Aplikasi “Aku Pintar” Untuk Telusuri Minat dan Bakat Siswa 08 Februari 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Data Indonesia Career Center Network (ICCN) tahun 2017 menyebutkan lebih dari 71,7% orang bekerja tidak linier dengan pendidikannya dan lebih dari 87% pelajar dan mahasiswa tidak sesuai dengan minatnya ketika mengambil jurusan di sekolah maupun perkuliahan.
Kondisi ini menggugah sekumpulan anak muda untuk mengubah kondisi tersebut dengan menciptakan aplikasi “Aku Pintar” yang dapat digunakan untuk menelusuri minat dan bakat siswa.
Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud, Purwadi Sutanto, mengapresiasi dan mendukung kehadiran aplikasi ini. Ia mengharapkan dengan adanya aplikasi ini dapat mengubah paradigma masyarakat mengenai penjurusan pendidikan. “Saya melihat visi misi dari "Aku Pintar" ini sangat luar biasa. Mereka membuat suatu aplikasi yang menginspirasi anak-anak kita terutama siswa SMP, SMA, dan SMK agar mengenal diri lebih awal tentang bakat dan minat mereka. Dengan demikian, mereka akan lebih terarah dan tahu apa yang harus mereka kerjakan di masa depan,” demikian disampaikan Purwanto pada peluncuran aplikasi “Aku Pintar”, di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Lebih lanjut Purwadi mengungkapkan, saat ini kecenderungannya masih banyak orang tua yang belum sadar akan minat dan bakat anak-anaknya. “Mungkin ini bukan wahana satu-satunya di Indonesia, tapi ini merupakan suatu terobosan yang luar biasa dan saya mendukung sekali, terlebih lagi aplikasi ini gratis," ujar Purwadi.
Ditambahkan Purwadi, pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan sinergi antara orang tua, pemerintah dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menekankan bahwa peran orang tua sangat menentukan terhadap keberhasilan siswa. "Sekali lagi saya tekankan, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama. Memang pemerintah mendapat porsi agak berat karena negara harus hadir untuk memberikan pendidikan dan pengajaran kepada seluruh warga negara,” pungkas Purwadi.
Sementara itu CEO “Aku Pintar”, Luvianto Febri Handoko, menyampaikan bahwa lahirnya aplikasi ini bermula dari pengalaman pribadinya. Berdasarkan hal yang dialaminya, ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan tidak sesuai dengan profesinya saat ini.
Diceritakannya, saat sebagai siswa SMA, ada anggapan anak IPA itu keren, dan menjanjikan. Dan ia adalah salah seorang yang termakan dengan anggapan itu. Sehingga akhirnya diterima di jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan lulus tepat waktu dengan prestasi akademik maupun non akademik yang cukup baik. "Namun kemudian saya berkata kepada diri saya sendiri, sepertinya saya tidak cocok menjadi seorang insinyur teknik kimia. Sehingga kemudian saya melanjutkan S2 saya di jurusan manajemen. Untuk keseharian, saya adalah seorang wirausaha di bidang teknologi informasi. Tiga hal ini, yaitu teknik kimia, manajemen, dan teknologi informasi merupakan hal yang berbeda,” ungkap Febri.
Kondisi yang dialaminya ini, ternyata juga terjadi pada banyak orang. Hal inilah yang membuat Febri berusaha mencegah kejadian semacam ini berulang. “Melalui aplikasi "Aku Pintar", kami ingin menjawab sedini mungkin, para pelajar terutama SMA, SMK dan SMP untuk mulai memetakan dirinya agar ke depannya tidak salah jurusan,” ujarnya.
Sementara itu, Yohana Elizabeth Hardjadinata, seorang pemerhati pendidikan, menjelaskan bahwa siswa yang salah memilih jurusan kuliah akan berdampak pada ketidakmaksimalan dalam pekerjaan atau profesi yang akan digeluti. Hal ini mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat berprestasi. Selain itu, kemampuan maupun keterampilan yang dimilikinya tidak berkembang dengan baik. “Orang tua mempunyai peran penting dalam memberikan dukungan, mengetahui bakat dan minat anaknya dan memberikan bimbingan. Selain itu, kehadiran guru Bimbingan Konseling juga tidak kalah penting agar tidak terjadi lagi siswa yang salah jurusan,” jelas Elizabeth.
Jakarta, 7 Februari 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 024/A5.3/Sipres/II/2019
Kondisi ini menggugah sekumpulan anak muda untuk mengubah kondisi tersebut dengan menciptakan aplikasi “Aku Pintar” yang dapat digunakan untuk menelusuri minat dan bakat siswa.
Direktur Pembinaan SMA Kemendikbud, Purwadi Sutanto, mengapresiasi dan mendukung kehadiran aplikasi ini. Ia mengharapkan dengan adanya aplikasi ini dapat mengubah paradigma masyarakat mengenai penjurusan pendidikan. “Saya melihat visi misi dari "Aku Pintar" ini sangat luar biasa. Mereka membuat suatu aplikasi yang menginspirasi anak-anak kita terutama siswa SMP, SMA, dan SMK agar mengenal diri lebih awal tentang bakat dan minat mereka. Dengan demikian, mereka akan lebih terarah dan tahu apa yang harus mereka kerjakan di masa depan,” demikian disampaikan Purwanto pada peluncuran aplikasi “Aku Pintar”, di kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Lebih lanjut Purwadi mengungkapkan, saat ini kecenderungannya masih banyak orang tua yang belum sadar akan minat dan bakat anak-anaknya. “Mungkin ini bukan wahana satu-satunya di Indonesia, tapi ini merupakan suatu terobosan yang luar biasa dan saya mendukung sekali, terlebih lagi aplikasi ini gratis," ujar Purwadi.
Ditambahkan Purwadi, pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah melainkan sinergi antara orang tua, pemerintah dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, menekankan bahwa peran orang tua sangat menentukan terhadap keberhasilan siswa. "Sekali lagi saya tekankan, bahwa pendidikan adalah tanggung jawab kita bersama. Memang pemerintah mendapat porsi agak berat karena negara harus hadir untuk memberikan pendidikan dan pengajaran kepada seluruh warga negara,” pungkas Purwadi.
Sementara itu CEO “Aku Pintar”, Luvianto Febri Handoko, menyampaikan bahwa lahirnya aplikasi ini bermula dari pengalaman pribadinya. Berdasarkan hal yang dialaminya, ilmu yang telah didapat di bangku perkuliahan tidak sesuai dengan profesinya saat ini.
Diceritakannya, saat sebagai siswa SMA, ada anggapan anak IPA itu keren, dan menjanjikan. Dan ia adalah salah seorang yang termakan dengan anggapan itu. Sehingga akhirnya diterima di jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan lulus tepat waktu dengan prestasi akademik maupun non akademik yang cukup baik. "Namun kemudian saya berkata kepada diri saya sendiri, sepertinya saya tidak cocok menjadi seorang insinyur teknik kimia. Sehingga kemudian saya melanjutkan S2 saya di jurusan manajemen. Untuk keseharian, saya adalah seorang wirausaha di bidang teknologi informasi. Tiga hal ini, yaitu teknik kimia, manajemen, dan teknologi informasi merupakan hal yang berbeda,” ungkap Febri.
Kondisi yang dialaminya ini, ternyata juga terjadi pada banyak orang. Hal inilah yang membuat Febri berusaha mencegah kejadian semacam ini berulang. “Melalui aplikasi "Aku Pintar", kami ingin menjawab sedini mungkin, para pelajar terutama SMA, SMK dan SMP untuk mulai memetakan dirinya agar ke depannya tidak salah jurusan,” ujarnya.
Sementara itu, Yohana Elizabeth Hardjadinata, seorang pemerhati pendidikan, menjelaskan bahwa siswa yang salah memilih jurusan kuliah akan berdampak pada ketidakmaksimalan dalam pekerjaan atau profesi yang akan digeluti. Hal ini mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat berprestasi. Selain itu, kemampuan maupun keterampilan yang dimilikinya tidak berkembang dengan baik. “Orang tua mempunyai peran penting dalam memberikan dukungan, mengetahui bakat dan minat anaknya dan memberikan bimbingan. Selain itu, kehadiran guru Bimbingan Konseling juga tidak kalah penting agar tidak terjadi lagi siswa yang salah jurusan,” jelas Elizabeth.
Jakarta, 7 Februari 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 024/A5.3/Sipres/II/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 5811 kali
Editor :
Dilihat 5811 kali