Membangun Literasi Nasional melalui Akselerasi Publikasi Nasional dan Penerbitan Buku yang Berkualit 12 November 2020 ← Back
Jakarta - Dalam melahirkan publikasi yang semakin baik dan membangun iklim akademik secara nasional, pada kisaran tahun 2014-2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merancang Undang-Undang Sistem Perbukuan, dan kemudian pada tahun 2017 telah diresmikan.
"Undang-Undang tersebut dirancang dengan semangat yang esensinya adalah mengakselerasi publikasi nasional secara signifikan dan melahirkan buku-buku berkualitas yang murah serta dapat menjangkau seluruh masyarakat," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, dalam acara webinar Mukernas Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia yang dilakukan secara daring, Rabu (11/11).
Berdasarkan hasil survei Program for International Student Assessment (PISA), rata-rata literasi di Indonesia masih sangat rendah, baik dari literasi anak-anak maupun dewasa.
“Di kereta api, dan di bis umum di luar negeri kita lihat orang-orang membaca buku, akan tetapi di Indonesia kita melihat orang-orang masih mengobrol dan kebanyakan hanya membaca pesan dari aplikasi percakapan,” ucap Nizam.
Menurut Nizam, hal ini menunjukkan pentingnya membangun literasi nasional. Upaya untuk membangun literasi nasional tersebut salah satunya dengan memperkuat penerbitan pembukuan di Indonesia sehingga lahirlah Undang-Undang Sistem Perbukuan. Dalam hal ini, semangatnya adalah membangun literasi nasional dan meningkatkan minat baca di seluruh masyarakat.
“Ketika melihat ke desa-desa, terlihat semangat baca anak-anak meningkat, hal tersebut cukup menarik melihat perpustakan-perpustakaan desa, komunitas, dan perpustakaan keliling mulai dikunjungi oleh anak anak, saat ini kita harus fokus bagaimana menghasilkan buku -buku yang berkualitas,” lanjutnya.
Nizam pun mendorong para penerbit harus bisa bertransformasi dengan cepat dan memanfaatkan teknologi dalam penerbitan, seperti yang dilakukan oleh media yang saat ini bertransformasi serta membangun bisnisnya secara daring. Upaya ini dilakukan karena merupakan hal yang fundamental dalam memanfaatkan bonus demografi saat ini di dalam upaya membangun sumber manusia yang unggul.
“Oleh karena itu saya sangat mengharapkan teman-teman dari Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia bisa mengakselerasi produktivitas secara nasional dengan memanfaatkan teknologi dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan secepat mungkin serta semasif mungkin,” tutur Nizam.
Lebih lanjut Nizam menjelaskan saat ini tingkat rate regional publikasi dosen selama 5 tahun terakhir kemarin sudah meningkat luar biasa. Hal tersebut bisa dilihat dari rata-rata negara ASEAN dimana Indonesia tertinggal dari Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan hampir disusul oleh Vietnam. Namun, saat ini Indonesia sudah melampaui negara-negara tersebut. Untuk itu, Ditjen Dikti berupaya meningkatkan publikasi di dalam negeri sendiri, bagaimana karya-karya yang berkualitas lahir dari publikasi di dalam negeri.
“Saya sedih melihat buku di bandara mengenai sejarah Indonesia, akan tetapi terbitnya dari Singapura. Banyak karya-karya tersebut diterbitkan oleh asing. Padahal sumber tulisan di Indonesia ini sangat melimpah seperti naskah-naskah kuno, keragaman budaya, keragaman bahasa, keragaman geologi, dan biodiversity. Hal tersebut tantangan bagi teman-teman sekalian bagaimana menarik dan mendorong publikasi-publikasi berkualitas dari Inondesia,” pungkas Nizam.
(YH/DZI/FH/DH/NH/MFS/VAL/YJ/ITR)
Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
"Undang-Undang tersebut dirancang dengan semangat yang esensinya adalah mengakselerasi publikasi nasional secara signifikan dan melahirkan buku-buku berkualitas yang murah serta dapat menjangkau seluruh masyarakat," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, dalam acara webinar Mukernas Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia yang dilakukan secara daring, Rabu (11/11).
Berdasarkan hasil survei Program for International Student Assessment (PISA), rata-rata literasi di Indonesia masih sangat rendah, baik dari literasi anak-anak maupun dewasa.
“Di kereta api, dan di bis umum di luar negeri kita lihat orang-orang membaca buku, akan tetapi di Indonesia kita melihat orang-orang masih mengobrol dan kebanyakan hanya membaca pesan dari aplikasi percakapan,” ucap Nizam.
Menurut Nizam, hal ini menunjukkan pentingnya membangun literasi nasional. Upaya untuk membangun literasi nasional tersebut salah satunya dengan memperkuat penerbitan pembukuan di Indonesia sehingga lahirlah Undang-Undang Sistem Perbukuan. Dalam hal ini, semangatnya adalah membangun literasi nasional dan meningkatkan minat baca di seluruh masyarakat.
“Ketika melihat ke desa-desa, terlihat semangat baca anak-anak meningkat, hal tersebut cukup menarik melihat perpustakan-perpustakaan desa, komunitas, dan perpustakaan keliling mulai dikunjungi oleh anak anak, saat ini kita harus fokus bagaimana menghasilkan buku -buku yang berkualitas,” lanjutnya.
Nizam pun mendorong para penerbit harus bisa bertransformasi dengan cepat dan memanfaatkan teknologi dalam penerbitan, seperti yang dilakukan oleh media yang saat ini bertransformasi serta membangun bisnisnya secara daring. Upaya ini dilakukan karena merupakan hal yang fundamental dalam memanfaatkan bonus demografi saat ini di dalam upaya membangun sumber manusia yang unggul.
“Oleh karena itu saya sangat mengharapkan teman-teman dari Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia bisa mengakselerasi produktivitas secara nasional dengan memanfaatkan teknologi dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan secepat mungkin serta semasif mungkin,” tutur Nizam.
Lebih lanjut Nizam menjelaskan saat ini tingkat rate regional publikasi dosen selama 5 tahun terakhir kemarin sudah meningkat luar biasa. Hal tersebut bisa dilihat dari rata-rata negara ASEAN dimana Indonesia tertinggal dari Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand dan hampir disusul oleh Vietnam. Namun, saat ini Indonesia sudah melampaui negara-negara tersebut. Untuk itu, Ditjen Dikti berupaya meningkatkan publikasi di dalam negeri sendiri, bagaimana karya-karya yang berkualitas lahir dari publikasi di dalam negeri.
“Saya sedih melihat buku di bandara mengenai sejarah Indonesia, akan tetapi terbitnya dari Singapura. Banyak karya-karya tersebut diterbitkan oleh asing. Padahal sumber tulisan di Indonesia ini sangat melimpah seperti naskah-naskah kuno, keragaman budaya, keragaman bahasa, keragaman geologi, dan biodiversity. Hal tersebut tantangan bagi teman-teman sekalian bagaimana menarik dan mendorong publikasi-publikasi berkualitas dari Inondesia,” pungkas Nizam.
(YH/DZI/FH/DH/NH/MFS/VAL/YJ/ITR)
Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 2088 kali
Editor :
Dilihat 2088 kali