Mendikbud: Selesaikan Kasus Perundungan Siswa di Pontianak Sesuai dengan Kaidah Pendidikan 14 April 2019 ← Back
Pontianak, Kemendikbud—Berbagai peristiwa perundungan atau tindak kekerasan di kalangan siswa beberapa waktu belakangan ini menjadi viral di media sosial. Salah satunya, kasus perundungan siswa SMP di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, mendapat perhatian yang cukup besar, tidak hanya di kalangan netizen tapi juga masyarakat awam. Peristiwa ini telah menginisiasi sejumlah warga masyarakat untuk membuat petisi dukungan terhadap korban perundungan tersebut. Dikabarkan, sebanyak lebih dari 3,7 juta masyarakat sudah menandatangani petisi tersebut.
Saat bertolak ke Kota Pontianak, pada Kamis pagi (11/4/2019), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menegaskan tetap fokus untuk menyelesaikan kasus perundungan tersebut. “Kekerasan terhadap anak itu memang harus kita berantas, tapi sebagai pendidik harus menyelesaikannya sesuai dengan kaidah pendidikan, yaitu membina dan mendidik para siswa,” ujar Menteri Muhadjir.
Lebih lanjut, Menteri Muhadjir menegaskan, kondisi psikologis anak, baik korban maupun pelaku, harus tetap dijaga. Untuk itu, Menteri Muhadjir menghimbau para guru untuk melakukan pendampingan. Ke depan, tegas Muhadjir, literasi digital di kalangan siswa, sekolah, dan guru sangat perlu ditingkatkan. “Tampil di media sosial itu memberikan dampak negatif bagi anak, ini berlangsung sampai seumur hidup. Ubah bagaimana trauma ini bisa diupayakan sebagai pengalaman positif. Tidak boleh ada yang melanggar Undang-undang,” ujar Menteri Muhadjir.
Saat bersamaan, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, mengatakan bahwa perlindungan terhadap pelaku dan korban sangat perlu dilakukan saat menyelesaikan kasus perundungan di kalangan siswa. Karena itu, memviralkan pelaku dan korban perundungan tidak diperbolehkan, sebab termasuk ke dalam bentuk pelanggaran hukum. “Sebagai pelaku maupun korban tidak memviralkan dalam sosial media. Itu tidak boleh diviralkan karena termasuk dalam pelanggaran dalam hukum,” ujarnya.
Sementara itu, Alik R. Rosyad, perwakilan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, mengatakan pemviralan kasus perundungan, khusus pada kasus siswi SMP berinisial A, memberikan dampak psikologis signifikan kepada para siswa, baik pelaku maupun korban. “Disebutkan ada 12 anak yang terlibat, padahal hanya tiga anak sebagai pelaku, dan lainnya tidak terlibat sama sekali, bahkan ada anak yang tidak berada di tempat kejadian perkara,” jelasnya. Akibatnya, lanjut Alik, mereka mendapatkan ancaman terkait kasus ini.
M. Anwar Nasir, Kepala Polisi Resort Kota Pontianak, menjelaskan berdasarkan hasil visum, membenarkan adanya tindak kekerasan terhadap siswi berinisial A berupa pemukulan. “Penganiayaan memang terjadi, ada pemukulan, tapi tidak ditemukan tindak kekerasan pada kemaluan korban,” ujarnya. Kapolresta mengungkapkan, nantinya, penetapan pelaku sebagai anak berhadapan dengan hukum akan dilakukan.
Menteri Muhadjir mengungkapkan akan tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku. “Kita akan tetap mengikuti prosedur hukum yang berlangsung,” tutupnya. * (KKG)
Kota Pontianak, 11 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 127/A5.3/HM/2019
Saat bertolak ke Kota Pontianak, pada Kamis pagi (11/4/2019), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) menegaskan tetap fokus untuk menyelesaikan kasus perundungan tersebut. “Kekerasan terhadap anak itu memang harus kita berantas, tapi sebagai pendidik harus menyelesaikannya sesuai dengan kaidah pendidikan, yaitu membina dan mendidik para siswa,” ujar Menteri Muhadjir.
Lebih lanjut, Menteri Muhadjir menegaskan, kondisi psikologis anak, baik korban maupun pelaku, harus tetap dijaga. Untuk itu, Menteri Muhadjir menghimbau para guru untuk melakukan pendampingan. Ke depan, tegas Muhadjir, literasi digital di kalangan siswa, sekolah, dan guru sangat perlu ditingkatkan. “Tampil di media sosial itu memberikan dampak negatif bagi anak, ini berlangsung sampai seumur hidup. Ubah bagaimana trauma ini bisa diupayakan sebagai pengalaman positif. Tidak boleh ada yang melanggar Undang-undang,” ujar Menteri Muhadjir.
Saat bersamaan, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, mengatakan bahwa perlindungan terhadap pelaku dan korban sangat perlu dilakukan saat menyelesaikan kasus perundungan di kalangan siswa. Karena itu, memviralkan pelaku dan korban perundungan tidak diperbolehkan, sebab termasuk ke dalam bentuk pelanggaran hukum. “Sebagai pelaku maupun korban tidak memviralkan dalam sosial media. Itu tidak boleh diviralkan karena termasuk dalam pelanggaran dalam hukum,” ujarnya.
Sementara itu, Alik R. Rosyad, perwakilan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, mengatakan pemviralan kasus perundungan, khusus pada kasus siswi SMP berinisial A, memberikan dampak psikologis signifikan kepada para siswa, baik pelaku maupun korban. “Disebutkan ada 12 anak yang terlibat, padahal hanya tiga anak sebagai pelaku, dan lainnya tidak terlibat sama sekali, bahkan ada anak yang tidak berada di tempat kejadian perkara,” jelasnya. Akibatnya, lanjut Alik, mereka mendapatkan ancaman terkait kasus ini.
M. Anwar Nasir, Kepala Polisi Resort Kota Pontianak, menjelaskan berdasarkan hasil visum, membenarkan adanya tindak kekerasan terhadap siswi berinisial A berupa pemukulan. “Penganiayaan memang terjadi, ada pemukulan, tapi tidak ditemukan tindak kekerasan pada kemaluan korban,” ujarnya. Kapolresta mengungkapkan, nantinya, penetapan pelaku sebagai anak berhadapan dengan hukum akan dilakukan.
Menteri Muhadjir mengungkapkan akan tetap mengikuti prosedur hukum yang berlaku. “Kita akan tetap mengikuti prosedur hukum yang berlangsung,” tutupnya. * (KKG)
Kota Pontianak, 11 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 127/A5.3/HM/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1031 kali
Editor :
Dilihat 1031 kali