Revitalisasi SMK Turunkan Pengangguran di Indonesia  09 November 2018  ← Back

Jakarta, Kemendikbud --- Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2018 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia mengalami tren penurunan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengungkapkan Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mulai menunjukkan dampak positif pada pengurangan pengangguran, khususnya dengan latar belakang lulusan SMK.

“Memang ini datanya dari sakernas, yaitu di 2016 sebesar 9,84%, dan di tahun 2017 sebesar 9,27%, sedangkan di 2018 sebesar 8,92%. Jadi sebenarnya trennya menurun walaupun masih cukup tinggi. Namun, data ini memang tidak bisa dimaknai sederhana," disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy pada Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Jakarta, Kamis (8/11).

Angka partisipasi tenaga kerja yang lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari waktu ke waktu mengalami tren kenaikan. Di 2015 hanya 10,83 juta, kemudian meningkat di 2018 mencapai 13,68 juta orang. Mendikbud menyatakan optimismenya terhadap program Revitalisasi SMK yang secara efektif dimulai pada tahun 2017.

"Sekali lagi, memang tidak mudah. Tapi saya yakin dan optimistis bahwa SMK sudah berada dalam jalur yang benar. Kita tinggal bekerja lebih keras lagi," jelas mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini di depan awak media.

Dalam kesempatan yang sama Mendikbud menyatakan bahwa masyarakat dengan pendidikan terakhir jenjang pendidikan dasar memang memiliki daya serap yang tinggi; tercatat tingkat penganggurannya di tahun 2018 hanya 2,67 persen. Namun, tenaga kerja yang lulus dari Sekolah Dasar (SD) ataupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini tergolong tidak produktif. Dan hal tersebut dapat menjadi ancaman pada saat Indonesia memasuki masa bonus demografi.

"Kita tidak hanya menyiapkan orang untuk bekerja tetapi juga lapangan pekerjaan yang memberikan share terhadap pendapatan nasional karena kalau tidak bisa memberikan share terhadap pendapatan nasional yang bagus maka kita tidak mampu berkompetisi," tutur Muhadjir.

Sementara itu, Kepala Bappenas sekaligus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Menteri PPN), Bambang Brodjonegoro menjelaskan pentingnya sinergisitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas lulusan SMK. Pemerintah daerah perlu memperhatikan angka pengangguran terbuka di daerahnya masing-masing. Karena pengelolaan pendidikan tingkat umum dan vokasi merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

"Jadi Mendikbud memang bisa melakukan supervisi, berusaha memperbaiki tapi kewenangan sehari-hari memang ada di level pemerintahan provinsi," terang Menteri PPN.

Ditambahkan Bambang, tugas Kemendikbud adalah memperkecil tenaga kerja lulusan SD dan SMP. Tantangan Indonesia saat ini adalah melipatgandakan pendapatan nasional agar masuk ke dalam golongan negara maju.

"Agar tidak terjebak dalam middle income trap 'kan tenaga kerjanya harus yang bukan hanya mendapatkan pekerjaan. Melainkan juga betul-betul cocok dengan pekerjaan itu dan memang punya nilai tambah pendapatan yang cukup bagus untuk investasi nasional kita. Inilah pekerjaan kita yang cukup berat. Tetapi saya kira ini adalah pilihan strategi yang bagus," ujar Mendikbud.

Produktivitas Angkatan Kerja Nasional

Terkait peningkatan produktivitas tenaga kerja, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Hanif Dhakiri, menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang sudah pemerintah lakukan, yaitu dengan memperkuat akses dan mutu untuk pelatihan vokasi (vocational training). Salah satunya dengan kebijakan yang disebut sebagai triple skill.

Sasaran program ini berbeda-beda, antara lain yang pertama ditujukan untuk orang yang tidak punya keterampilan dimasukkan ke dalam program sehingga mereka punya keterampilan. Kemudian Orang yang sudah punya keterampilan dimasukkan ke program upskilling atau peningkatan keterampilan sehingga lebih meningkat dan agar mampu berkarir. Dan yant ketiga adalah untuk pekerja yang sudah memiliki keterampilan lalu dilakukan reskilling agar keterampilannya berubah.

“Ini penting karena perkembangan teknologi informasi sekarang ini membuat banyak perubahan terjadi termasuk di industri dan di hidup kita. Ketika industri berubah maka pekerjaan juga berubah," kata Menaker Hanif Dhakiri.

Menaker menegaskan kembali perlunya pemetaan pasar kerja yang hilang dan pasar kerja yang baru. "Ketika pekerjaannya berubah maka tuntutan skillnya juga berubah. Hari ini kalau kita punya skill, anda tidak bisa merasa berbangga begitu saja karena _skill_anda bisa begitu cepat tidak relevan. Kalau hari ini anda punya pekerjaan, anda juga tidak bisa merasa bahwa anda sudah cukup aman dengan pekerjaan itu karena pekerjaan itu ke depan akan bisa segera berubah. Di tengah dunia yang serba berubah ini, yang akan bertahan hidup bukan mereka yang paling kuat atau paling pintar melainkan yang paling responsif terhadap perubahan,” jelas Hanif Dhakiri.

Sejalan dengan Menaker, Mendikbud mengakui bahwa pada jenjang SMK yang diperlukan bukan ijazah melainkan sertifikat per keahlian. Sekarang ini terdapat 142 jenis keahlian yang sudah tersertifikasi. Dan akan terus bertambah mengikuti perubahan zaman.

Mendikbud yakin bahwa gotong royong pemerintah pusat dan daerah melakukan revitalisasi SMK akan segera berdampak positif. "Saya yakin, untuk 3 atau 4 tahun ke depan, lulusan SMK adalah lulusan yang disebutkan Pak Hanif tadi yaitu yang berada di posisi yang tepat dan terus siap untuk melakukan peningkatan dari waktu ke waktu," tuturnya.

Capaian Revitalisasi SMK

Mendikbud menjelaskan ada beberapa strategi untuk menurunkan tingkat pengangguran. Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah menyusun peta jalan pengembangan SMK, meningkatkan kerja sama dengan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI), kemudian melakukan pengembangan dan penyelarasan kurikulum. Kemendikbud juga mendorong inovasi serta pemenuhan dan peningkatan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan. Dan membentuk kelompok kerja pengembangan SMK, serta meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK.

Saat ini jumlah SMK mencapai 14 ribu, sebanyak 3.500 berstatus SMK negeri. Sisanya, sekitar 11 ribu adalah SMK swasta dengan jumlah total siswa yang lebih sedikit daripada siswa di SMK negeri. Menurut Mendikbud, cukup banyak SMK yang jumlah siswanya tidak sampai 50 orang sehingga tidak bisa mengembangkan dirinya menjadi SMK unggulan. "Oleh karena itu dengan revitalisasi ini memang kita berusaha agar SMK yang kecil itu kita gabung," katanya.

Faktor guru SMK juga mendapatkan perhatian khusus Kemendikbud. Dijelaskan Mendikbud, di SMK terdapat tiga tipe guru, yaitu guru adaptif, guru normatif dan guru produktif. Guru adaptif adalah guru yang memegang mata pelajaran murni seperti guru matematika, kimia, fisika, biologi, dan bahasa inggris. Guru normatif dicontohkannya seperti guru agama, Pancasila. Sedangkan guru produktif adalah guru yang mengajar sesuai dengan keahliannya. SMK membutuhkan guru-guru yang kreatif, sensitif terhadap perubahan.

"Ketika saya awal menjadi Menteri, jumlah guru produktif di SMK hanya sebesar 37%, sisanya guru normatif dan adaptif. Bahkan ada SMK yang memiliki guru agama lebih banyak dibanding guru bidang keahlian. Oleh karena itu kita membuat program keahlian ganda dimana guru-guru adaptif yang mempunyai bidang keahlian murni kita sekolahkan lagi tapi tidak ke perguruan tinggi melainkan ke perusahaan-perusahaan untuk upskill," ungkap Mendikbud.

Dilanjutkan Muhadjir, menurut kajian Kemendikbud, program keahlian ganda guru-guru di SMK menunjukkan hasil yang baik. "Contohnya guru fisika yang belajar di industri otomotif hasilnya lebih bagus daripada guru yang latar belakangnya dari otomotif karena dia punya dasar-dasar dan sudah senior. Oleh karena itu sekarang kita genjot pelatihan semacam ini," tuturnya.

Mendikbud juga menjelaskan bahwa strategi pengembangan SMK telah diubah dari supply based menjadi demand based. Jika selama ini SMK berjalan dengan berdasarkan persepsi dari sisi pendidikan saja, seakan nantinya akan dibutuhkan di dunia kerja. Sekarang SMK berjalan sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri (DUDI). Yaitu dengan cara menyusun kurikulum dengan bekerja sama dengan DUDI. "Bahkan DUDI diberi porsi untuk menentukan kurikulum sebesar 70 persen," ujarnya.

Menurut Mendikbud, hal yang harus segera diantisipasi adalah pembangunan infrastruktur agar bisa selaras dengan pembangunan SMK. Ia berharap adanya kepedulian dari pemerintah daerah terhadap pengembangan SMK. "Kalau ada kawasan industri khusus, maka harus segera ada SMK yang jenisnya sesuai dengan kawasan tersebut. Contohnya 10 destinasi wisata baru, maka harus ada SMK Pariwisata di sana. (*)



Jakarta, 9 November 2018
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 225/Sipres/A5.3/HM/XI/2018

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2798 kali