Kemendikbud Berbagi Praktik Baik Pengelolaan dan Peningkatan Kompetensi Guru pada Delegasi Nigeria 26 Maret 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Supriano, menerima kunjungan delegasi Negara Nigeria yang melakukan studi banding ke Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, soal akses dan mutu pendidikan, serta pendistribusian guru turut menjadi perhatian delegasi Nigeria.
Dalam pertemuan itu, Dirjen GTK, Supriano, menjelaskan mengenai 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk mewujudkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu di antaranya yaitu standar pendidik dan tenaga kependidikan. “Inilah yang ditangani oleh Ditjen GTK. Standar pendidik dan tenaga kependidikan umum terdiri dari pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sedangkan untuk karir guru berjenjang, terdiri atas guru pertama, guru muda, guru madya, dan guru utama. Guru utama inilah yang menjadi calon-calon kepala sekolah,” jelas Supriano, dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung D, Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Selanjutnya Supriano, menjelaskan mengenai pengaturan redistribusi guru, yang berada di bawah kewenangan pemerintah daerah sejak diberlakukannya otonomi daerah. “Dahulu, seluruh guru di Indonesia diatur oleh Pemerintah Pusat. Namun sejak tahun 2003, terjadi desentralisasi pendidikan termasuk guru. Sehingga sejak itu, guru menjadi kewenangan pemerintah daerah,” ungkapnya.
Diakui Supriano, masalah redistribusi guru yang belum merata menjadi perhatian besar Pemerintah. “Kami masih memiliki masalah mengenai jumlah guru. Sebenarnya rasio antara jumlah guru dengan siswa di Indonesia sudah bagus yaitu 1 berbanding 17. Namun masalahnya terletak pada redistribusi guru, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), sehingga kami masih memerlukan guru honorer yang saat ini berjumlah 735.825 orang,” tuturnya.
Dilanjutkan Supriano, dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, menyelenggarakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG). “Kami memiliki dua sistem Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk meningkatkan kompetensi guru. Pertama yaitu PPG pra jabatan (36-40 sks selama 2 semester) dan PPG dalam jabatan (minimal 24 sks dalam 1 semester),” terangnya.
Selain itu, ditambahkan Supriano, saat ini pemerintah sedang menggalakkan sistem zonasi, termasuk untuk pelatihan guru. “Saat ini, kami memiliki program berbasiskan zona. Kami tidak lagi mengundang para guru untuk melakukan program pelatihan. Kami mengalihkan kewenangannya kepada daerah yang diurus oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Selain itu, untuk menjadi kandidat kepala sekolah, seorang guru, di samping memiliki kinerja yang baik, juga harus mengikuti 300 jam pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah. Jika kepala sekolah tidak memiliki sertifikat ini, maka negara tidak akan membayar tunjangannya,” jelasnya.
Ketua delegasi Nigeria, Olatunde Adetoyese Adekola mengatakan, dirinya sangat senang karena Kemendikbud bersedia untuk berbagi praktik baik dengan Nigeria. “Saya sangat senang dengan adanya pertemuan ini. Saya harap, apa yang telah disampaikan menjadi catatan bagi kami dalam upaya perbaikan mutu pendidikan di Nigeria,” ungkapnya.
Usai pertemuan, Supriano, menjelaskan maksud kedatangan rombongan delegasi dari Nigeria. “Mereka kan studi banding untuk melihat apa yang sudah kita lakukan di sini, pada sistem pendidikan kita, karena di Nigeria hampir mirip-mirip. Mereka ada federal di pusat, kemudian ada state atau provinsi. Hanya saja tidak ada kabupaten/kota. Dan di sana mirip dengan kita, di mana penduduknya tidak homogen, agamanya pun beda-beda. Sehingga mereka di sini ingin melihat mutu pendidikan kita, termasuk bagaimana mengenai peningkatan kompetensi guru serta pendistribusian guru. Ini merupakan proyek Bank Dunia. Mungkin salah satu item-nya studi banding untuk mencari model,” pungkasnya.
Jakarta, 26 Maret 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : SIARAN PERS Nomor: 106/Sipres/A5.3/HM/III/2019
Dalam pertemuan itu, Dirjen GTK, Supriano, menjelaskan mengenai 8 Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk mewujudkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu di antaranya yaitu standar pendidik dan tenaga kependidikan. “Inilah yang ditangani oleh Ditjen GTK. Standar pendidik dan tenaga kependidikan umum terdiri dari pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sedangkan untuk karir guru berjenjang, terdiri atas guru pertama, guru muda, guru madya, dan guru utama. Guru utama inilah yang menjadi calon-calon kepala sekolah,” jelas Supriano, dalam pertemuan yang berlangsung di Gedung D, Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Senin (25/3/2019).
Selanjutnya Supriano, menjelaskan mengenai pengaturan redistribusi guru, yang berada di bawah kewenangan pemerintah daerah sejak diberlakukannya otonomi daerah. “Dahulu, seluruh guru di Indonesia diatur oleh Pemerintah Pusat. Namun sejak tahun 2003, terjadi desentralisasi pendidikan termasuk guru. Sehingga sejak itu, guru menjadi kewenangan pemerintah daerah,” ungkapnya.
Diakui Supriano, masalah redistribusi guru yang belum merata menjadi perhatian besar Pemerintah. “Kami masih memiliki masalah mengenai jumlah guru. Sebenarnya rasio antara jumlah guru dengan siswa di Indonesia sudah bagus yaitu 1 berbanding 17. Namun masalahnya terletak pada redistribusi guru, terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), sehingga kami masih memerlukan guru honorer yang saat ini berjumlah 735.825 orang,” tuturnya.
Dilanjutkan Supriano, dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, pemerintah dalam hal ini Kemendikbud, menyelenggarakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG). “Kami memiliki dua sistem Pendidikan Profesi Guru (PPG) untuk meningkatkan kompetensi guru. Pertama yaitu PPG pra jabatan (36-40 sks selama 2 semester) dan PPG dalam jabatan (minimal 24 sks dalam 1 semester),” terangnya.
Selain itu, ditambahkan Supriano, saat ini pemerintah sedang menggalakkan sistem zonasi, termasuk untuk pelatihan guru. “Saat ini, kami memiliki program berbasiskan zona. Kami tidak lagi mengundang para guru untuk melakukan program pelatihan. Kami mengalihkan kewenangannya kepada daerah yang diurus oleh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Selain itu, untuk menjadi kandidat kepala sekolah, seorang guru, di samping memiliki kinerja yang baik, juga harus mengikuti 300 jam pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah. Jika kepala sekolah tidak memiliki sertifikat ini, maka negara tidak akan membayar tunjangannya,” jelasnya.
Ketua delegasi Nigeria, Olatunde Adetoyese Adekola mengatakan, dirinya sangat senang karena Kemendikbud bersedia untuk berbagi praktik baik dengan Nigeria. “Saya sangat senang dengan adanya pertemuan ini. Saya harap, apa yang telah disampaikan menjadi catatan bagi kami dalam upaya perbaikan mutu pendidikan di Nigeria,” ungkapnya.
Usai pertemuan, Supriano, menjelaskan maksud kedatangan rombongan delegasi dari Nigeria. “Mereka kan studi banding untuk melihat apa yang sudah kita lakukan di sini, pada sistem pendidikan kita, karena di Nigeria hampir mirip-mirip. Mereka ada federal di pusat, kemudian ada state atau provinsi. Hanya saja tidak ada kabupaten/kota. Dan di sana mirip dengan kita, di mana penduduknya tidak homogen, agamanya pun beda-beda. Sehingga mereka di sini ingin melihat mutu pendidikan kita, termasuk bagaimana mengenai peningkatan kompetensi guru serta pendistribusian guru. Ini merupakan proyek Bank Dunia. Mungkin salah satu item-nya studi banding untuk mencari model,” pungkasnya.
Jakarta, 26 Maret 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : SIARAN PERS Nomor: 106/Sipres/A5.3/HM/III/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 801 kali
Editor :
Dilihat 801 kali