Mengulik Tuntas Kekayaan Intelektual Komunal Indonesia di Pekan Kebudayaan Nasional 2019  18 Oktober 2019  ← Back



Jakarta, Kemendikbud --- Banyak kegiatan yang digelar pada Pekan Kebudayaan Nasional 2019 yang lalu, salah satunya ada tersedia ruang wicara yang didalamnya merupakan tempat berbagai ide dan pemikiran, ingin mendengar ide dan pemikiran. Berbagai isu budaya Indonesia dikupas tuntas di seminar terbuka yang dapat dihadiri oleh siapapun. Seminar dengan tema yang bertema Pengelolaan Hak Kekayaan Intelektual Komunal Untuk Kesejahteraan Rakyat di gelar di ruang Kenanga, Istora Senayan, Jakarta. Jumat (11/9/2019). Dengan pembicara Panji Prasetyo, dan beberapa penanggap antara lain Freddy Haris, Hilmar Farid, Ari Juliano dan dr. Siswanto, MHP, DPM.

Seminar ini membahas tentang proses pemanfaatan kekayaan warisan budaya yang didistribusikan ke UNESCO. Sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan yang menekankan pada aspek perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan.

Aspek perlindungan diawali dengan cara pendataan, mulai dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Museum Nasional, Balai Arkeologi, Kemenkes, Balitbang dan lain-lain. Syaratnya harus memiliki catatan informasi budaya yang akan didata seperti contohnya permainan tradisional.

Untuk aspek pengembangan seperti usaha batik yang akan terus berkembang untuk menjadi karya tekstil dan kemudian menjadi fashion terkini atau bentuk lain yang dapat berkembang menjadi mahakarya yang lebih baik, jadi kemungkinan karya yang dihasilkan itu tidak terhingga karena Indonesia Unlimited. Sedangkan aspek pemanfaatan dikelola oleh beberapa lembaga seperti Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Kementerian Pariwisata, Kementerian Perindustrian, masing masing memiliki tugas fungsi yang berkenaan dengan pengelolaan ekpresi-ekspresi budaya tradisional atau apapun yang menjadi komunal, hasilnya akan dikelola dan dibagi sesuai dengan aturan yang ada. Berikutnya, aspek pembinaan dilakukan jika semua siklus yang akan berjalan memiliki institusi sumber daya manusia yang cukup maka akan ada pembinaan yang akan dilakukan oleh pemerintah.

 “Salah satu masalah terbesar dalam melakukan sesuatu adalah selalu memikirkan kompleksitas sebagai excuse yang akhirnya dapat menghambat jalan untuk bergerak. Maka dari itu kita harus selalu optimis dan berani dalam melakukan sesuatu” tutur Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud.

Beberapa usulan yaitu negara hanya berkewajiban menginventarisasi, menjaga dan memelihara Kekayaan Intelektual Komunal (KIK), seperti proteksi defensif yang dilakukan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui pembentukan Pusat Data Nasional KIK. Lalu pemerintah pusat dan pemerintah daerah memfasilitasi penyusunan “hukum adat” bagi komunitas pemilik atau pemegang hak Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang belum memiliki “ hukum adat” atas KIK yang unik atau sakral, untuk mengatur pembagian manfaat dari pengelolaan atau komersialisasi KIK tersebut.

Terakhir adalah perlu kesepakatan Dirjen Kebudayaan dan Dirjen KI untuk menggunakan satu nomenklatur dan membuat satu Peraturan Pemerintah saja terkait pengelolaan KIKI berbasis kebudayaan, apakah “Obyek Pemajuan Kebudayaan” atau “Ekspresi Budaya Tradisional”, agar tidak tumpang tindih dalam pelaksaannya.(Resa Dara Yusita/Erika Hutapea)




Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3060 kali