Dirjen Dikti: Dosen Penggerak Bantu Mahasiswa Menemukan Masa Depan 23 November 2020 ← Back
Jakarta – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) melalui Direktorat Sumber Daya kembali mengadakan Sosialisasi Dosen Penggerak Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, pada Selasa (23/11). Sosialisasi kali ini diselenggarakan untuk regional timur meliputi perguruan-perguruan tinggi yang berada di wilayah Indonesia Timur. Ini merupakan kali ketiga sosialisasi ini dilakukan sebagai upaya Ditjen Dikti dalam meningkatkan kompetensi dosen penggerak Kampus Merdeka secara menyeluruh ke perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, dalam sambutannya mengatakan kebijakan Kampus Merdeka membawa semangat merdeka pada perguruan tinggi untuk memastikan terciptanya sumber daya manusia yang unggul untuk membawa Indonesia pada kejayaannya. Selanjutnya, ia menjelaskan kondisi saat ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengangkat perekonomian Indonesia menjadi lebih maju. Pasalnya, perekonomian dunia saat ini telah didominasi oleh Asia. Selain itu, saat ini Indonesia juga tengah menuju masa bonus demografi pada tahun 2030-2035.
Namun, adapun permasalahan yang kerap dihadapi dunia pendidikan tinggi yakni adanya keluhan dari dunia kerja, bahwa lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja. Dengan kata lain, maka akan terjadi broken link dimana lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi tidak akan sesuai dengan dunia pekerjaan yang akan berbeda ketika para mahasiswa lulus.
“Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari broken link adalah dengan cara mengadakan kerja sama antara dunia pendidikan dan dunia kerja untuk membangun hari esok yang sama. Karena jika tidak, dunia pendidikan akan kehilangan relevansi. Perguruan tinggi mempersiapkan kompetensi hari ini, sedangkan 4-5 tahun ke depan kompetensi tersebut sudah berubah total,” ungkap Nizam.
Dalam mengembangkan kompetensi tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara self-directed dan flexible learning, melalui program Kampus Merdeka. Dengan cara memberikan hak kuliah satu semester kepada mahasiswa untuk kuliah di prodi lain dan memberikan hak dua semester untuk belajar di luar kampus. Hal tersebut didasari pada setiap mahasiswa memiliki minat, cita-cita dan tujuan hidup yang berbeda.
“Dengan melakukan hal tersebut maka mahasiswa akan mendapatkan pengalaman dari dunia yang akan dimasuki dan mahasiswa akan lebih siap dalam menghadapi dan merancang hari esoknya,” ujar Nizam.
Nizam melanjutkan beberapa hal tersebut merupakan semangat dari merdeka belajar yang menjadi tujuan dari pendidikan, seperti yang telah digariskan oleh Ki Hajar Dewantara, dimana tujuan pendidikan adalah melahirkan insan merdeka yang berbudaya. Adapun ciri insan merdeka yang dijelaskan, yaitu berdikari, tidak bergantung pada orang lain, dan mampu menentukan masa depannya sendiri.
Selain itu, dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, sumber belajar mahasiswa tidak lagi hanya melalui dosen, tetapi mahasiswa dapat mempunyai akses untuk sumber belajar dimanapun. Dengan demikian, dapat diartikan peran dosen penggerak adalah menjadi co-pilot, yang mendampingi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya dan menemukan masa depannya.
“Rekan-rekan dosen ini adalah para agen perubahan untuk menjadi penggerak yang memfasilitasi dan mendampingi mahasiswa dalam menemukan hari esoknya,” jelasnya.
Seiring dengan implementasi Kampus Merdeka, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan 8 Indikator Kinerja Utama (IKU) yang akan menjadi landasan transformasi pendidikan tinggi. Indikator kinerja utama tersebut antara lain meliputi kualitas kurikulum, kualitas lulusan, serta kualitas dosen dan pengajar. Selain itu, Pemerintah telah mengalokasikan dana untuk transformasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi yang mencakup perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.
“Sebagai kesimpulan perguruan tinggi harus melakukan disrupsi, perlunya pemimpin transformasional, menggandengkan perguruan tinggi dengan dunia nyata, dibentuknya ekosistem pentahelix, serta menerapkan prinsip gotong royong. Dengan beberapa hal tersebut diharapkan dapat terciptanya sumber daya manusia yang unggul dalam mewujudkan Indonesia jaya,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti, Sofwan Effendi menjelaskan bahwa konsep dosen penggerak tidak bisa dilepaskan dari aktivitas mahasiswa di dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Bagi dosen, hal tersebut adalah upaya untuk mendorong mahasiswa untuk bisa terjun langsung ke masyarakat serta meningkatkan kompetesi dosen, dan menuju karir tertinggi bagi dosen itu sendiri.
“Fleksibilitas, aktivitas yang diberikan di dalam kebijakan Kampus Merdeka sudah memungkinkan untuk dosen memilih sesuai dengan pilihannya dalam rangka melaksanakan misi diferensiasi universitas yang ujungnya adalah meningkatkan kapasitas dan kualitas universitas itu sendiri,” pungkas Sofwan.
(YH/DZI/FH/DH/NH/MFS/VAL/YJ/ITR)
Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, dalam sambutannya mengatakan kebijakan Kampus Merdeka membawa semangat merdeka pada perguruan tinggi untuk memastikan terciptanya sumber daya manusia yang unggul untuk membawa Indonesia pada kejayaannya. Selanjutnya, ia menjelaskan kondisi saat ini menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengangkat perekonomian Indonesia menjadi lebih maju. Pasalnya, perekonomian dunia saat ini telah didominasi oleh Asia. Selain itu, saat ini Indonesia juga tengah menuju masa bonus demografi pada tahun 2030-2035.
Namun, adapun permasalahan yang kerap dihadapi dunia pendidikan tinggi yakni adanya keluhan dari dunia kerja, bahwa lulusan perguruan tinggi tidak sesuai dengan kebutuhan di dunia kerja. Dengan kata lain, maka akan terjadi broken link dimana lulusan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi tidak akan sesuai dengan dunia pekerjaan yang akan berbeda ketika para mahasiswa lulus.
“Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari broken link adalah dengan cara mengadakan kerja sama antara dunia pendidikan dan dunia kerja untuk membangun hari esok yang sama. Karena jika tidak, dunia pendidikan akan kehilangan relevansi. Perguruan tinggi mempersiapkan kompetensi hari ini, sedangkan 4-5 tahun ke depan kompetensi tersebut sudah berubah total,” ungkap Nizam.
Dalam mengembangkan kompetensi tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara self-directed dan flexible learning, melalui program Kampus Merdeka. Dengan cara memberikan hak kuliah satu semester kepada mahasiswa untuk kuliah di prodi lain dan memberikan hak dua semester untuk belajar di luar kampus. Hal tersebut didasari pada setiap mahasiswa memiliki minat, cita-cita dan tujuan hidup yang berbeda.
“Dengan melakukan hal tersebut maka mahasiswa akan mendapatkan pengalaman dari dunia yang akan dimasuki dan mahasiswa akan lebih siap dalam menghadapi dan merancang hari esoknya,” ujar Nizam.
Nizam melanjutkan beberapa hal tersebut merupakan semangat dari merdeka belajar yang menjadi tujuan dari pendidikan, seperti yang telah digariskan oleh Ki Hajar Dewantara, dimana tujuan pendidikan adalah melahirkan insan merdeka yang berbudaya. Adapun ciri insan merdeka yang dijelaskan, yaitu berdikari, tidak bergantung pada orang lain, dan mampu menentukan masa depannya sendiri.
Selain itu, dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, sumber belajar mahasiswa tidak lagi hanya melalui dosen, tetapi mahasiswa dapat mempunyai akses untuk sumber belajar dimanapun. Dengan demikian, dapat diartikan peran dosen penggerak adalah menjadi co-pilot, yang mendampingi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya dan menemukan masa depannya.
“Rekan-rekan dosen ini adalah para agen perubahan untuk menjadi penggerak yang memfasilitasi dan mendampingi mahasiswa dalam menemukan hari esoknya,” jelasnya.
Seiring dengan implementasi Kampus Merdeka, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan 8 Indikator Kinerja Utama (IKU) yang akan menjadi landasan transformasi pendidikan tinggi. Indikator kinerja utama tersebut antara lain meliputi kualitas kurikulum, kualitas lulusan, serta kualitas dosen dan pengajar. Selain itu, Pemerintah telah mengalokasikan dana untuk transformasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi yang mencakup perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.
“Sebagai kesimpulan perguruan tinggi harus melakukan disrupsi, perlunya pemimpin transformasional, menggandengkan perguruan tinggi dengan dunia nyata, dibentuknya ekosistem pentahelix, serta menerapkan prinsip gotong royong. Dengan beberapa hal tersebut diharapkan dapat terciptanya sumber daya manusia yang unggul dalam mewujudkan Indonesia jaya,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti, Sofwan Effendi menjelaskan bahwa konsep dosen penggerak tidak bisa dilepaskan dari aktivitas mahasiswa di dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Bagi dosen, hal tersebut adalah upaya untuk mendorong mahasiswa untuk bisa terjun langsung ke masyarakat serta meningkatkan kompetesi dosen, dan menuju karir tertinggi bagi dosen itu sendiri.
“Fleksibilitas, aktivitas yang diberikan di dalam kebijakan Kampus Merdeka sudah memungkinkan untuk dosen memilih sesuai dengan pilihannya dalam rangka melaksanakan misi diferensiasi universitas yang ujungnya adalah meningkatkan kapasitas dan kualitas universitas itu sendiri,” pungkas Sofwan.
(YH/DZI/FH/DH/NH/MFS/VAL/YJ/ITR)
Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2715 kali
Editor :
Dilihat 2715 kali