Pekan Hardiknas Papua Barat: Mengenalkan Keragaman Budaya Sejak Usia Dini Memperkuat Karakter Siswa 26 April 2019 ← Back
Manokwari, Kemendikbud--Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) masih seminggu lagi, yaitu pada tanggal 2 Mei 2019. Namun, antusiasme para siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat kental terasa. Hal ini terlihat saat berlangsungnya Lomba Peragaan Busana Daerah, di Kota Manokwari, Provinsi Papua Barat, Kamis (25/4/2019). Terik Matahari tidak menyurutkan semangat para siswa bersolek dengan ragam busana daerah dari Papua Barat.
Pince (40), orang tua salah satu peserta peragaan busana, terlihat sibuk memberikan dukungan kepada Aviel (6), putrinya. Sesekali, dia melambaikan tangan, dan memberikan seruan-seruan penyemangat. Kepada humas Kemendikbud, Pince bercerita bahwa kostum yang dikenakan Aviel merupakan hasil karyanya. "Ini hasil karya keluarga sendiri, ada hiasan kepala, baju hingga rok yang terbuat dari noken, dan akar pepohonan yang dipintal," jelasnya. Noken adalah tas tradisional Papua berbahan dasar kulit kayu, dengan menganyam bilah tipis kayu. Hiasan kepala, lanjut Pince, pun terbuat dari bahan-bahan lokal, yaitu bulu ayam putih yang dicampur dengan pewarna jingga, sehingga dapat memunculkan gradasi warna tertentu. Bagian rok, menurut Pince, terbuat dari rerumputan yang dikeringkan, dicat, dan dirangkai sedemikian rupa.
Nunuk (40), guru TK Negeri Pembina Sanggeng Manokwari Barat, menjelaskan, perhelatan Hardiknas tahun ini dapat mendukung karakter siswa menjadi lebih bangga dan percaya diri dengan budaya Papua. Kepada penulis Kemendikbud, Nunuk bersemangat menceritakan proses persiapan busana yang dikenakan Dastin (6), anak didiknya.
"Peragaan busana ini hasil kolaborasi antara guru dengan orang tua siswa, sehingga tentu saja bukan hanya pengenalan budaya bagi anak, tapi juga pelibatan antar guru dengan orang tua, untuk unjuk kreativitas, kerja sama, dan juga kasih sayang di lingkungan keluarga," jelas Nunuk.
Tak kalah dengan sebelumnya, Nunuk memaparkan bahwa busana yang dikenakan Dastin adalah hasil kerajinan orangtua murid. Guru dan orangtua bekerja sama membuat busana untuk anak-anaknya. Pelibatan ini tentu saja mengandung banyak makna, tidak hanya pengenalan budaya bagi anak dan orangtua, melainkan juga kreativitas, kerjasama, dan kasih sayang di lingkungan keluarga.
"Sekolah memberikan masukan dalam hal material, model, dan cara pembuatan. Sementara orangtua terlibat dalam proses pengerjaannya selama satu hingga dua bulan," ungkap Nunuk yang tak jarang mengakses google untuk mencari inspirasi model busana terbaru.
Pada pembukaan Pekan Hardiknas di Papua Barat, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Saul Bleskadit, mengungkapkan, pengenalan budaya sangat penting untuk menumbuhkan karakter cinta bangsa dan tanah air. Pekan Hardiknas, menurut Saul, menjadi ajang pengenalan budaya, khususnya budaya Papua Barat. " Setiap daerah harus menonjolkan khasanah budayanya, supaya semakin banyak orang tahu bahwa daerah merupakan gudang budaya," ujar Saul di sela-sela pembukaan Lomba Peragaan Busana Daerah.
Pengenalan budaya dapat memperkuat pendidikan karakter, yaitu saling menghargai keragaman budaya. "Mengajarkan anak tentang keragaman budaya, sama maknanya dengan mendidik anak untuk menghargai sesama. Inilah cikal bakal pendidikan karakter manusia yang unggul," ujar Saul.
Kebijakan Penguatan Pendidikan Karater jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) telah berlangsung sejak tahun 2012, yaitu dengan diterbitkannya Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini. Dalam perkembangannya, terdapat penguatan terhadap pendidikan karakter bagi para siswa PAUD. Tercatat, sampai saat ini, sebanyak 218.989 sekolah PAUD telah menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter. Jumlah ini meningkat sejak beberapa tahun terakhir, yaitu dari 542 sekolah di tahun 2016, 64.213 sekolah di 2017, hingga 188.646 sekolah di tahun 2018.
Kegiatan Pekan Hardiknas Papua Barat di Kota Manokwari diselenggarakan dengan pelibatan pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan, diisi dengan kegiatan donor darah, lomba puisi dan cerita rakyat jenjang Sekolah Dasar (SD), jalan sehat, bakti sosial, lomba tarian untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), pidato berbahasa Inggris untuk jenjang SMP hingga Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/ SMK), lomba roket air untuk jenjang SD hingga SMA, dan lomba mewarnai. Perhelatan ini terselenggara bekerja sama dengan instansi pemerintah lain, diantaranya, Kantor Kementarian Agama Kabupaten Manokwari. ** (DA/GG)
Manokwari, 25 April 20199
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 156/Sipres/A5.3/HM/IV/2019
Pince (40), orang tua salah satu peserta peragaan busana, terlihat sibuk memberikan dukungan kepada Aviel (6), putrinya. Sesekali, dia melambaikan tangan, dan memberikan seruan-seruan penyemangat. Kepada humas Kemendikbud, Pince bercerita bahwa kostum yang dikenakan Aviel merupakan hasil karyanya. "Ini hasil karya keluarga sendiri, ada hiasan kepala, baju hingga rok yang terbuat dari noken, dan akar pepohonan yang dipintal," jelasnya. Noken adalah tas tradisional Papua berbahan dasar kulit kayu, dengan menganyam bilah tipis kayu. Hiasan kepala, lanjut Pince, pun terbuat dari bahan-bahan lokal, yaitu bulu ayam putih yang dicampur dengan pewarna jingga, sehingga dapat memunculkan gradasi warna tertentu. Bagian rok, menurut Pince, terbuat dari rerumputan yang dikeringkan, dicat, dan dirangkai sedemikian rupa.
Nunuk (40), guru TK Negeri Pembina Sanggeng Manokwari Barat, menjelaskan, perhelatan Hardiknas tahun ini dapat mendukung karakter siswa menjadi lebih bangga dan percaya diri dengan budaya Papua. Kepada penulis Kemendikbud, Nunuk bersemangat menceritakan proses persiapan busana yang dikenakan Dastin (6), anak didiknya.
"Peragaan busana ini hasil kolaborasi antara guru dengan orang tua siswa, sehingga tentu saja bukan hanya pengenalan budaya bagi anak, tapi juga pelibatan antar guru dengan orang tua, untuk unjuk kreativitas, kerja sama, dan juga kasih sayang di lingkungan keluarga," jelas Nunuk.
Tak kalah dengan sebelumnya, Nunuk memaparkan bahwa busana yang dikenakan Dastin adalah hasil kerajinan orangtua murid. Guru dan orangtua bekerja sama membuat busana untuk anak-anaknya. Pelibatan ini tentu saja mengandung banyak makna, tidak hanya pengenalan budaya bagi anak dan orangtua, melainkan juga kreativitas, kerjasama, dan kasih sayang di lingkungan keluarga.
"Sekolah memberikan masukan dalam hal material, model, dan cara pembuatan. Sementara orangtua terlibat dalam proses pengerjaannya selama satu hingga dua bulan," ungkap Nunuk yang tak jarang mengakses google untuk mencari inspirasi model busana terbaru.
Pada pembukaan Pekan Hardiknas di Papua Barat, Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Saul Bleskadit, mengungkapkan, pengenalan budaya sangat penting untuk menumbuhkan karakter cinta bangsa dan tanah air. Pekan Hardiknas, menurut Saul, menjadi ajang pengenalan budaya, khususnya budaya Papua Barat. " Setiap daerah harus menonjolkan khasanah budayanya, supaya semakin banyak orang tahu bahwa daerah merupakan gudang budaya," ujar Saul di sela-sela pembukaan Lomba Peragaan Busana Daerah.
Pengenalan budaya dapat memperkuat pendidikan karakter, yaitu saling menghargai keragaman budaya. "Mengajarkan anak tentang keragaman budaya, sama maknanya dengan mendidik anak untuk menghargai sesama. Inilah cikal bakal pendidikan karakter manusia yang unggul," ujar Saul.
Kebijakan Penguatan Pendidikan Karater jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) telah berlangsung sejak tahun 2012, yaitu dengan diterbitkannya Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini. Dalam perkembangannya, terdapat penguatan terhadap pendidikan karakter bagi para siswa PAUD. Tercatat, sampai saat ini, sebanyak 218.989 sekolah PAUD telah menerapkan Penguatan Pendidikan Karakter. Jumlah ini meningkat sejak beberapa tahun terakhir, yaitu dari 542 sekolah di tahun 2016, 64.213 sekolah di 2017, hingga 188.646 sekolah di tahun 2018.
Kegiatan Pekan Hardiknas Papua Barat di Kota Manokwari diselenggarakan dengan pelibatan pemangku kepentingan pendidikan dan kebudayaan, diisi dengan kegiatan donor darah, lomba puisi dan cerita rakyat jenjang Sekolah Dasar (SD), jalan sehat, bakti sosial, lomba tarian untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), pidato berbahasa Inggris untuk jenjang SMP hingga Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/ SMK), lomba roket air untuk jenjang SD hingga SMA, dan lomba mewarnai. Perhelatan ini terselenggara bekerja sama dengan instansi pemerintah lain, diantaranya, Kantor Kementarian Agama Kabupaten Manokwari. ** (DA/GG)
Manokwari, 25 April 20199
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 156/Sipres/A5.3/HM/IV/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1334 kali
Editor :
Dilihat 1334 kali