Ciptakan Alat Bantu Buruh Punguti Brondolan Sawit, Mahasiswa IPB Raih Penghargaan Internasional 27 November 2019 ← Back
Jakarta, Kemendikbud —- Pengalaman masa kecil dan keluh kesah dari para buruh saat memunguti brondolan sawit di ladang, mendorong Tegar Nur Hidayat berinovasi. Mahasiswa angkatan 2017 Jurusan Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) ini membuat alat untuk membantu mitra pekerja pengutip brondolan sawit untuk meningkatkan penghasilan dan mengurangi kelelahan kerja. Alat itu dinamai Erbron-C, atau egronomic brondolan collector.
Erbron-C ciptaan Tegar dan tim IPB tersebut diganjar Silver Medal pada ASEAN-India Grassroot Innovation Forum yang diselenggarakan oleh Department of Science and Technology, Republic of Philipines, pada 20-21 November 2019.
Alatnya tampak sederhana, tetapi memiliki dampak besar bagi pekerja sektor perkebunan sawit di Indonesia. Menurut data Bappenas tahun 2018, industri kelapa sawit menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Di antara pekerja itu, Tegar menyebut banyak yang mengeluh bahwa mereka mengalami beberapa masalah saat memungut brondolan sawit.
Ia tak akan pernah lupa ketika ayahnya dinas di salah satu perkebunan sawit di Kalimantan Selatan. Saat itu ayahnya sering diajak berkeliling kebun sawit untuk melakukan kontrol dan melihat proses panen sawit. Melalui ingatan itu ia melakukan riset lebih lanjut. Ketika timnya melakukan kerja praktik lapangan di salah satu perkebunan sawit, ditemukan beberapa fakta naas, yaitu pengutipan brondolan secara manual tidak efektif dan efisien, pengutipan secara manual menyebabkan kelelahan kerja yang sangat tinggi, serta penghasilan pengutip rendah.
Berangkat dari kondisi tersebut, Tegar dan tim membuat dua buah mesin sederhana. Menurutnya, alat pengutip brondolan sawit sudah pernah diciptakan, tetapi dengan mekanisme dan desain yang berbeda dan belum digunakan satupun oleh industri sawit. Sehingga ia mengklaim bahwa alat ciptaannya itu total baru dalam desain dan mekanisme kerja. Ia membuatnya dalam dua tipe dengan cara kerja yang berbeda.
Alat tipe pertama dibuat untuk kontur tanah yang bergelombang. Menurut Tegar, cara kerjanya ialah operator mengoperasikan satu handle di mana bagian pengutip alat diarahkan pada brondolan. Unit pengutip berupa susunan spiral baja berlapis silikon rubber akan mengambil dengan cara menjepit brondolan tanpa melukai (clamp mechanism). Setelah itu, brondolan yang terjepit akan dilepaskan ke penampungan hanya dengan cara menarik tuas pelepas, dan akan mendorong brondolan lepas.
Tipe kedua diciptakan untuk kebun sawit dengan kontur tanah yang datar. Bentuknya ialah roller. Cara kerjanya dengan didorong dan diarahkan ke kumpulan brondolan di tanah. Mekanismenya masih sama, yaitu brondolan akan terjepit di antara unit pengutip. Di ujung depan roller terdapat separator berupa baja berdiameter 2 milimeter yang dipasang menyerupai sisir di antara unit pengutip, brondolan akan masuk ke penampungan karena separator ini.
Hasil dari alat ini sangat positif dalam uji coba. Melalui indeks Increase Ratio of Heart Rate (IRHR), yaitu pengukuran detak jantung saat istirahat dan bekerja untuk menentukan jenis pekerjaan mulai dari rentang sangat ringan hingga berat, penggunaan mesin Erbron-C mampu menghemat tenaga pekerja dengan nilai 1.34 (pekerjaan ringan), dibandingkan pemungutan manual dengan nilai 1.79 (pekerjaan berat).
Selain itu, kapasitas lapang pun meningkat. Dengan waktu kerja efektif tiga jam, pemungutan manual hanya menghasilkan 144 kg per hari, setelah menggunakan Erbron-C meroket menjadi 595 kg per hari. Otomatis, potensi keuntungan secara bisnis pun meningkat, semula pendapatan buruh pemungut brondolan sawit pada kisaran Rp 720.000, meningkat menjadi Rp 2.970.000 per bulan.
Mesin Erbron-C yang juga meraih medali emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-32 ini telah dirancang selama lebih dari satu tahun. Proses pembuatan alat ini diawali dengan gambar teknik, optimasi desain dan dimensi, analisis ergonomika, pemilihan bahan-bahan teknik yang disesuaikan dengan karakteristik brondolan sawit, untuk kemudian akhirnya pabrikasi.
Hingga saat ini, Tegar dan tim terus mengembangkan alatnya. Harapannya, dapat lebih bermanfaat nyata bagi masyarakat dan menemukan bantuan teknologi tepat guna bagi permasalahan yang genting di Indonesia. Kabar baiknya, karyanya saat ini telah terdaftar sebagai hak cipta, dan tengah terus melakukan pengembangan untuk dapat diproduksi secara massal.
Tegar pun optimistis dengan peneliti muda di Indonesia. Pengalamannya bersaing dengan banyak negara pada ajang internasional, meyakinkannya bahwa kemampuan analisis dan penerapan keilmuan sains Indonesia sangat unggul. Menurutnya, ide dan objek sangat banyak yang dapat dieksplorasi. Selain itu, tenaga pendidik, mahasiswa, peneliti, siswa, berdasar pengalamannya kemarin sangat vokal dalam kompetisi. Sarana dan prasarana penelitian indonesia berdasarkan bincang-bincang kemarin sangat prospektif dan harus dimanfaatkan dengan baik.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ismunandar, mengapresiasi prestasi Tegar ini. Ia berharap mahasiswa Indonesia dapat terus berinovasi dan tidak hanya diam melihat permasalahan di sekitarnya. Ditjen Belmawa sendiri secara intens menyelenggarakan kegiatan-kegiatan rutin untuk mengasah pengetahuan dan kompetensi mahasiswa.
Jakarta, 27 November 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Nomor: 386/Sipres/A5.3/XI/2019
Erbron-C ciptaan Tegar dan tim IPB tersebut diganjar Silver Medal pada ASEAN-India Grassroot Innovation Forum yang diselenggarakan oleh Department of Science and Technology, Republic of Philipines, pada 20-21 November 2019.
Alatnya tampak sederhana, tetapi memiliki dampak besar bagi pekerja sektor perkebunan sawit di Indonesia. Menurut data Bappenas tahun 2018, industri kelapa sawit menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung. Di antara pekerja itu, Tegar menyebut banyak yang mengeluh bahwa mereka mengalami beberapa masalah saat memungut brondolan sawit.
Ia tak akan pernah lupa ketika ayahnya dinas di salah satu perkebunan sawit di Kalimantan Selatan. Saat itu ayahnya sering diajak berkeliling kebun sawit untuk melakukan kontrol dan melihat proses panen sawit. Melalui ingatan itu ia melakukan riset lebih lanjut. Ketika timnya melakukan kerja praktik lapangan di salah satu perkebunan sawit, ditemukan beberapa fakta naas, yaitu pengutipan brondolan secara manual tidak efektif dan efisien, pengutipan secara manual menyebabkan kelelahan kerja yang sangat tinggi, serta penghasilan pengutip rendah.
Berangkat dari kondisi tersebut, Tegar dan tim membuat dua buah mesin sederhana. Menurutnya, alat pengutip brondolan sawit sudah pernah diciptakan, tetapi dengan mekanisme dan desain yang berbeda dan belum digunakan satupun oleh industri sawit. Sehingga ia mengklaim bahwa alat ciptaannya itu total baru dalam desain dan mekanisme kerja. Ia membuatnya dalam dua tipe dengan cara kerja yang berbeda.
Alat tipe pertama dibuat untuk kontur tanah yang bergelombang. Menurut Tegar, cara kerjanya ialah operator mengoperasikan satu handle di mana bagian pengutip alat diarahkan pada brondolan. Unit pengutip berupa susunan spiral baja berlapis silikon rubber akan mengambil dengan cara menjepit brondolan tanpa melukai (clamp mechanism). Setelah itu, brondolan yang terjepit akan dilepaskan ke penampungan hanya dengan cara menarik tuas pelepas, dan akan mendorong brondolan lepas.
Tipe kedua diciptakan untuk kebun sawit dengan kontur tanah yang datar. Bentuknya ialah roller. Cara kerjanya dengan didorong dan diarahkan ke kumpulan brondolan di tanah. Mekanismenya masih sama, yaitu brondolan akan terjepit di antara unit pengutip. Di ujung depan roller terdapat separator berupa baja berdiameter 2 milimeter yang dipasang menyerupai sisir di antara unit pengutip, brondolan akan masuk ke penampungan karena separator ini.
Hasil dari alat ini sangat positif dalam uji coba. Melalui indeks Increase Ratio of Heart Rate (IRHR), yaitu pengukuran detak jantung saat istirahat dan bekerja untuk menentukan jenis pekerjaan mulai dari rentang sangat ringan hingga berat, penggunaan mesin Erbron-C mampu menghemat tenaga pekerja dengan nilai 1.34 (pekerjaan ringan), dibandingkan pemungutan manual dengan nilai 1.79 (pekerjaan berat).
Selain itu, kapasitas lapang pun meningkat. Dengan waktu kerja efektif tiga jam, pemungutan manual hanya menghasilkan 144 kg per hari, setelah menggunakan Erbron-C meroket menjadi 595 kg per hari. Otomatis, potensi keuntungan secara bisnis pun meningkat, semula pendapatan buruh pemungut brondolan sawit pada kisaran Rp 720.000, meningkat menjadi Rp 2.970.000 per bulan.
Mesin Erbron-C yang juga meraih medali emas pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-32 ini telah dirancang selama lebih dari satu tahun. Proses pembuatan alat ini diawali dengan gambar teknik, optimasi desain dan dimensi, analisis ergonomika, pemilihan bahan-bahan teknik yang disesuaikan dengan karakteristik brondolan sawit, untuk kemudian akhirnya pabrikasi.
Hingga saat ini, Tegar dan tim terus mengembangkan alatnya. Harapannya, dapat lebih bermanfaat nyata bagi masyarakat dan menemukan bantuan teknologi tepat guna bagi permasalahan yang genting di Indonesia. Kabar baiknya, karyanya saat ini telah terdaftar sebagai hak cipta, dan tengah terus melakukan pengembangan untuk dapat diproduksi secara massal.
Tegar pun optimistis dengan peneliti muda di Indonesia. Pengalamannya bersaing dengan banyak negara pada ajang internasional, meyakinkannya bahwa kemampuan analisis dan penerapan keilmuan sains Indonesia sangat unggul. Menurutnya, ide dan objek sangat banyak yang dapat dieksplorasi. Selain itu, tenaga pendidik, mahasiswa, peneliti, siswa, berdasar pengalamannya kemarin sangat vokal dalam kompetisi. Sarana dan prasarana penelitian indonesia berdasarkan bincang-bincang kemarin sangat prospektif dan harus dimanfaatkan dengan baik.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Ismunandar, mengapresiasi prestasi Tegar ini. Ia berharap mahasiswa Indonesia dapat terus berinovasi dan tidak hanya diam melihat permasalahan di sekitarnya. Ditjen Belmawa sendiri secara intens menyelenggarakan kegiatan-kegiatan rutin untuk mengasah pengetahuan dan kompetensi mahasiswa.
Jakarta, 27 November 2019
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers Nomor: 386/Sipres/A5.3/XI/2019
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 4249 kali
Editor :
Dilihat 4249 kali