Kemendikbud Lakukan Penyesuaian Model Kompetensi Guru Sesuai Perkembangan Zaman  21 Februari 2020  ← Back

Jakarta, Kemendikbud --- Salah satu kunci penting dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah kompetensi guru dan kepala sekolah. Oleh sebab itu, pembaruan model kompetensi guru perlu dilakukan untuk menjawab tantangan terhadap kualitas pendidikan yang terus berkembang di tingkat regional maupun global. “Pembaruan kompetensi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari empat kompetensi yang sudah ada yang disusun secara berjenjang dan bertahap supaya lebih mudah dipahami oleh guru.”

Hal tersebut disampaikan Plt. Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Santi Ambarukmi, di sela-sela lokakarya, di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Kamis (20/2/2020). Dalam peningkatan mutu pendidikan, kata Santi, perkembangan teknologi serta berbagai pendekatan terbaru juga perlu diperhatikan agar dapat menciptakan aturan yang sesuai dengan kebutuhan.

“Oleh karena itu, melalui Lokakarya “Refleksi Kritis Kerangka Kompetensi Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas” ini, Kemendikbud berupaya memformulasikan aturan dalam peningkatan mutu pendidikan agar selaras dengan perkembangan zaman,” tambahnya.

Salah satu narasumber lokakarya dari SMP Negeri 3 Bissapu Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel), Usman mengemukakan bahwa kemampuan beradaptasi harus jadi indikator utama dalam menyikapi perubahan zaman. Berbagai proses manajemen sumber daya manusia seperti rekrutmen, seleksi, pelatihan, dan pengembangan karir harus sesuai dengan kebutuhan. “Guru harus ditanya apa yang mereka butuhkan, misalnya dalam keikutsertaan pelatihan, jangan guru BK malah ikut bimtek kurikulum,” kata Usman.

Pembaruan model kompetensi bagi guru, kepala sekolah dan pengawas juga harus berorientasi pada layanan pendidikan. Di mana peserta didik tidak hanya sebagai objek pembelajaran melainkan subjek yang diperhatikan kebutuhannya. Bahkan lebih dari itu, peserta didik yang menjadi penentu arah metode pembelajaran yang diambil sekolah. “Orientasinya bersumber pada kebutuhan siswa, apakah sekarang programnya sudah sesuai dengan kebutuhan siswa untuk bekal baginya?” guru dari SMP Lazuardi Al-Falah, Depok, Irma Nurul.

Lebih lanjut Irma menguraikan, guru, kepala sekolah dan pengawas idealnya tidak hanya fokus pada upaya untuk mencapai standarisasi tertentu, tapi harusnya lebih memahami karakteristik siswa dan mampu menjalankan metode yang tepat guna mengantarkan mereka mencapai tujuan pembelajaran. “Misalnya jika guru punya siswa yang konsentrasinya rendah maka semua metode dan program di kelas tersebut harus diarahkan untuk mendukung peningkatan potensi peserta didiknya,” jelasnya.

Guru SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo Jawa Timur, Enik Chairul Umah mengatakan, agar perubahan terjadi lebih cepat, kolaborasi pemerintah pusat dan daerah perlu dioptimalkan. “Penerjemahan kebijakan pusat di tingkat daerah tidak selalu bisa dipahami dengan baik meskipun sosialisasi sudah banyak dilakukan. Hal ini terutama dirasakan oleh sekolah swasta. Yang perlu dikedepankan adalah adalah semangat menciptakan sekolah yang (berkualitas) baik secara merata,” dia menambahkan.

Apa kata guru tentang Merdeka Belajar

Merujuk pada Kebijakan Merdeka Belajar, kepala sekolah dan guru penggerak yang menjadi motor perubahan semestinya lebih aktif menciptakan terobosan yang menggugah ekosistem pendidikannya. “Kunci keberhasilan ada di kepala sekolah dan guru. Perlu rumusan kebijakan dari bawah. Forum ini tepat untuk memberikan inspirasi kepada kepala sekolah dan guru dalam berinovasi,” kata Enik.


Terbitnya Kebijakan Merdeka Belajar menjadi momentum untuk menelaah kembali relevansi antara kebutuhan kompetensi saat ini dengan aturan yang ada. Melalui lokakarya ini Santi berharap guru, kepala sekolah dan pengawas saling bertukar pengalaman dan berbagi ide dalam menjawab tantangan bagi pendidik dan tenaga kependidikan di masa mendatang.

Guru dari SDN 34 Borang, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Wanti Sila Sakti memberikan apresiasiasi atas lokakarya yang diselenggarakan oleh Kemendikbud. Ia mengatakan, kesempatan ini adalah ajang untuk berbagi inspirasi dan motivasi berdasarkan pengalaman di lapangan. “Ini gebrakan luar biasa dari Kemendikbud,” ucap Wanti.

Sedangkan Irma Nurul, mengajak agar para peserta dapat memanfaatkan kegiatan ini untuk merumuskan kriteria kepala sekolah dan guru yang berkualitas dalam mempercepat akselerasi pendidikan. “Kepala sekolah dan guru harus bisa bertransformasi dengan cepat. Jika mereka tidak siap, bagaimana kita mempersiapkan murid-murid kita di masa yang akan datang,” kata Irma.

Menurut Irma, Merdeka Belajar adalah ketika guru berkomitmen untuk mencetak generasi penerus yang kompeten dengan metode belajar yang inovatif. “Bukan sebatas tuntas (belajar) tapi juga mampu membuat peserta didiknya paham terhadap konsep pembelajaran. Guru yang mandiri sangat dibutuhkan dalam menemukan cara (belajar) yang efektif di tengah berbagai keterbatasan,” terangnya.

Sementara itu, Merdeka Belajar dari versi Pengawas Sekolah Provinsi Sulawesi Selatan, Madalle adalah ketika pengawas dirindukan oleh kepala sekolah dan guru. “Maksudnya pengawas bisa membimbing guru dan kepsek dengan cara pikir yang induktif yaitu kreatif dan inovatif untuk mencari metode baru (solusi). Diujung pertemuan ada refleksi sehingga saat ada masalah bisa segera terpecahkan,” ungkapnya. (*)

Jakarta, 21 Februari 2020
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Laman: www.kemdikbud.go.id
Sumber : Siaran Pers BKH Kemendikbud Nomor: 28/Sipres/A6/II/2020

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 7547 kali