Dari Hadiah Sapu dan Tempat Sampah, Menjadi Sekolah Percontohan Kebersihan Lingkungan 28 April 2019 ← Back
Jambi, Kemendikbud --- Berawal dari hadiah berupa sapu dan tempat sampah karena menjadi salah satu sekolah terkotor di tingkat kabupaten. Kini SDN 64/VII Sukasari II Jambi menjadi sekolah percontohan di bidang kebersihan lingkungan.
Berawal dari hadiah sapu dan tempat sampah tersebut, sejak itu, kepala sekolah beserta guru, siswa, dan didukung orang tua, berusaha bangkit. Diawali dengan mengumpulkan sampah yang membuat kotor sekolah menjadi kotor, kemudian diolah menjadi sesuatu yang indah dan bermanfaat.
Kepala Sekolah SDN 64/VII Sukasari II, Jambi, Nengrosmadi, menceritakan dahulu sekolahnya dijuluki kuburan karena kotor, sehingga tidak ada yang tertarik. Berkat binaan dan bantuan dari Kemendikbud dan dinas pendidikan, sekolahnya sekarang menjadi bersih dan disegani. “Sekolah kami dulu dijuluki SD kuburan. Sejak itu, para guru berupaya untuk meningkatkan sekolah ini, berawal dari sampah, kini sekolah kami menjadi terkenal. Kami mempromosikan sekolah kami sebagai 'sekolah sampah',” ujar Nengrosmadi, yang ditemui di stan pameran Gebyar Hardiknas 2019, di LPMPJambi, Kamis (25/4/2019).
Sinergi antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menjadikan sekolah ini bangkit dan percaya diri dan siap mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. “Kami ingin go international. Saat ini sekolah kami sedang diajukan ke tingkat ASEAN, mengikuti ASEAN ISO Education Award, lomba
sekolah lingkungan tingkat ASEAN. Dinas pendidikan mendukung menyiapkan operasional promosi. Sedangkan LPMP menjadi pembina sekolah kami sejak ketika masih menjadi sekolah terkotor dari tahun 2004 sampai 2006.” tutur Nengrosmasdi.
Nurbaini, orang tua siswa SDN 64/VII Sukasari II Jambi, menceritakan, bahwa saat ini anaknya sudah dapat memilah sampah yang ada di rumah, selanjutnya dibawa ke sekolah guna menghasilkan karya daur ulang yang bermanfaat. “Anak-anak dari rumah sudah dapat memilah sampah, antara sampah yang dapat mengurai dan tidak dapat mengurai, kemudian dibawa ke sekolah. Selanjutnya sampah tersebut diolah. Anak-anak menjadi lebih terampil. Di rumah sampah kita jadi lebih sedikit dan di sekolah kita bisa bikin ecobrick.” ujar ibu yang berprofesi sebagai guru ini.
Riri, siswa SDN 64/VII Sukasari II Jambi, menceritakan bahwa kesenangannya mengumpulkan dan memilah sampah sempat menjadi bahan ejekan teman-teman dan kerabatnya. Namun, dia tidak patah semangat. Siswa kelas 4 ini malah semakin giat menjaga kebersihan dengan mengumpulkan sampah dimanapun berada. Kebiasaan baiknya ini diganjar apresiasi dengan menjadikannya sebagai Duta Lingkungan Hidup di sekolahnya. “Saya paling banyak ngumpulin sampah, beres-beresin dengan ngambil sampah yang sudah masuk ke tempat sampah. Senang menjadi duta lingkungan, senang membuat ecobrick, ngumpul-ngumpul sampah yang tidak kotor, hanya yang bersih. Pernah diledekin teman-teman juga.” ujar Riri yang bercita-cita menjadi polwan (polisi wanita) ini.
Dengan dukungan keluarga, sekolah, dan lingkungan menjadikan Riri sebagai anak bangsa yang berkarakter dan berintegritas. Berawal dari memilah sampah, melangkah menjadi generasi emas untuk membangun bangsa.
Kegiatan mengubah sampah menjadi barang yang bermanfaat oleh siswa yang didukung guru dan orang tua merupakan wujud dari Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Nengrosmadi berharap, para guru dan tenaga kependidikan dapat terus memberikan pendidikan dan teladan kepada anak didiknya tentang kebersihan lingkungan sebagai perwujudan dari hidup sehat. Sampah tidak selalu identik dengan kotor, tetapi dapat diolah menjadi sesuatu yang indah dan bermanfaat. *
Jumat, 26 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 163/Sipres/A5.3/HM/2019
Berawal dari hadiah sapu dan tempat sampah tersebut, sejak itu, kepala sekolah beserta guru, siswa, dan didukung orang tua, berusaha bangkit. Diawali dengan mengumpulkan sampah yang membuat kotor sekolah menjadi kotor, kemudian diolah menjadi sesuatu yang indah dan bermanfaat.
Kepala Sekolah SDN 64/VII Sukasari II, Jambi, Nengrosmadi, menceritakan dahulu sekolahnya dijuluki kuburan karena kotor, sehingga tidak ada yang tertarik. Berkat binaan dan bantuan dari Kemendikbud dan dinas pendidikan, sekolahnya sekarang menjadi bersih dan disegani. “Sekolah kami dulu dijuluki SD kuburan. Sejak itu, para guru berupaya untuk meningkatkan sekolah ini, berawal dari sampah, kini sekolah kami menjadi terkenal. Kami mempromosikan sekolah kami sebagai 'sekolah sampah',” ujar Nengrosmadi, yang ditemui di stan pameran Gebyar Hardiknas 2019, di LPMPJambi, Kamis (25/4/2019).
Sinergi antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menjadikan sekolah ini bangkit dan percaya diri dan siap mengharumkan nama bangsa di kancah internasional. “Kami ingin go international. Saat ini sekolah kami sedang diajukan ke tingkat ASEAN, mengikuti ASEAN ISO Education Award, lomba
sekolah lingkungan tingkat ASEAN. Dinas pendidikan mendukung menyiapkan operasional promosi. Sedangkan LPMP menjadi pembina sekolah kami sejak ketika masih menjadi sekolah terkotor dari tahun 2004 sampai 2006.” tutur Nengrosmasdi.
Nurbaini, orang tua siswa SDN 64/VII Sukasari II Jambi, menceritakan, bahwa saat ini anaknya sudah dapat memilah sampah yang ada di rumah, selanjutnya dibawa ke sekolah guna menghasilkan karya daur ulang yang bermanfaat. “Anak-anak dari rumah sudah dapat memilah sampah, antara sampah yang dapat mengurai dan tidak dapat mengurai, kemudian dibawa ke sekolah. Selanjutnya sampah tersebut diolah. Anak-anak menjadi lebih terampil. Di rumah sampah kita jadi lebih sedikit dan di sekolah kita bisa bikin ecobrick.” ujar ibu yang berprofesi sebagai guru ini.
Riri, siswa SDN 64/VII Sukasari II Jambi, menceritakan bahwa kesenangannya mengumpulkan dan memilah sampah sempat menjadi bahan ejekan teman-teman dan kerabatnya. Namun, dia tidak patah semangat. Siswa kelas 4 ini malah semakin giat menjaga kebersihan dengan mengumpulkan sampah dimanapun berada. Kebiasaan baiknya ini diganjar apresiasi dengan menjadikannya sebagai Duta Lingkungan Hidup di sekolahnya. “Saya paling banyak ngumpulin sampah, beres-beresin dengan ngambil sampah yang sudah masuk ke tempat sampah. Senang menjadi duta lingkungan, senang membuat ecobrick, ngumpul-ngumpul sampah yang tidak kotor, hanya yang bersih. Pernah diledekin teman-teman juga.” ujar Riri yang bercita-cita menjadi polwan (polisi wanita) ini.
Dengan dukungan keluarga, sekolah, dan lingkungan menjadikan Riri sebagai anak bangsa yang berkarakter dan berintegritas. Berawal dari memilah sampah, melangkah menjadi generasi emas untuk membangun bangsa.
Kegiatan mengubah sampah menjadi barang yang bermanfaat oleh siswa yang didukung guru dan orang tua merupakan wujud dari Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Nengrosmadi berharap, para guru dan tenaga kependidikan dapat terus memberikan pendidikan dan teladan kepada anak didiknya tentang kebersihan lingkungan sebagai perwujudan dari hidup sehat. Sampah tidak selalu identik dengan kotor, tetapi dapat diolah menjadi sesuatu yang indah dan bermanfaat. *
Jumat, 26 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 163/Sipres/A5.3/HM/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1301 kali
Editor :
Dilihat 1301 kali