Menyongsong Generasi Emas 2045, Pemerintah Pusat dan Daerah Berupaya Tingkatkan Budaya Literasi  21 April 2019  ← Back


Samarinda, Kemendikbud --- Pengertian literasi menurut Alberta Education adalah kemampuan membaca dan menulis, menambah pengetahuan dan keterampilan, berpikir kritis dalam memecahkan masalah, serta kemampuan berkomunikasi secara efektif yang dapat mengembangkan potensi dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, literasi menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kecakapan dan kemampuan hidup seseorang.
 
Ditemui usai pembukaan acara Gebyar Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Kantor Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur, di Kota Samarinda pada Sabtu (20/4), Sekretaris Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), M. Abdul Khak, menyebutkan bahwa literasi bukan hal baru. “Namun dari Kemendikbud memang sengaja mengangkat kembali literasi dalam berbagai bentuk, terutama literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi budaya, literasi finansial, dan seterusnya. Semua itu kita angkat untuk anak-anak sekarang yang akan menjadi generasi emas pada tahun 2045,” ujarnya.
 
Menurut Abdul, dalam meningkatkan literasi, Kemendikbud melalui Badan Bahasa, sudah melakukan berbagai perlombaan. “Sebenarnya ada 2 tahap. Di wilayah Kaltim sendiri, kantor Bahasa rutin mengadakan lomba penulisan buku cerita anak berjenjang. Kalau tidak salah saat ini jenjangnya pra sekolah. Di tingkat pusat kami juga mengadakan. Jadi pemenang lomba di daerah ini dibawa ke tingkat pusat lalu di di tingkat pusat, mereka diberi pembekalan yang lebih oleh penulis dan sastrawan yang kategorinya maestro. Dan baru-baru ini dilakukan di Pusat Pembinaan Badan Bahasa,” katanya.
 
Selain itu, untuk mendukung peserta didik inklusi, Badan Bahasa saat ini baru mencetak KBBI dengan huruf braille. Namun, kedepannya akan dikembangkan agar cerita-cerita untuk tema tertentu akan kami ubah dalam bentuk braille. “Kalau semuanya tidak memungkinkan karena anggarannya besar. Kami sudah membuat sekitar 500 judul cerita anak. Mungkin nanti dari tema-tema yang ada, kami ambil satu per satu mewakili tema-tema yang ada. Jadi ada banyak tema, misalnya tentang legenda, perubahan sosial, tokoh, kuliner. Nanti akan diambil beberapa sampel untuk dipindahkan ke braille,” jelasnya.
 
Dilanjutkan Abdul, para pendidik dan tenaga pendidik juga sangat antusias dalam mengikuti kegiatan literasi yang diadakan oleh Badan Bahasa. “Kemarin kami menyeleksi di balai bahasa untuk mendapatkan 3 orang. Dua orang di antaranya dari pegiat literasi dan 1 orang wakil dari Balai Bahasa. Nah yang 2 orang tadi itu sebagian besar guru. Jadi ada 3 dari setiap provinsi yang dilatih agar nanti mereka menjadi master-nya dan melatih para pegiat literasi,” pungkasnya.
 
Sementara itu, Kepala LPMP Kalimantan Timur, Mohamad Hartono mengatakan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, LPMP Kalimantan Timur bersama Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Kemendikbud lainnya sepakat untuk membuat acara di LPMP. Kegiatan yang dilakukan antara lain pameran buku dari 4 penerbit yaitu Gramedia, Andi Offset, Erlangga, dan Sigma. “Dengan adanya pameran buku murah, diharapkan anak-anak sekolah bisa membeli buku sebagai koleksi tambahan. Hari Minggu ini juga kami ada agenda peresmian perpustakaan LPMP yang baru. Tentunya koleksi buku yang kami miliki akan terus dikembangkan sehingga kami juga akan mencari buku-buku yang diperlukan oleh siswa dan guru sebagai koleksi perpustakaan kami. Bahkan kami sekarang sudah melengkapi perpustakaan dengan bioskop pendidikan dan kebudayaan. Selain itu juga diadakan berbagai  perlombaan yang menjurus kepada pendidikan karakter,” ungkapnya.
 
Menurut Hartono, ada beberapa hal yang menjadi fokus utama LPMP Kalimantan Timur dalam hal peningkatan mutu, termasuk literasi dan pendidikan karakter. “Pada prinsipnya kami meneruskan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Kemendikbud sehingga mengakar. Jadi saya melihatnya, bahwa semua kebijakan maupun peraturan yang diterbitkan oleh Kemendikbud, akan kami tindak lanjuti, sesuai dengan prioritas. Jadi tidak sekedar sosialisasi melainkan memahamkan apa itu penjaminan mutu, apa yang harus dilakukan oleh sekolah serta pemerintah daerah. Jadi bukan sekali dua kali, harus kita evaluasi terus sampai mereka benar-benar paham,” ujarnya.
 
Disampaikan Hartono, LPMP Kalimantan Timur merencanakan pengadaan perpustakaan keliling. “Kebetulan untuk kendaraan sudah ada. Nanti kami akan memoles lagi agar lebih menarik dan nanti akan keliling ke sekolah-sekolah atau datang ke acara-acara yang ada di wilayah Kalimantan Timur,” katanya.
 
Selain itu, kata Hartono, LPMP Kalimantan Timur membimbing para pendidik dan tenaga kependidikan terkait dengan penjaminan mutu. “Maka di dalamnya sudah termasuk pendidikan karakter, literasi sebagai satu kesatuan sehingga tidak berjalan sendiri-sendiri,” pungkasnya.
 
 
Penggunaan Gawai Sebagai Sarana Optimalisasi Literasi
 
Dalam kegiatan ini, Kepala Dinas Kota Samarinda, Asli Nuryadin mengatakan bahwa Pemerintah Kota Samarinda telah menerbitkan Peraturan Walikota Nomor 13 Tahun 2015 yang intinya mengenai penguatan karakter siswa di Kota Samarinda. “Di antaranya itu, bagaimana minat mereka untuk membaca. Misalnya ketika akan memulai pelajaran, maka 5 menit pertama digunakan untuk membaca, baik itu kitab suci atau cerita-cerita kepahlawanan. Saya ingin agar hal seperti ini dioptimalkan lagi. Selain itu, kita juga harus memancing kreativitas anak melalui misalnya festival lomba seni, olimpiade olahraga siswa, olimpiade sains, termasuk lomba-lomba yang bisa menampilkan kearifan lokal. Intinya jangan sampai para siswa mempunyai waktu luang yang terlalu banyak karena dikhawatirkan mereka akan melakukan hal-hal yang menjurus pada hal negatif,” ujarnya.
 
Dilanjutkan Nuryadin, pihaknya juga telah menerbitkan surat edaran untuk para guru agar menindaklanjuti aturan-aturan sebelumnya, dimana 5% dari tunjangan sertifikasi guru digunakan untuk membeli barang yang berguna untuk meningkatkan kompetensi guru itu sendiri, misalnya buku-buku inspirasi dan motivasi, termasuk gawai berupa tablet.
 
“Karena saya terinspirasi oleh perpustakaan pusat dimana ada aplikasi Q Baca. Namun saya kurang tahu apakah aplikasi itu masih jalan atau tidak. Di aplikasi itu sudah ada 1000 buku yang sudah diverifikasi oleh Kementerian. Saya membayangkan kalau guru membeli satu gawai, maka dia sudah dapat 1000 buku yang sudah terjamin. Apalagi ditambah dengan aplikasi iKaltim yang merupakan aplikasi perpustakaan digital. Bahkan masih ditambah lagi dari buku berformat pdf yang bisa kita dapatkan bebas dari internet. Kelebihan gawai adalah bisa digunakan untuk membaca buku di mana saja. Jadi saya katakan bahwa penggunaan gawai (tablet) untuk membaca bukanlah hal yang tabu. Saya bilang pada mereka, penggunaan teknologi di era revolusi industri 4.0 ini tergantung pada kita, mau cari informasi positif atau negatif?” pungkasnya.
 



 
Samarinda, 21 April 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 138/Sipres/A5.3/HM/IV/2019

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2231 kali