Kemendikbud Gelar Konferensi Internasional Pemanfaatan Kecerdasan Buatan Bidang Pendidikan 19 September 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud --- Memasuki era revolusi industri 4.0, penggunaan teknologi dalam setiap aspek kehidupan tidak dapat dihindari. Bahkan, saat ini di berbagai penjuru dunia sedang mengembangkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), khususnya di bidang pendidikan yang dapat membantu dalam pengembangan kualitas dan akses pendidikan.
Untuk menggali lebih dalam tentang manfaat artificial intelligence, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), melalui 7 Southeast Asia Minister of Education (SEAMEO) Center di Indonesia bekerjasama dengan SEAMEO Secretariat, UNESCO, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyelenggarakan konferensi internasional tentang Pemanfaatan Kecerdasan Buatan Dalam Kebijakan dan Praktik Pendidikan untuk Asia Tenggara.
“Saat ini tengah dikembangkan secara serius di berbagai penjuru dunia penggunaan kecerdasan buatan atau biasa disebut artificial intelligence (AI), dalam sistem pendidikan diharapkan akan memperbaiki kualitas dan akses pendidikan dalam banyak hal, seperti mewujudkan pembelajaran yang lebih efektif dan personal,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kemendikbud, Totok Suprayitno, saat membuka konferensi internasional tersebut, di Jakarta, Rabu (18/09).
Konferensi yang berlangsung pada tanggal 18 s.d.19 September 2019, mengangkat tema “Pemanfaatan Kecerdasan Buatan dalam Kebijakan dan Praktik Pendidikan untuk Asia Tenggara”. “Kecerdasan buatan mengubah hidup kita. Kecerdasan buatan yang ditanamkan dalam ponsel Anda seringkali lebih mengenal diri Anda dibanding Anda sendiri karena dia mempelajari Anda melalui analisis data. Kecerdasan buatan membuat hidup lebih mudah, misalnya ketika Anda lapar, tinggal buka ponsel dan memesan makanan melalui aplikasi,” ucap Totok.
Totok mengatakan, yang menjadi pertanyaan saat ini apakah kecerdasan buatan akan menggatikan pekerjaan pekerjaan sehari-hari termasuk profesi guru? “Guru harus mengubah cara mengajar. Apabila kita mengajar apa adanya seperti apa yang tertulis di buku ajar saja, maka mudah digantikan oleh teknologi. Namun jika guru mendengarkan nasihat Ki Hajar Dewantara, bahwa hakikat pendidikan adalah mengembangkan karakter, pikiran, dan jasmani siswa, maka guru tersebut tidak akan tergantikan oleh kecerdasan buatan,” jelas Totok.
“Kecerdasan buatan mungkin bisa memberikan ilmu pengetahuan pada siswa, tetapi mengembangkan karakter tidak bisa dilakukannya. Itu adalah pekerjaan guru. Bagaimana menginspirasi, memotivasi, membuat siswa menjadi pelajar yang baik,” imbuh Totok.
Masalah terbesar dalam sistem pendidikan Indonesia, lanjut Totok, yaitu kualitas hasil belajar. Kualitas hasil belajar ini dipengaruhi oleh cara penilaian. “Karakter utama dalam Ujian Nasional adalah pilihan ganda. Jika ke depannya UN menggunakan pertanyaan jenis essai, muncul pertanyaan apakah kecerdasan buatan ini kemudian bisa ditanamkan di komputer untuk UN. Jika hal ini bisa diterapkan maka akan meningkatkan kualitas UN karena bisa menunjukkan kemampuan siswa yang sebenarnya,” jelas Totok.
Totok mengatakan, Pemerintah menyambut baik penggunaan teknologi untuk pendidikan. “Saat ini siswa di daerah terpencil bisa dijangkau oleh layanan pendidikan melalui penggunaan teknologi, ini mejadi solusi yang baik mengingat kondisi geografis Indonesia yang bersifat kepulauan. Bersamaan dengan penyelenggaraan konferensi ini, kami meluncurkan program Digitalisasi Sekolah di Kabupaten Natuna yang merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia,” terang Totok.
Sementara itu Direktur SEAMEO Regional Open Learning Center (SEAMOLEC), Alpha Amirrachman, menjelaskan bahwa salah satu alasan penyelenggaraan konferensi ini adalah sesuai dengan area prioritas SEAMEO nomor 7 yaitu mengadopsi kurikulum abad ke-21, kemajuan teknologi digital terutama di bidang pendidikan perlu memberi manfaat bagi semua orang. “Pendidikan dengan kecerdasan buatan merupakan salah satu solusi alternatif untuk menciptakan kesetaraan akses pendidikan di Asia Tenggara. Transformasi ini akan menuntut negara-negara Asia Tenggara untuk memikirkan kembali kebijakan nasional serta prioritas mereka. Untuk mempersiapkan perubahan ini, negara-negara Asia Tenggara perlu mengembangkan sistem pendidikan yang berwawasan ke depan, berorientasi masa depan dan strategis,” kata Alpha.
Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis, Kantor Staf Presiden (KSP), Yanuar Nugroho, menuturkan, bahwa Kantor Staf Presiden (KSP) sangat mendukung kegiatan ini karena sesuai dengan visi Presiden. “Kalau kita melihat visi Bapak Presiden khususnya 5 tahun ke depan memang fokusnya adalah pembangunan sumber daya manusia. Selain itu perkembangan teknologi tidak bisa kita halangi. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau teknologi berkembang terus. Presiden sendiri mengatakan, ini bukan perkara yang besar akan mengalahkan yang kecil, melainkan yang cepat akan mengalahkan yang lambat. Salah satu penanda zaman ini adalah apa yang kita kenal dengan revolusi industri 4.0, di mana salah satu komponennya adalah artificial intelligence (AI),” kata Yanuar.
Yanuar mengutarakan bagaimana pemanfaatan kecerdasan buatan dalam pendidikan. “Yang ingin saya sampaikan di sini yaitu pertama mari kita jangan takut pada perkembangan teknologi, misalnya takut lahan pekerjaan hilang. Ini bukan soal mau atau tidak mau, karena teknologi AI pasti datang. Pertanyaannya adalah kita punya strategi seperti apa? Bagaimana kita memastikan negara hadir dalam kondisi serbuan teknologi ini dan kita mendidik masa depan kita,” kata Yanuar.
Kerja sama ini, kata Yanuar, menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa jalan sendirian. “Menurut saya kita delusional kalau kita berpikir kalau Pemerintah bisa menyelesaikan semua persoalan. Tidak mungkin karena zaman makin maju, makin komplek, tantangannya makin banyak. Oleh karena itu, mustahil kalau pemerintah bisa menyelesaikan seluruh masalah. Jadi pesan saya teknologi 4.0 ini bisa digunakan untuk pendidikan. Kita harus duduk bersama untuk membicarakan strateginya. Tantangan pendidikan itu apa sih? Pertama yaitu inklusivitas. Kita harus memastikan seluruh warga negara kita terdidik baik. Kalau tidak yang nanti mau kita rebut sebagai bonus demografi akan jadi beban. Bonus demografi hanya bisa dimanfaatkan kalau anak-anak muda kita sekarang ini sehat dan terdidik baik,” pungkas Yanuar.
Penyelenggaraan konferensi internasional ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi opsi kebijakan untuk memperkuat sistem pendidikan melalui kecerdasan buatan di Asia Tenggara; (2) Bertukar praktik baik dari penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan saat ini serta potensinya untuk dunia pendidikan; dan (3) Membentuk jejaring dan kerja sama dalam mempromosikan kesetaraan dan kualitas pendidikan.
Konferensi internasional ini melibatkan beberapa institusi, di antaranya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organizations (UNESCO), SEAMEO beserta 10 SEAMEO Center di dalamnya, universitas-universitas negeri dan dan swasta, serta dunia industri.
Jakarta, 19 September 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 302/Sipres/A5.3/IX/2019
Untuk menggali lebih dalam tentang manfaat artificial intelligence, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), melalui 7 Southeast Asia Minister of Education (SEAMEO) Center di Indonesia bekerjasama dengan SEAMEO Secretariat, UNESCO, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika, menyelenggarakan konferensi internasional tentang Pemanfaatan Kecerdasan Buatan Dalam Kebijakan dan Praktik Pendidikan untuk Asia Tenggara.
“Saat ini tengah dikembangkan secara serius di berbagai penjuru dunia penggunaan kecerdasan buatan atau biasa disebut artificial intelligence (AI), dalam sistem pendidikan diharapkan akan memperbaiki kualitas dan akses pendidikan dalam banyak hal, seperti mewujudkan pembelajaran yang lebih efektif dan personal,” ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kemendikbud, Totok Suprayitno, saat membuka konferensi internasional tersebut, di Jakarta, Rabu (18/09).
Konferensi yang berlangsung pada tanggal 18 s.d.19 September 2019, mengangkat tema “Pemanfaatan Kecerdasan Buatan dalam Kebijakan dan Praktik Pendidikan untuk Asia Tenggara”. “Kecerdasan buatan mengubah hidup kita. Kecerdasan buatan yang ditanamkan dalam ponsel Anda seringkali lebih mengenal diri Anda dibanding Anda sendiri karena dia mempelajari Anda melalui analisis data. Kecerdasan buatan membuat hidup lebih mudah, misalnya ketika Anda lapar, tinggal buka ponsel dan memesan makanan melalui aplikasi,” ucap Totok.
Totok mengatakan, yang menjadi pertanyaan saat ini apakah kecerdasan buatan akan menggatikan pekerjaan pekerjaan sehari-hari termasuk profesi guru? “Guru harus mengubah cara mengajar. Apabila kita mengajar apa adanya seperti apa yang tertulis di buku ajar saja, maka mudah digantikan oleh teknologi. Namun jika guru mendengarkan nasihat Ki Hajar Dewantara, bahwa hakikat pendidikan adalah mengembangkan karakter, pikiran, dan jasmani siswa, maka guru tersebut tidak akan tergantikan oleh kecerdasan buatan,” jelas Totok.
“Kecerdasan buatan mungkin bisa memberikan ilmu pengetahuan pada siswa, tetapi mengembangkan karakter tidak bisa dilakukannya. Itu adalah pekerjaan guru. Bagaimana menginspirasi, memotivasi, membuat siswa menjadi pelajar yang baik,” imbuh Totok.
Masalah terbesar dalam sistem pendidikan Indonesia, lanjut Totok, yaitu kualitas hasil belajar. Kualitas hasil belajar ini dipengaruhi oleh cara penilaian. “Karakter utama dalam Ujian Nasional adalah pilihan ganda. Jika ke depannya UN menggunakan pertanyaan jenis essai, muncul pertanyaan apakah kecerdasan buatan ini kemudian bisa ditanamkan di komputer untuk UN. Jika hal ini bisa diterapkan maka akan meningkatkan kualitas UN karena bisa menunjukkan kemampuan siswa yang sebenarnya,” jelas Totok.
Totok mengatakan, Pemerintah menyambut baik penggunaan teknologi untuk pendidikan. “Saat ini siswa di daerah terpencil bisa dijangkau oleh layanan pendidikan melalui penggunaan teknologi, ini mejadi solusi yang baik mengingat kondisi geografis Indonesia yang bersifat kepulauan. Bersamaan dengan penyelenggaraan konferensi ini, kami meluncurkan program Digitalisasi Sekolah di Kabupaten Natuna yang merupakan salah satu wilayah terluar Indonesia,” terang Totok.
Sementara itu Direktur SEAMEO Regional Open Learning Center (SEAMOLEC), Alpha Amirrachman, menjelaskan bahwa salah satu alasan penyelenggaraan konferensi ini adalah sesuai dengan area prioritas SEAMEO nomor 7 yaitu mengadopsi kurikulum abad ke-21, kemajuan teknologi digital terutama di bidang pendidikan perlu memberi manfaat bagi semua orang. “Pendidikan dengan kecerdasan buatan merupakan salah satu solusi alternatif untuk menciptakan kesetaraan akses pendidikan di Asia Tenggara. Transformasi ini akan menuntut negara-negara Asia Tenggara untuk memikirkan kembali kebijakan nasional serta prioritas mereka. Untuk mempersiapkan perubahan ini, negara-negara Asia Tenggara perlu mengembangkan sistem pendidikan yang berwawasan ke depan, berorientasi masa depan dan strategis,” kata Alpha.
Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis, Kantor Staf Presiden (KSP), Yanuar Nugroho, menuturkan, bahwa Kantor Staf Presiden (KSP) sangat mendukung kegiatan ini karena sesuai dengan visi Presiden. “Kalau kita melihat visi Bapak Presiden khususnya 5 tahun ke depan memang fokusnya adalah pembangunan sumber daya manusia. Selain itu perkembangan teknologi tidak bisa kita halangi. Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau teknologi berkembang terus. Presiden sendiri mengatakan, ini bukan perkara yang besar akan mengalahkan yang kecil, melainkan yang cepat akan mengalahkan yang lambat. Salah satu penanda zaman ini adalah apa yang kita kenal dengan revolusi industri 4.0, di mana salah satu komponennya adalah artificial intelligence (AI),” kata Yanuar.
Yanuar mengutarakan bagaimana pemanfaatan kecerdasan buatan dalam pendidikan. “Yang ingin saya sampaikan di sini yaitu pertama mari kita jangan takut pada perkembangan teknologi, misalnya takut lahan pekerjaan hilang. Ini bukan soal mau atau tidak mau, karena teknologi AI pasti datang. Pertanyaannya adalah kita punya strategi seperti apa? Bagaimana kita memastikan negara hadir dalam kondisi serbuan teknologi ini dan kita mendidik masa depan kita,” kata Yanuar.
Kerja sama ini, kata Yanuar, menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa jalan sendirian. “Menurut saya kita delusional kalau kita berpikir kalau Pemerintah bisa menyelesaikan semua persoalan. Tidak mungkin karena zaman makin maju, makin komplek, tantangannya makin banyak. Oleh karena itu, mustahil kalau pemerintah bisa menyelesaikan seluruh masalah. Jadi pesan saya teknologi 4.0 ini bisa digunakan untuk pendidikan. Kita harus duduk bersama untuk membicarakan strateginya. Tantangan pendidikan itu apa sih? Pertama yaitu inklusivitas. Kita harus memastikan seluruh warga negara kita terdidik baik. Kalau tidak yang nanti mau kita rebut sebagai bonus demografi akan jadi beban. Bonus demografi hanya bisa dimanfaatkan kalau anak-anak muda kita sekarang ini sehat dan terdidik baik,” pungkas Yanuar.
Penyelenggaraan konferensi internasional ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi opsi kebijakan untuk memperkuat sistem pendidikan melalui kecerdasan buatan di Asia Tenggara; (2) Bertukar praktik baik dari penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan saat ini serta potensinya untuk dunia pendidikan; dan (3) Membentuk jejaring dan kerja sama dalam mempromosikan kesetaraan dan kualitas pendidikan.
Konferensi internasional ini melibatkan beberapa institusi, di antaranya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organizations (UNESCO), SEAMEO beserta 10 SEAMEO Center di dalamnya, universitas-universitas negeri dan dan swasta, serta dunia industri.
Jakarta, 19 September 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKLM, Nomor: 302/Sipres/A5.3/IX/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 4350 kali
Editor :
Dilihat 4350 kali