Perekat dan Pemersatu Bangsa, Peran Melekat ASN 25 September 2019 ← Back
Forum koordinasi dan evaluasi penyelenggaraan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah kembali digelar melalui perhelatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepegawaian tahun 2019 BKN pada 25 September di Yogyakarta dengan tema “ASN Perekat dan Pemersatu Bangsa”
Pembahasan evaluasi antara BKN dengan seluruh pengelola kepegawaian di Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D) secara khusus menelaah peran ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa, baik dari aspek ketaatan terhadap ketentuan dalam regulasi, salah satunya Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan pelanggaran netralitas ASN yang terjadi dalam sejumlah event Pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Fungsi dan Tugas Dasar ASN
Manajemen ASN merupakan pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kewenangan pembinaan dan penyelenggaraan manajemen ASN secara nasional diamanatkan UU ASN kepada BKN.
Pasal 3 UU ASN menyatakan bahwa ASN sebagai profesi harus berdasarkan pada beberapa prinsip, di antaranya adalah nilai dasar, serta kode etik dan kode perilaku. Ada sejumlah unsur nilai dasar yang harus dimiliki pegawai ASN, yakni seperti memegang teguh ideologi Pancasila; Setia dan mempertahankan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Pemerintahan yang sah.
Sementara dalam Pasal 10 dan Pasal 11 UU ASN dijelaskan bahwa salah satu fungsi pegawai ASN adalah perekat dan pemersatu bangsa. Selanjutnya pegawai ASN betugas untuk mempererat persatuan dan kesatuan NKRI.
Peran ASN dan Tuntutan Netralitas
Hiruk pikuk momentum Pilkada dan Pilpres mengundang sorotan publik terhadap netralitas ASN. Pembahasan ini selalu menjadi topik hangat yang dikritisi oleh berbagai kalangan, termasuk dalam hal pengawasan Pemerintah terhadap perilaku ASN selama proses pemilihan berlangsung. Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan bahwa ASN harus selalu mengingat esensi kehadiran aparatur birokrasi sebagai penjaga dan pemersatu bangsa. Netralitas bukan hanya disikapi sebagai aturan namun sebagai kode etik dasar dan integritas dalam perilaku keseharian ASN saat memberikan pelayanan publik. “ASN memiliki fungsi yang sakral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” pesannya pada forum diseminasi netralitas ASN di Bandung (21/3/2019).
Soal netralitas, Kepala BKN juga menekankan sikap tersebut wajib dimiliki karena ASN turut berperan menjaga keberagaman suku, etnis, dan agama di Indonesia. Dengan begitu pelayanan publik yang diberikan juga tidak bersifat diskriminatif, sebaliknya berorientasi pada sikap profesional dalam menjalankan profesinya.
Per 23 Juli 2019, 991 ASN Pelanggar Netralitas Terancam Sanksi Disiplin dan Kode Etik
Data Kedeputian BKN Bidang Pengawasan dan Pengendalian menetapkan 991 ASN terlibat dalam pelanggaran netralitas (data per Januari 2018 s/d Juni 2019). Dari total tersebut, 299 sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri dari 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik. Adapun 692 sisanya yang belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing. Sebelumnya BKN sudah melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas dengan instansi Pemerintah Daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten) pada tanggal 4–10 Juli 2019. Mengingat dari total 991 ASN yang terlibat pelanggaran netralitas, 99.5% berstatus pegawai instansi Pemerintah Daerah.
Jenis pelanggaran dan sanksi disiplin untuk ASN yang terbukti melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS yakni pertama, pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang dengan sanksi berupa: Penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun; Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun; dan Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Kedua, pelanggaran netralitas yang berkategori hukuman disiplin berat dengan sanksi berupa: Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; Pembebasan dari jabatan; hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Ketentuan lain mengenai netralitas ASN juga diatur pemerintah melalui Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Sumber :
Pembahasan evaluasi antara BKN dengan seluruh pengelola kepegawaian di Kementerian/Lembaga/Daerah (K/L/D) secara khusus menelaah peran ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa, baik dari aspek ketaatan terhadap ketentuan dalam regulasi, salah satunya Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN dan pelanggaran netralitas ASN yang terjadi dalam sejumlah event Pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) yang berlangsung beberapa waktu lalu.
Fungsi dan Tugas Dasar ASN
Manajemen ASN merupakan pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kewenangan pembinaan dan penyelenggaraan manajemen ASN secara nasional diamanatkan UU ASN kepada BKN.
Pasal 3 UU ASN menyatakan bahwa ASN sebagai profesi harus berdasarkan pada beberapa prinsip, di antaranya adalah nilai dasar, serta kode etik dan kode perilaku. Ada sejumlah unsur nilai dasar yang harus dimiliki pegawai ASN, yakni seperti memegang teguh ideologi Pancasila; Setia dan mempertahankan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Pemerintahan yang sah.
Sementara dalam Pasal 10 dan Pasal 11 UU ASN dijelaskan bahwa salah satu fungsi pegawai ASN adalah perekat dan pemersatu bangsa. Selanjutnya pegawai ASN betugas untuk mempererat persatuan dan kesatuan NKRI.
Peran ASN dan Tuntutan Netralitas
Hiruk pikuk momentum Pilkada dan Pilpres mengundang sorotan publik terhadap netralitas ASN. Pembahasan ini selalu menjadi topik hangat yang dikritisi oleh berbagai kalangan, termasuk dalam hal pengawasan Pemerintah terhadap perilaku ASN selama proses pemilihan berlangsung. Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan bahwa ASN harus selalu mengingat esensi kehadiran aparatur birokrasi sebagai penjaga dan pemersatu bangsa. Netralitas bukan hanya disikapi sebagai aturan namun sebagai kode etik dasar dan integritas dalam perilaku keseharian ASN saat memberikan pelayanan publik. “ASN memiliki fungsi yang sakral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” pesannya pada forum diseminasi netralitas ASN di Bandung (21/3/2019).
Soal netralitas, Kepala BKN juga menekankan sikap tersebut wajib dimiliki karena ASN turut berperan menjaga keberagaman suku, etnis, dan agama di Indonesia. Dengan begitu pelayanan publik yang diberikan juga tidak bersifat diskriminatif, sebaliknya berorientasi pada sikap profesional dalam menjalankan profesinya.
Per 23 Juli 2019, 991 ASN Pelanggar Netralitas Terancam Sanksi Disiplin dan Kode Etik
Data Kedeputian BKN Bidang Pengawasan dan Pengendalian menetapkan 991 ASN terlibat dalam pelanggaran netralitas (data per Januari 2018 s/d Juni 2019). Dari total tersebut, 299 sudah diproses sampai tahap pemberian sanksi yang terdiri dari 179 dikenakan sanksi disiplin dan 120 dikenakan sanksi kode etik. Adapun 692 sisanya yang belum ditetapkan sanksi masih dalam tahap pemeriksaan dan klarifikasi lebih lanjut dengan pihak instansi masing-masing. Sebelumnya BKN sudah melakukan sinkronisasi data pelanggaran netralitas dengan instansi Pemerintah Daerah (Provinsi/Kota/Kabupaten) pada tanggal 4–10 Juli 2019. Mengingat dari total 991 ASN yang terlibat pelanggaran netralitas, 99.5% berstatus pegawai instansi Pemerintah Daerah.
Jenis pelanggaran dan sanksi disiplin untuk ASN yang terbukti melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS yakni pertama, pelanggaran netralitas berkategori sanksi hukuman disiplin sedang dengan sanksi berupa: Penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun; Penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun; dan Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun.
Kedua, pelanggaran netralitas yang berkategori hukuman disiplin berat dengan sanksi berupa: Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun; Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; Pembebasan dari jabatan; hingga Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS. Ketentuan lain mengenai netralitas ASN juga diatur pemerintah melalui Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 69217 kali
Editor :
Dilihat 69217 kali