Kuatkan Sinergisitas, Kemendikbud Sosialisasikan Kebijakan Pada Pemangku Kepentingan 12 Maret 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Dalam upaya menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, diperlukan peran serta berbagai pihak, mulai dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Agar semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, diperlukan peraturan yang dapat mengikat semua pihak.
Begitu pun dengan kebijakan, agar kebijakan bidang pendidikan dan kebudayaan dapat terlaksana dengan optimal perlu dituangkan dalam bentuk program-program. Terlaksananya program-program tersebut sangat tergantung dari koordinasi antar pihak terkait. Agar setiap program dapat berjalan sinkron dan harmonis diperlukan sinergisitas antara Pemerintah dan pemerintah daerah.
“Pada hari ini kita akan membahas isu yang sangat penting, terutama yang terkait dengan kebijakan-kebijakan Kemendikbud yang akan segera diterapkan. Mulai tahun ini, fokus pemerintah di bidang pendidikan terkait dengan peningkatan mutu. Kemendikbud mulai menata dan mengevaluasi kembali tentang Standar Nasional Pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah mulai me- review kembali. Kemudian ada kegiatan penjaminan mutu yang kewenangannya diberikan kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Hasil dari penjaminan mutu yang sifatnya formatif inilah yang nanti akan dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan dinas pendidikan mengenai apa yang harus diperbaiki di sekolah kita, " demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikdasmen Kemendikbud), Hamid Muhammad, saat membuka kegiatan Sosialisasi Kebijakan/Peraturan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (11/3/2019).
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka Standar Pelayanan Minimal (SPM) tidak lagi dimaknai dalam kontekstual sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria. Batasan pengertian SPM secara tekstual memang tidak berubah, yaitu bahwa SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal. Namun terdapat perubahan mendasar dalam pengaturan mengenai jenis pelayanan dasar dan mutu pelayanan dasar, kriteria penetapan SPM, dan mekanisme penerapan SPM. “Terkait dengan UU Pemerintahan Daerah yang disitu amanatnya adalah bagaimana setiap daerah bisa menjamin pelayanan minimal terhadap anak-anak kita mulai PAUD, SD, SMP, SMA, SMK dan SLB. Ini nanti yang akan dijelaskan oleh rekan-rekan dari Kemendagri karena ada Peraturan Pemerintah (PP) nya, Peraturan Mendikbud (Permendikbud) tentang teknis SPM-nya, serta Edaran Mendagri yang perlu diketahui bersama. Inilah yang harus kita upayakan yang bermuara terhadap peningkatan mutu pendidikan,” ujar Dirjen Hamid.
Menurut Dirjen Hamid, salah satu pokok bahasan dalam sosialisasi ini, adalah tentang zonasi. Melalui sistem zonasi diharapkan dapat menjamin pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. “Sejak tahun 2017, Kemendikbud telah menggulirkan sistem zonasi. Kita masih ingat sistem zonasi pertama kali diluncurkan ketika kita akan melakukan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) secara massal pada 2016. Bagaimana UNBK dilaksanakan berbasis zona. Waktu itu belum banyak unit komputer, sehingga kita berbagi fasilitas. Jenjang SMP menggunakan fasilitas SMA/SMK, dan demikian pula sebaliknya. Kemudian tahun 2017, mulailah kita menerapkannya pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pada PPDB tahun 2019 adalah ketiga kalinya kita melaksanakan sistem zonasi dan kita tahu bahwa sistem zonasi ini bukan hanya untuk PPDB, UNBK, melainkan jauh lebih luas lagi,” terang Dirjen Hamid.
Dilanjutkan Hamid, melalui sistem zonasi, ada beberapa masalah yang akan dibenahi, antara lain, (1) PPDB yang merujuk pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 yang mempertegas Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, artinya pemerintah daerah harus menetapkan zona SD, SMP, SMA. Sampai saat ini di tingkat SMP, baru 234 kabupaten/kota yang menetapkan zonasi, masih ada 280 kabupaten/kota lagi belum menetapkannya. Adapun untuk tingkat SMA (provinsi), terdapat 18 provinsi yang sudah menetapkan, tinggal 16 provinsi yang belum menetapkan; (2) Penghitungan data anak-anak yang akan masuk ke jenjang SD, SMP, SMA maupun SMK, agar dapat menghitung daya tampungnya sehingga lebih mudah mengaturnya; (3) Redistribusi dan pembinaan guru-guru yang akan dilakukan oleh Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK). Ke depan, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) akan berbasis zona di semua daerah.
Redistribusi guru harus dilakukan agar jangan sampai guru-guru menumpuk di satu tempat karena kalau tidak diselesaikan, berapapun jumlah guru yang diangkat, tidak akan mencukupi.
Selanjutnya, (4) Pembinaan kesiswaan. Terdapat berbagai kegiatan yang pada akhirnya bermuara di tingkat nasional maupun internasional. Ke depan, penyeleksian akan dilakukan berbasis zona. Dari zona ke tingkat kabupaten/kota, lalu ke tingkat provinsi, nasional, sampai ke tingkat internasional. Dengan cara itu, anak-anak yang memiliki potensi, dimanapun mereka berada, pasti akan masuk pada sistem merit; (5) Penilaian. Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI), rencananya akan dilaksanakan mirip dengan tes Programme for International Student Assessment (PISA) maupun tes Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) yang biasanya dilakukan setiap 3 tahun di tingkat internasional, akan diterapkan di Indonesia. AKSI ini dipersiapkan jika Ujian Nasional (UN) kedepannya tidak ada lagi. Tujuan AKSI dilaksanakan adalah agar tetap ada barometer untuk mengukur kemampuan siswa. AKSI ini nantinya tidak lagi dilakukan pada setiap akhir masa studi melainkan akan dilaksanakan pada siswa kelas 3, 5, 8, dan 11. Namun jika UN masih terus berlaku, maka AKSI akan dilakukan sebagai survei di semua sekolah.
Selain pembahasan tentang zonasi, pada kegiatan ini juga akan dibahas masalah-masalah lainnya, antara lain, tentang Komite Sekolah. “Sebagai contoh di Sumatera Barat ada kepala SMA yang kena saber pungli. Padahal saya sudah sampaikan kalau ada kepala sekolah yang kena saber pungli, segera kontak Pak Irjen, dan Irjen akan siap menjelaskan kepada tim saber pungli. Karena 2 tahun yang lalu, tim saber pungli pusat datang bersama-sama kita untuk mendiskusikan masalah ini,” ucap Dirjen Hamid.
Masalah kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah pun tidak luput dari perhatian Kemendikbud. “Masa pengenalan lingkungan sekolah juga akan kita bahas. Jangan sampai kita lengah dan muncul kasus kekerasan pada saat masa pengenalan sekolah maupun pada saat siswa baru dikukuhkan di kegiatan ekstrakurikuler, serta harus menjaga agar jangan sampai ada kekerasan antara guru dengan murid, orang tua dengan guru dan seterusnya,” pungkas Dirjen Hamid.
Sementara itu, Sekretaris Dirjen Dikdasmen, Sutanto, menuturkan bahwa tujuan sosialisasi ini adalah untuk memberikan pemahaman terhadap peraturan dan kebijakan bidang pendidikan dasar dan menengah serta untuk mengetahui perkembangan atas pelaksanaan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah terbit pada tahun sebelumnya. “Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain adalah agar peserta memiliki persepsi yang sama terhadap peraturan yang telah diterbitkan dan dapat disosialisasikan lebih lanjut kepada para stakeholders di wilayah binaan para peserta, dan dapat diimplementasikan secara optimal,” kata Sutanto.
Kegiatan ini dihadiri oleh 147 peserta yang terdiri dari kepala dinas pendidikan provinsi, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, pengawas, ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dewan pendidikan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).*
Jakarta, 11 Maret 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Nomor: 084/Sipres/A5.3/HM/III/2019
Sumber :
Begitu pun dengan kebijakan, agar kebijakan bidang pendidikan dan kebudayaan dapat terlaksana dengan optimal perlu dituangkan dalam bentuk program-program. Terlaksananya program-program tersebut sangat tergantung dari koordinasi antar pihak terkait. Agar setiap program dapat berjalan sinkron dan harmonis diperlukan sinergisitas antara Pemerintah dan pemerintah daerah.
“Pada hari ini kita akan membahas isu yang sangat penting, terutama yang terkait dengan kebijakan-kebijakan Kemendikbud yang akan segera diterapkan. Mulai tahun ini, fokus pemerintah di bidang pendidikan terkait dengan peningkatan mutu. Kemendikbud mulai menata dan mengevaluasi kembali tentang Standar Nasional Pendidikan. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah mulai me- review kembali. Kemudian ada kegiatan penjaminan mutu yang kewenangannya diberikan kepada Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Hasil dari penjaminan mutu yang sifatnya formatif inilah yang nanti akan dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan dinas pendidikan mengenai apa yang harus diperbaiki di sekolah kita, " demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikdasmen Kemendikbud), Hamid Muhammad, saat membuka kegiatan Sosialisasi Kebijakan/Peraturan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (11/3/2019).
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka Standar Pelayanan Minimal (SPM) tidak lagi dimaknai dalam kontekstual sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria. Batasan pengertian SPM secara tekstual memang tidak berubah, yaitu bahwa SPM merupakan ketentuan mengenai Jenis Pelayanan Dasar dan Mutu Pelayanan Dasar yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal. Namun terdapat perubahan mendasar dalam pengaturan mengenai jenis pelayanan dasar dan mutu pelayanan dasar, kriteria penetapan SPM, dan mekanisme penerapan SPM. “Terkait dengan UU Pemerintahan Daerah yang disitu amanatnya adalah bagaimana setiap daerah bisa menjamin pelayanan minimal terhadap anak-anak kita mulai PAUD, SD, SMP, SMA, SMK dan SLB. Ini nanti yang akan dijelaskan oleh rekan-rekan dari Kemendagri karena ada Peraturan Pemerintah (PP) nya, Peraturan Mendikbud (Permendikbud) tentang teknis SPM-nya, serta Edaran Mendagri yang perlu diketahui bersama. Inilah yang harus kita upayakan yang bermuara terhadap peningkatan mutu pendidikan,” ujar Dirjen Hamid.
Menurut Dirjen Hamid, salah satu pokok bahasan dalam sosialisasi ini, adalah tentang zonasi. Melalui sistem zonasi diharapkan dapat menjamin pemerataan mutu pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. “Sejak tahun 2017, Kemendikbud telah menggulirkan sistem zonasi. Kita masih ingat sistem zonasi pertama kali diluncurkan ketika kita akan melakukan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) secara massal pada 2016. Bagaimana UNBK dilaksanakan berbasis zona. Waktu itu belum banyak unit komputer, sehingga kita berbagi fasilitas. Jenjang SMP menggunakan fasilitas SMA/SMK, dan demikian pula sebaliknya. Kemudian tahun 2017, mulailah kita menerapkannya pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pada PPDB tahun 2019 adalah ketiga kalinya kita melaksanakan sistem zonasi dan kita tahu bahwa sistem zonasi ini bukan hanya untuk PPDB, UNBK, melainkan jauh lebih luas lagi,” terang Dirjen Hamid.
Dilanjutkan Hamid, melalui sistem zonasi, ada beberapa masalah yang akan dibenahi, antara lain, (1) PPDB yang merujuk pada Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 yang mempertegas Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018, artinya pemerintah daerah harus menetapkan zona SD, SMP, SMA. Sampai saat ini di tingkat SMP, baru 234 kabupaten/kota yang menetapkan zonasi, masih ada 280 kabupaten/kota lagi belum menetapkannya. Adapun untuk tingkat SMA (provinsi), terdapat 18 provinsi yang sudah menetapkan, tinggal 16 provinsi yang belum menetapkan; (2) Penghitungan data anak-anak yang akan masuk ke jenjang SD, SMP, SMA maupun SMK, agar dapat menghitung daya tampungnya sehingga lebih mudah mengaturnya; (3) Redistribusi dan pembinaan guru-guru yang akan dilakukan oleh Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK). Ke depan, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) akan berbasis zona di semua daerah.
Redistribusi guru harus dilakukan agar jangan sampai guru-guru menumpuk di satu tempat karena kalau tidak diselesaikan, berapapun jumlah guru yang diangkat, tidak akan mencukupi.
Selanjutnya, (4) Pembinaan kesiswaan. Terdapat berbagai kegiatan yang pada akhirnya bermuara di tingkat nasional maupun internasional. Ke depan, penyeleksian akan dilakukan berbasis zona. Dari zona ke tingkat kabupaten/kota, lalu ke tingkat provinsi, nasional, sampai ke tingkat internasional. Dengan cara itu, anak-anak yang memiliki potensi, dimanapun mereka berada, pasti akan masuk pada sistem merit; (5) Penilaian. Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI), rencananya akan dilaksanakan mirip dengan tes Programme for International Student Assessment (PISA) maupun tes Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) yang biasanya dilakukan setiap 3 tahun di tingkat internasional, akan diterapkan di Indonesia. AKSI ini dipersiapkan jika Ujian Nasional (UN) kedepannya tidak ada lagi. Tujuan AKSI dilaksanakan adalah agar tetap ada barometer untuk mengukur kemampuan siswa. AKSI ini nantinya tidak lagi dilakukan pada setiap akhir masa studi melainkan akan dilaksanakan pada siswa kelas 3, 5, 8, dan 11. Namun jika UN masih terus berlaku, maka AKSI akan dilakukan sebagai survei di semua sekolah.
Selain pembahasan tentang zonasi, pada kegiatan ini juga akan dibahas masalah-masalah lainnya, antara lain, tentang Komite Sekolah. “Sebagai contoh di Sumatera Barat ada kepala SMA yang kena saber pungli. Padahal saya sudah sampaikan kalau ada kepala sekolah yang kena saber pungli, segera kontak Pak Irjen, dan Irjen akan siap menjelaskan kepada tim saber pungli. Karena 2 tahun yang lalu, tim saber pungli pusat datang bersama-sama kita untuk mendiskusikan masalah ini,” ucap Dirjen Hamid.
Masalah kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah pun tidak luput dari perhatian Kemendikbud. “Masa pengenalan lingkungan sekolah juga akan kita bahas. Jangan sampai kita lengah dan muncul kasus kekerasan pada saat masa pengenalan sekolah maupun pada saat siswa baru dikukuhkan di kegiatan ekstrakurikuler, serta harus menjaga agar jangan sampai ada kekerasan antara guru dengan murid, orang tua dengan guru dan seterusnya,” pungkas Dirjen Hamid.
Sementara itu, Sekretaris Dirjen Dikdasmen, Sutanto, menuturkan bahwa tujuan sosialisasi ini adalah untuk memberikan pemahaman terhadap peraturan dan kebijakan bidang pendidikan dasar dan menengah serta untuk mengetahui perkembangan atas pelaksanaan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah terbit pada tahun sebelumnya. “Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini antara lain adalah agar peserta memiliki persepsi yang sama terhadap peraturan yang telah diterbitkan dan dapat disosialisasikan lebih lanjut kepada para stakeholders di wilayah binaan para peserta, dan dapat diimplementasikan secara optimal,” kata Sutanto.
Kegiatan ini dihadiri oleh 147 peserta yang terdiri dari kepala dinas pendidikan provinsi, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota, pengawas, ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) dan ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dewan pendidikan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).*
Jakarta, 11 Maret 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Nomor: 084/Sipres/A5.3/HM/III/2019
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 7364 kali
Editor :
Dilihat 7364 kali