Dukung Pemulihan Siswi Korban Perundungan di Pontianak, Kemendikbud Percayakan pada Proses Hukum  12 April 2019  ← Back

Kota Pontianak, Kemendikbud— Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berkomitmen untuk menyerahkan penyelesaian kasus perundungan siswi SMP, AU (14), yang terjadi beberapa waktu lalu di Pontianak, Kalimantan Barat, kepada pihak berwajib. Upaya ini guna mendukung proses pemulihan AU dari trauma pasca tindak kekerasan yang dialaminya. Namun, penyelesaian hukum tetap harus memperhatikan hak pendidikan bagi masing-masing pelaku. Hal ini ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, usai beraudiensi dengan Kepala Kepolisian Resort Kota (Polresta) Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis,(11/4/2019).

“Kalau memang betul bersalah, tapi tetap kita harus berdasarkan asas praduga tak bersalah. Jangan dianggap dia penjahat, jangan berikan stigma penjahat. Itu merampas masa depan mereka, tetap berikan hak pendidikan mereka,” tegas Menteri Muhadjir.

Viralnya informasi kasus perundungan ini di media sosial turut menjadi perhatian Menteri Muhadjir. Untuk itu, ia menghimbau agar warga net berhenti menyebarkan informasi terkait kasus tersebut, apa lagi dengan membesar-besarkannya. Karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya kesimpang-siuran informasi di tengah-tengah masyarakat. Sebagai contoh, dijelaskan Menteri Muhadjir, sempat beredar pemberitaan di sosial media bahwa  pelaku tindak kekerasan tersebut berjumlah 12 orang. Pemberitaan ini, kata Muhadjir, disebar sebelum prosedur hukum berlangsung.

“Isu yang dikeroyok 12 orang, ini sama sekali tidak benar. Saya sudah mendapatkan klarifikasi dari pak Kapolresta ternyata berita itu sangat mengalami hiperbolik,” jelas Muhadjir. Kemudian, tindak kekerasan terhadap kemaluan korban, itu juga tidak benar. Hal itu menjadikan (pemberitaan) semakin mengerikan. Fakta ini mengacu kepada hasil visum yang dirilis Polresta Pontianak pada Kamis (11/4/2019).

Fakta yang didapat berdasarkan hasil visum terkait pelaporan tindak kekerasan tersebut, menggambarkan bahwa anggota tubuh AU pada bagian kepala tidak ada benjolan, telinga hidung tenggorokan (THT) tidak ditemukan memar, dan paru-paru dalam keadaan normal. Hasil visum tersebut dipaparkan oleh Kapolresta Kota Pontianak, Kalbar, Kombes M. Anwar Nasir.

Dari Polresta Pontianak, Mendikbud Muhadjir Effendy bertolak ke Rumah Sakit ProMEDIKA Pontianak, untuk membezuk sekaligus melihat perkembangan siswi SMP ini. Dalam pertemuan tersebut terjadi perbincangan selama satu jam antara Mendikbud dengan AU. Dalam perbincangan ini AU dengan antusias menceritakan seputar kesehariannya  selama menjalani pengobatan.
“AU sehat, mau sembuh, supaya kembali bersekolah. AU maafin semua kesalahan mereka yang pukul AU,” ujarnya saat bercerita mengenai kondisinya terkini. Sesekali, air matanya menetes ketika menceritakan tindak perundungan yang dialaminya. “AU takut, mereka masih bisa ketemu AU, AU takut,” ujarnya lirih.

Diakui Menteri Muhadjir, literasi digital sangat penting untuk menangkal viral informasi tentang korban dan pelaku tindak penganiayaan. Penyebaran informasi melalui media sosial memiliki dampak terhadap kondisi psikologis korban. “Tampil di sosial media itu memberikan dampak bagi anak (sebagai korban), dan dapat berlangsung seumur hidup,” jelas Muhadjir.

Terhadap viralnya informasi terkait kasus perundungan tersebut, Kepala Komisi Perlindungan Anak  (KPAI), Susanto, menegaskan penyebarluasan informasi dan identitas baik pelaku maupun korban merupakan pelanggaran dan bagian dari tindak pidana. “Ini (penyebarluasan identitas) merupakan pelanggaran dan masuk kategori tindak pidana,”jelas Susanto. Menurutnya, semangat untuk melaporkan (tindak kekerasan) dapat disampaikan  kepada  pihak berwajib.

Pada lingkup sekolah, Mendikbud Muhadjir, menyampaikan kepada para pendidik dan tenaga kependidikan se-Kota Pontianak untuk melek teknologi. Kemampuan ini untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. “Mohon kerja sama untuk meredam permasalahan ini,”jelas Menteri Muhadjir. Untuk itu, Mendikbud mengajak para pendidik dan tenaga kependidikan dapat proaktif terhadap penggunaan teknologi. “Saya kira ini bukan sekedar saran tapi guru dan kepsek juga harus bergerak karena ini menyangkut harkat dan martabat pendidikan di Kalimantan Barat,” tutupnya.

Literasi digital terhadap kekerasan anak masih memerlukan afirmasi khusus. Berdasarkan Buku Panduan Gerakan Literasi Nasional Kemendikbud 2017, menyatakan bahwa literasi digital berarti dapat memproses berbagai informasi, dapat memahami pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk media. Sehingga, masyarakat dapat menciptakan, mengelaborasi, mengkomunikasikan dan bekerja sesuai dengan aturan, serta memahami penggunaan teknologi.

Kunjungan Mendikbud kepada korban perundungan  di Pontianak merupakan salah satu agenda rangkaian kunjungan kerja Mendikbud Muhadjir Effendy ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pada Kamis (11/4/2019). Dalam kunjungan kerja ini, Mendikbud didampingi Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,Hamid Muhammad; Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Purwadi Sutanto; dan Staf Ahli Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan, Chatarina Muliana Girsang. * (GG)

Kota Pontianak, 12 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 128/A5.3/HM/IV/2019

 


Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 631 kali