Kemendikbud Bahas Dana Pendidikan dengan Kementerian Keuangan 23 Januari 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Sebagai upaya percepatan pembangunan pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membahas berbagai persoalan dengan Kementerian Keuangan. Topik yang dibahas dalam pertemuan itu, antara lain, mengenai guru honorer, revitalisasi SMK, dana perwalian kebudayaan serta penggunaan teknologi dan informasi dalam pembelajaran. Pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy dan Menteri Keuangan (Menkeu), berlangsung pada Selasa (23/1/2019), di kantor Kementerian Keuangan, Lapangan Banteng, Jakarta.
Mendikbud menyampaikan bahwa guru honorer masih sangat dibutuhkan sebagai guru pengganti karena adanya guru yang pensiun, penambahan sekolah baru, penambahan ruang kelas baru, atau sebagai pengganti guru yang meninggal maupun mengundurkan diri. "Namun karena ada moratorium maka berakibat pada penumpukan. Oleh karena itu, kami ingin menyelesaikan masalah guru honorer agar kami bisa mengangkat guru dengan jalur reguler” ujar Mendikbud, Muhadjir Effendy, kepada awak media seusai pertemuan.
Mendikbud menjelaskan, guru-guru honorer ini akan direkrut kemudian dilatih lagi agar kemampuannya meningkat.
“Kemarin kami sudah bicara ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), kalau bisa honornya diambil dari Dana Alokasi Umum (DAU). Jangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena pasti nanti sulit", ujar Muhadjir Effendy.
Dijelaskan Mendikbud, Kemendikbud sudah melakukan sensus terhadap guru honorer. Dari hasil sensus tersebut, dari 736 ribu guru honorer, ternyata 30 ribu guru honorer diantaranya sudah tidak ada di sekolah. "Sehingga kami melakukan pembersihan data untuk menghapus yang sudah tidak lagi menjadi guru honorer,” ujar Mendikbud.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani, menyambut positif dan mendukung langkah-langkah yang ditempuh Mendikbud dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. “Saya setuju dan mendukung agar ada semacam kemampuan influence dari pusat untuk bisa mempengaruhi atau bahkan memaksa daerah untuk bisa meningkatkan kualitas dan compliance (pemenuhan) mereka terhadap standar-standar yang kita inginkan” ujar Sri Mulyani.
Ditambahkan Sri Mulyani, persoalan guru sebenarnya terkait juga dengan lokasi sebab rasio antara jumlah guru dengan murid sudah bagus, tapi lokasinya tidak merata. "Yang perlu kita benahi adalah tata kelolanya. Saya hanya titip satu hal saja agar tata kelola guru kedepannya efisien dan tidak menimbulkan biaya tinggi maupun korupsi. Selain itu, jumlah guru juga perlu mencocokkan dengan kebutuhan guru mata pelajaran, jangan sampai salah,” Menkeu.
Revitalisasi SMK
Sejalan dengan program Presiden yang memprioritaskan pembangunan SMK Maritim, Pertanian, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif maka Kemendikbud berencana akan merekrut guru SMK dengan sistem kontrak dari kalangan profesional bersertifikat.
“Ada mata pelajaran yang ilmunya tidak bisa didapat hanya dari sekolah melainkan harus dari pengalaman kerja misalnya mualim kapal. Jadi biasanya para profesional ini mengambil cuti selama dua tahun. Ini bisa kita gunakan untuk mereka mengajar di SMK. Setelah selesai kontrak maka mereka akan kembali ke profesi semula” jelas Mendikbud.
Mendikbud menambahkan, saat ini sudah ada SMK yang mempunyai teaching factory, dan sudah diizinkan untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). “Teaching factory artinya dia sudah sesuai sistemnya dengan partner industrinya dan sudah mendapatkan pendapatan. Oleh karena itu, revitalisasi yang kita kembangkan adalah bagaimana mendorong mereka untuk menjadi BLU. Jadi kita investasikan lalu bisa kita lepas,” ujar Mendikbud.
Terkait dengan program revitalisasi SMK, Menkeu menjelaskan, bahwa revitalisasi SMK bukan hanya dari penambahan anggaran tapi bisa juga dari insentif yang diberikan misalnya kerjasama dengan swasta. “Contohnya Astra mau bangun beberapa SMK sehingga dia bisa mendapatkan double deduction dan kita bisa punya SMK dengan kualitas bagus”, ungkap Menkeu.
Jakarta, 24 Januari 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Nomor: 018/A5.3/Sipres/I/2019
Mendikbud menyampaikan bahwa guru honorer masih sangat dibutuhkan sebagai guru pengganti karena adanya guru yang pensiun, penambahan sekolah baru, penambahan ruang kelas baru, atau sebagai pengganti guru yang meninggal maupun mengundurkan diri. "Namun karena ada moratorium maka berakibat pada penumpukan. Oleh karena itu, kami ingin menyelesaikan masalah guru honorer agar kami bisa mengangkat guru dengan jalur reguler” ujar Mendikbud, Muhadjir Effendy, kepada awak media seusai pertemuan.
Mendikbud menjelaskan, guru-guru honorer ini akan direkrut kemudian dilatih lagi agar kemampuannya meningkat.
“Kemarin kami sudah bicara ke Badan Kepegawaian Negara (BKN), kalau bisa honornya diambil dari Dana Alokasi Umum (DAU). Jangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena pasti nanti sulit", ujar Muhadjir Effendy.
Dijelaskan Mendikbud, Kemendikbud sudah melakukan sensus terhadap guru honorer. Dari hasil sensus tersebut, dari 736 ribu guru honorer, ternyata 30 ribu guru honorer diantaranya sudah tidak ada di sekolah. "Sehingga kami melakukan pembersihan data untuk menghapus yang sudah tidak lagi menjadi guru honorer,” ujar Mendikbud.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani, menyambut positif dan mendukung langkah-langkah yang ditempuh Mendikbud dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. “Saya setuju dan mendukung agar ada semacam kemampuan influence dari pusat untuk bisa mempengaruhi atau bahkan memaksa daerah untuk bisa meningkatkan kualitas dan compliance (pemenuhan) mereka terhadap standar-standar yang kita inginkan” ujar Sri Mulyani.
Ditambahkan Sri Mulyani, persoalan guru sebenarnya terkait juga dengan lokasi sebab rasio antara jumlah guru dengan murid sudah bagus, tapi lokasinya tidak merata. "Yang perlu kita benahi adalah tata kelolanya. Saya hanya titip satu hal saja agar tata kelola guru kedepannya efisien dan tidak menimbulkan biaya tinggi maupun korupsi. Selain itu, jumlah guru juga perlu mencocokkan dengan kebutuhan guru mata pelajaran, jangan sampai salah,” Menkeu.
Revitalisasi SMK
Sejalan dengan program Presiden yang memprioritaskan pembangunan SMK Maritim, Pertanian, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif maka Kemendikbud berencana akan merekrut guru SMK dengan sistem kontrak dari kalangan profesional bersertifikat.
“Ada mata pelajaran yang ilmunya tidak bisa didapat hanya dari sekolah melainkan harus dari pengalaman kerja misalnya mualim kapal. Jadi biasanya para profesional ini mengambil cuti selama dua tahun. Ini bisa kita gunakan untuk mereka mengajar di SMK. Setelah selesai kontrak maka mereka akan kembali ke profesi semula” jelas Mendikbud.
Mendikbud menambahkan, saat ini sudah ada SMK yang mempunyai teaching factory, dan sudah diizinkan untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). “Teaching factory artinya dia sudah sesuai sistemnya dengan partner industrinya dan sudah mendapatkan pendapatan. Oleh karena itu, revitalisasi yang kita kembangkan adalah bagaimana mendorong mereka untuk menjadi BLU. Jadi kita investasikan lalu bisa kita lepas,” ujar Mendikbud.
Terkait dengan program revitalisasi SMK, Menkeu menjelaskan, bahwa revitalisasi SMK bukan hanya dari penambahan anggaran tapi bisa juga dari insentif yang diberikan misalnya kerjasama dengan swasta. “Contohnya Astra mau bangun beberapa SMK sehingga dia bisa mendapatkan double deduction dan kita bisa punya SMK dengan kualitas bagus”, ungkap Menkeu.
Jakarta, 24 Januari 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Nomor: 018/A5.3/Sipres/I/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2618 kali
Editor :
Dilihat 2618 kali