Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan Dibahas Dalam RNPK 2019 10 Februari 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan bangsa dan negara. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertekad untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul di sektor pendidikan. Salah satu masalah pelik yang dihadapi saat ini adalah masalah guru.
Melalui Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2019 yang akan digelar pada 11 - 14 Februari mendatang, pengangkatan dan pemetaan guru menjadi salah satu pokok bahasan pada forum terbesar di bidang pendidikan dan kebudayaan itu. “Jadi ke depan kita menjadikan guru sebagai ibu pendidikan,” ujar Staf Ahli Mendikbud Bidang Inovasi dan Daya Saing sekaligus sebagai ketua steering comittee RNPK 2019, Ananto Kusuma Seta, dalam jumpa pers RNPK 2019 di kantor Kemendikbud, Jakarta, pada Jumat, (08/02/2019).
Ananto menjelaskan bahwa APBN tahun 2019 mencapai Rp2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sektor pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan.
Anggaran pendidikan terbesar ada di Kementerian Agama (Kemenag) yakni sebesar Rp 51,9 triliun (10,53%). Di posisi kedua Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebesar Rp40,2 triliun (8,14%). Sedangkan Kemendikbud menempati posisi ketiga dengan jumlah anggaran Rp 35,99 triliun (7,31%).
“Ini artinya bahwa tanggung jawab pendidikan semakin dilimpahkan ke daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu dan kewenangan juga semakin diperbesar. Tahun 2019, Kemendikbud sudah tidak lagi mengelola dana bantuan fisik karena langsung ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU PR) dan kami akan lebih fokus kepada pembinaan mutu, pengawasan, regulasi, dan afirmasi. Oleh karena itu, saya mohon kepada Bapak dan Ibu untuk bekerja sama dengan kami. Maju atau tidaknya pendidikan ditentukan oleh kinerja masing-masing kabupaten dan kota,” tambah Ananto.
Mengenai pengangkatan guru, saat ini guru yang pensiun setiap tahunnya mencapai 40-50 ribu guru setiap tahunnya. Hal ini dapat berdampak pada sistem belajar mengajar di sekolah sehingga tidak ada pilihan lain selain mengangkat guru PNS baru. Oleh karena itu, dibutuhkan diskusi untuk menindaklanjuti masalah penataan dan pengangkatan guru.
Ada kasus yang harus diselesaikan, antara lain proses distribusi guru agar tidak ada penumpukan guru di satu daerah, meningkatkan profesionalisme guru serta sistem reward sehingga di kemudian hari tunjangan guru berbasis pada kinerja, bukan hanya berbasis absensi. Dengan adanya sistem reward ini diharapkan ke depannya guru akan lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Ananto menambahkan, substansi profesionalisme dan tanggung jawab guru ini nanti akan banyak dibahas pada Rembuk Nasional 2019. “Ini kan nanti yang akan kita bahas, tidak sebatas rekrutmen yang 100.000 tetapi pemenuhan guru nya yang sudah disepakati untuk terselesaikan sampai tahun 2024, tidak hanya untuk menggantikan guru honorer yang kualitasnya tidak bagus, tetapi juga untuk menggantikan yang pensiun karena adanya kebutuhan penambahan akses terutama yang pendidikan menengah. Ini kan aksesnya diperluas seperti dengan wajib belajar 12 tahun, pastinya tambah murid, tambah sekolah, tambah guru. Semua ini akan dibahas bersama,” jelas Ananto.
Selain masalah rekrutmen guru, pendidikan guru pun tidak bisa begitu saja diabaikan. Selama ini masih belum ada lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk jurusan tertentu, padahal dibutuhkan. Oleh karena itu, Kemendikbud berinisiatif untuk menggunakan jasa para profesional di bidangnya yang memang memiliki sertifikat keahlian tertentu, misalnya pelaut.
Nantinya, para profesional ini akan dididik untuk penguatan pedagogi sehingga bisa setara dengan guru. “Walaupun memang di dalam undang-undang guru terminologi guru itu ada definisinya, bisa jadi nanti bunyinya bukan guru, tapi instruktur, agar sesuai dengan kaidah yang ada,” terang Ananto.
Kerjasama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tidak kalah penting karena Kemenristekdikti adalah pencetak lulusan perguruan tinggi. Harus ada revitalisasi di dalamnya agar bisa mencetak guru-guru terbaik terlebih lagi untuk guru vokasi tertentu yang saat ini belum ada. “Kalau guru matematika ada jurusannya , tapi untuk guru kelautan, SMK pertanian, guru SMK IT, industri kreatif, itu tidak disiapkan di perguruan tinggi, sehingga kita menjaring anak-anak lulusan umum itu ditambah dengan kemampuan pedagoginya,” tambah Ananto.
Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan akan diselenggarakan pada 11 s.d. 14 Februari 2019 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pegawai Kemendikbud, Bojongsari, Depok, Jawa Barat. Acara ini rencananya akan dihadiri sekitar 1.200 peserta, terdiri atas pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan seluruh Indonesia, di antaranya, para kepala dinas pendidikan dan kebudayaan baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, para pelaku dunia usaha dunia industri (DUDI) sebagai pengguna lulusan vokasi, serta beberapa kepala daerah.
Jakarta, 9 Februari 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman:www.kemendikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor:028/A5.3/Sipres/II/2019
Melalui Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) 2019 yang akan digelar pada 11 - 14 Februari mendatang, pengangkatan dan pemetaan guru menjadi salah satu pokok bahasan pada forum terbesar di bidang pendidikan dan kebudayaan itu. “Jadi ke depan kita menjadikan guru sebagai ibu pendidikan,” ujar Staf Ahli Mendikbud Bidang Inovasi dan Daya Saing sekaligus sebagai ketua steering comittee RNPK 2019, Ananto Kusuma Seta, dalam jumpa pers RNPK 2019 di kantor Kemendikbud, Jakarta, pada Jumat, (08/02/2019).
Ananto menjelaskan bahwa APBN tahun 2019 mencapai Rp2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sektor pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan.
Anggaran pendidikan terbesar ada di Kementerian Agama (Kemenag) yakni sebesar Rp 51,9 triliun (10,53%). Di posisi kedua Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebesar Rp40,2 triliun (8,14%). Sedangkan Kemendikbud menempati posisi ketiga dengan jumlah anggaran Rp 35,99 triliun (7,31%).
“Ini artinya bahwa tanggung jawab pendidikan semakin dilimpahkan ke daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan anggaran yang semakin besar dari waktu ke waktu dan kewenangan juga semakin diperbesar. Tahun 2019, Kemendikbud sudah tidak lagi mengelola dana bantuan fisik karena langsung ditangani oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU PR) dan kami akan lebih fokus kepada pembinaan mutu, pengawasan, regulasi, dan afirmasi. Oleh karena itu, saya mohon kepada Bapak dan Ibu untuk bekerja sama dengan kami. Maju atau tidaknya pendidikan ditentukan oleh kinerja masing-masing kabupaten dan kota,” tambah Ananto.
Mengenai pengangkatan guru, saat ini guru yang pensiun setiap tahunnya mencapai 40-50 ribu guru setiap tahunnya. Hal ini dapat berdampak pada sistem belajar mengajar di sekolah sehingga tidak ada pilihan lain selain mengangkat guru PNS baru. Oleh karena itu, dibutuhkan diskusi untuk menindaklanjuti masalah penataan dan pengangkatan guru.
Ada kasus yang harus diselesaikan, antara lain proses distribusi guru agar tidak ada penumpukan guru di satu daerah, meningkatkan profesionalisme guru serta sistem reward sehingga di kemudian hari tunjangan guru berbasis pada kinerja, bukan hanya berbasis absensi. Dengan adanya sistem reward ini diharapkan ke depannya guru akan lebih terpacu untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Ananto menambahkan, substansi profesionalisme dan tanggung jawab guru ini nanti akan banyak dibahas pada Rembuk Nasional 2019. “Ini kan nanti yang akan kita bahas, tidak sebatas rekrutmen yang 100.000 tetapi pemenuhan guru nya yang sudah disepakati untuk terselesaikan sampai tahun 2024, tidak hanya untuk menggantikan guru honorer yang kualitasnya tidak bagus, tetapi juga untuk menggantikan yang pensiun karena adanya kebutuhan penambahan akses terutama yang pendidikan menengah. Ini kan aksesnya diperluas seperti dengan wajib belajar 12 tahun, pastinya tambah murid, tambah sekolah, tambah guru. Semua ini akan dibahas bersama,” jelas Ananto.
Selain masalah rekrutmen guru, pendidikan guru pun tidak bisa begitu saja diabaikan. Selama ini masih belum ada lulusan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk jurusan tertentu, padahal dibutuhkan. Oleh karena itu, Kemendikbud berinisiatif untuk menggunakan jasa para profesional di bidangnya yang memang memiliki sertifikat keahlian tertentu, misalnya pelaut.
Nantinya, para profesional ini akan dididik untuk penguatan pedagogi sehingga bisa setara dengan guru. “Walaupun memang di dalam undang-undang guru terminologi guru itu ada definisinya, bisa jadi nanti bunyinya bukan guru, tapi instruktur, agar sesuai dengan kaidah yang ada,” terang Ananto.
Kerjasama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tidak kalah penting karena Kemenristekdikti adalah pencetak lulusan perguruan tinggi. Harus ada revitalisasi di dalamnya agar bisa mencetak guru-guru terbaik terlebih lagi untuk guru vokasi tertentu yang saat ini belum ada. “Kalau guru matematika ada jurusannya , tapi untuk guru kelautan, SMK pertanian, guru SMK IT, industri kreatif, itu tidak disiapkan di perguruan tinggi, sehingga kita menjaring anak-anak lulusan umum itu ditambah dengan kemampuan pedagoginya,” tambah Ananto.
Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan akan diselenggarakan pada 11 s.d. 14 Februari 2019 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pegawai Kemendikbud, Bojongsari, Depok, Jawa Barat. Acara ini rencananya akan dihadiri sekitar 1.200 peserta, terdiri atas pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan seluruh Indonesia, di antaranya, para kepala dinas pendidikan dan kebudayaan baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, para pelaku dunia usaha dunia industri (DUDI) sebagai pengguna lulusan vokasi, serta beberapa kepala daerah.
Jakarta, 9 Februari 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman:www.kemendikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor:028/A5.3/Sipres/II/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3920 kali
Editor :
Dilihat 3920 kali