yang luar biasa. Anak-anak kita sudah berjuang, memberikan yang terbaik," disampaikan Direktur Pembinaan SMA, Purwadi Sutanto, saat menjemput delegasi IBO di bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Senin sore (23/7).
Empat remaja yang mengharumkan nama bangsa di ajang internasional itu adalah Aditya David Wirawan (SMA Kristen 1 Petra, Surabaya), Samuel Kevin Pasaribu (SMA Unggul Del, Sumatera Utara), Silingga Metta Jauhari (SMA Negeri 8 DKI Jakarta), dan Syailendra Karuna Sugito (SMA Semesta BBS, Semarang). Siswa peserta IBO tahun 2018 ini merupakan hasil seleksi berjenjang yang diselenggarakan Direktorat Pembinaan SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional pada tahun 2017 di ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pekanbaru, Riau.
Mereka didampingi oleh Dr. Agus Dana Permana, dan Dr. Ahmad Faizal yang merupakan Pengajar di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung). Kemudian, Ida Bagus Made Artadana, M.Sc. (Staf Pengajar Universitas Surabaya), Ihsan Tria Pramanda, M.Sc. (Staf Pengajar Tim Olimpiade Biologi Indonesia), dan Muamar Surawidarto, M.Si. (Direktorat Pembinaan SMA, Kemendikbud).
Pada hari pertama, siswa Indonesia mengerjakan empat topik praktikum selama masing-masing 90 menit, yaitu: 1) Biologi Tumbuhan (fisiologi dan adaptasi tumbuhan); 2) Biokimia dan Biologi Molekuler (isolasi protein); 3) Biologi Hewan (anatomi lintah dan pengamatan tungau); dan 4) Ekologi dan Evolusi Mikroba. Selanjutnya, di hari kedua, para siswa mengerjakan dua set soal teori menggunakan komputer dengan total waktu pengerjaan selama enam jam. Seluruh tes dilakukan di kampus Shahid Beheshti University, Tehran, Iran.
Aditya David Wirawan (17), siswa kelas XI SMA Kristen Petra 1 Surabaya ini mengaku menyukai Biologi sejak kecil. Peraih medali perak IBO ini mengikuti kejuaraan sains sejak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurutnya Biologi bukan hanya tentang menghafal materi, tetapi lebih kepada pemahaman. Dan hal tersebut sangat berkaitan erat dengan guru mata pelajaran Biologi. Saat ditanya tantangan tersulit dalam IBO, siswa yang gemar membaca dan bermain rubik ini mengaku kesulitan dalam menyelesaikan soal praktikum pembedahan hewan.
Sementara rekannya, Syailendra Karuna Sugito (17), mengaku saingan terberat tim Indonesia adalah para siswa dari negara-negara Asia. "Saingan terberat kebanyakan dari negara-negara Asia, seperti China, Taiwan, Thailand, Vietnam, India. Tahun ini kita gak dapat emas, tetapi tahun ini kita gak ada yang dapat di bawah perak," kata Syailendra.
Ahmad Faisal, salah satu pembimbing siswa, mengaku bahwa para pembimbing tidak mengalami kesulitan dalam menyiapkan siswa menghadapi olimpiade ini. Para siswa yang memiliki latar belakang suku, dan daerah yang berbeda-beda ini sangat akrab dan kompak. Keakraban dan kerja sama yang baik juga terjalin antara siswa dan pembimbing. Namun, kendala utama datang dari cuaca di Iran yang cukup ekstrim sehingga memengaruhi kondisi kesehatan peserta.
"Siswa kita sempat ngedrop. Karena di sana cuacanya cukup panas dan kering. Jadi itu memengaruhi kondisi psikologisnya saat menghadapi ujian," ujar Ahmad Faizal.
Lebih lanjut, Faisal sepakat dengan kebijakan pemerintah yang mulai mendorong penggunaan higher order thinking skill pada pembelajaran dan penilaian hasil belajar di sekolah. "Biologi, kan selama ini identik dengan hafalan. Padahal di olimpiade tidak ada hafalan. Semuanya analisis," katanya.
Menyoal pengembangan sains di pendidikan menengah, menurut Faisal selain fasilitas laboratorium yang baik, kunci keberhasilan ada di guru yang mampu menerapkan pembelajaran inovatif. "Yang awal adalah bagaimana menumbuhkan kecintaan siswa terhadap biologi. Dari situ kemudian bisa dipupuk. Siswa menjadi aktif, kemudian guru bisa mengajar dan membimbing siswa dengan baik," jelas Faisal. (*)
Jakarta, 23 Juli 2018
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
"Empat medali perak ini prestasi yang luar biasa. Anak-anak kita sudah berjuang, memberikan yang terbaik," disampaikan Direktur Pembinaan SMA, Purwadi Sutanto, saat menjemput delegasi IBO di bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Senin sore (23/7).
Empat remaja yang mengharumkan nama bangsa di ajang internasional itu adalah Aditya David Wirawan (SMA Kristen 1 Petra, Surabaya), Samuel Kevin Pasaribu (SMA Unggul Del, Sumatera Utara), Silingga Metta Jauhari (SMA Negeri 8 DKI Jakarta), dan Syailendra Karuna Sugito (SMA Semesta BBS, Semarang). Siswa peserta IBO tahun 2018 ini merupakan hasil seleksi berjenjang yang diselenggarakan Direktorat Pembinaan SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mulai dari tingkat sekolah, kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional pada tahun 2017 di ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) Pekanbaru, Riau.
Mereka didampingi oleh Dr. Agus Dana Permana, dan Dr. Ahmad Faizal yang merupakan Pengajar di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung). Kemudian, Ida Bagus Made Artadana, M.Sc. (Staf Pengajar Universitas Surabaya), Ihsan Tria Pramanda, M.Sc. (Staf Pengajar Tim Olimpiade Biologi Indonesia), dan Muamar Surawidarto, M.Si. (Direktorat Pembinaan SMA, Kemendikbud).
Pada hari pertama, siswa Indonesia mengerjakan empat topik praktikum selama masing-masing 90 menit, yaitu: 1) Biologi Tumbuhan (fisiologi dan adaptasi tumbuhan); 2) Biokimia dan Biologi Molekuler (isolasi protein); 3) Biologi Hewan (anatomi lintah dan pengamatan tungau); dan 4) Ekologi dan Evolusi Mikroba. Selanjutnya, di hari kedua, para siswa mengerjakan dua set soal teori menggunakan komputer dengan total waktu pengerjaan selama enam jam. Seluruh tes dilakukan di kampus Shahid Beheshti University, Tehran, Iran.
Aditya David Wirawan (17), siswa kelas XI SMA Kristen Petra 1 Surabaya ini mengaku menyukai Biologi sejak kecil. Peraih medali perak IBO ini mengikuti kejuaraan sains sejak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurutnya Biologi bukan hanya tentang menghafal materi, tetapi lebih kepada pemahaman. Dan hal tersebut sangat berkaitan erat dengan guru mata pelajaran Biologi. Saat ditanya tantangan tersulit dalam IBO, siswa yang gemar membaca dan bermain rubik ini mengaku kesulitan dalam menyelesaikan soal praktikum pembedahan hewan.
Sementara rekannya, Syailendra Karuna Sugito (17), mengaku saingan terberat tim Indonesia adalah para siswa dari negara-negara Asia. "Saingan terberat kebanyakan dari negara-negara Asia, seperti China, Taiwan, Thailand, Vietnam, India. Tahun ini kita gak dapat emas, tetapi tahun ini kita gak ada yang dapat di bawah perak," kata Syailendra.
Ahmad Faisal, salah satu pembimbing siswa, mengaku bahwa para pembimbing tidak mengalami kesulitan dalam menyiapkan siswa menghadapi olimpiade ini. Para siswa yang memiliki latar belakang suku, dan daerah yang berbeda-beda ini sangat akrab dan kompak. Keakraban dan kerja sama yang baik juga terjalin antara siswa dan pembimbing. Namun, kendala utama datang dari cuaca di Iran yang cukup ekstrim sehingga memengaruhi kondisi kesehatan peserta.
"Siswa kita sempat ngedrop. Karena di sana cuacanya cukup panas dan kering. Jadi itu memengaruhi kondisi psikologisnya saat menghadapi ujian," ujar Ahmad Faizal.
Lebih lanjut, Faisal sepakat dengan kebijakan pemerintah yang mulai mendorong penggunaan higher order thinking skill pada pembelajaran dan penilaian hasil belajar di sekolah. "Biologi, kan selama ini identik dengan hafalan. Padahal di olimpiade tidak ada hafalan. Semuanya analisis," katanya.
Menyoal pengembangan sains di pendidikan menengah, menurut Faisal selain fasilitas laboratorium yang baik, kunci keberhasilan ada di guru yang mampu menerapkan pembelajaran inovatif. "Yang awal adalah bagaimana menumbuhkan kecintaan siswa terhadap biologi. Dari situ kemudian bisa dipupuk. Siswa menjadi aktif, kemudian guru bisa mengajar dan membimbing siswa dengan baik," jelas Faisal. (*)
Jakarta, 23 Juli 2018
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3618 kali
Editor :
Dilihat 3618 kali