Ini Tiga Perbedaan Mendasar pada UKBI Adaptif Merdeka 30 Januari 2021 ← Back
Jakarta, Kemendikbud – Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz menjelaskan, tiga perbedaan mendasar antara Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) terdahulu dengan sistem terbaru yang diberi nama UKBI Adaptif Merdeka. Perbedaannya terletak pada segi desain uji, platform penyajian tes, dan pelaksanaan tes.
Pertama, dari segi desain uji. Sebelumnya, setiap peserta mendapat satu paket lengkap berupa 105 butir soal. Terdiri dari tiga desk uji yaitu mendengarkan, merespons kaidah dan membaca yang berdurasi 95 menit. Pada UKBI Adaptif ini soal dan waktu uji untuk setiap peserta berbeda. Tergantung pada estimasi kemampuan peserta yang teridentifikasi oleh komputer.
“Jadi bukan berarti semakin cepat menyelesaikan ujian itu semakin baik dan yang lama selesai itu kurang baik. Bisa saja, komputer menghentikan ujian secara otomatis karena dianggap peserta tersebut tidak bisa menyelesaikan ujiannya,” urai Aminudin Aziz, dalam laporannya pada acara peluncuran UKBI Adaptif Merdeka yang berlangsung secara daring di Jakarta, Jumat (29/1).
Kedua, platform penyajian tes. Pada sistem sebelumnya, soal disajikan dalam bentuk kertas atau melalui komputer secara luring. Sementara itu untuk sistem UKBI Adaptif Merdeka, seluruh mekanismenya dilakukan dengan jejaring internet. Mulai dari pendaftaran, pelaksanaan ujian, dan sertifikasi digital.
Ketiga, pelaksanaan tes. Pada UKBI sebelumnya, peuji dan penguji harus bersemuka, mereka harus bertemu. Sekarang dengan UKBI Adaptif, peuji dapat melakukan pengujian di manapun, dengan waktu dapat dipilih sesuai jadwal.
Terkait dengan spesifikasi yang diperlukan, untuk bisa melakukan UKBI Adaptif, para peserta harus menggunakan komputer ataupun laptop, dan memiliki akses internet yang kecepatannya minimal 10mbps. “Akses internet ini harus dipastikan bekerja dengan baik, sebelum peserta mengikuti ujian,” pesan Aminudin Aziz.
Selain itu, untuk mencegah tindak kecurangan pada saat pelaksanaan ujian, komputer peserta harus dilengkapi dengan kamera. Kamera tersebut harus menyala saat pelaksanaan ujian. Jika tidak maka peserta tidak bisa melanjutkan ujian. “Tujuannya, sebagai cara kita untuk memastikan validitas dari tes ini. Di mana orang yang bersangkutan memang betul mengikuti tes itu. Jadi tidak akan ada penipuan dari para peserta,” pungkasnya.* (Denty A./Aline R.)
Sumber :
Pertama, dari segi desain uji. Sebelumnya, setiap peserta mendapat satu paket lengkap berupa 105 butir soal. Terdiri dari tiga desk uji yaitu mendengarkan, merespons kaidah dan membaca yang berdurasi 95 menit. Pada UKBI Adaptif ini soal dan waktu uji untuk setiap peserta berbeda. Tergantung pada estimasi kemampuan peserta yang teridentifikasi oleh komputer.
“Jadi bukan berarti semakin cepat menyelesaikan ujian itu semakin baik dan yang lama selesai itu kurang baik. Bisa saja, komputer menghentikan ujian secara otomatis karena dianggap peserta tersebut tidak bisa menyelesaikan ujiannya,” urai Aminudin Aziz, dalam laporannya pada acara peluncuran UKBI Adaptif Merdeka yang berlangsung secara daring di Jakarta, Jumat (29/1).
Kedua, platform penyajian tes. Pada sistem sebelumnya, soal disajikan dalam bentuk kertas atau melalui komputer secara luring. Sementara itu untuk sistem UKBI Adaptif Merdeka, seluruh mekanismenya dilakukan dengan jejaring internet. Mulai dari pendaftaran, pelaksanaan ujian, dan sertifikasi digital.
Ketiga, pelaksanaan tes. Pada UKBI sebelumnya, peuji dan penguji harus bersemuka, mereka harus bertemu. Sekarang dengan UKBI Adaptif, peuji dapat melakukan pengujian di manapun, dengan waktu dapat dipilih sesuai jadwal.
Terkait dengan spesifikasi yang diperlukan, untuk bisa melakukan UKBI Adaptif, para peserta harus menggunakan komputer ataupun laptop, dan memiliki akses internet yang kecepatannya minimal 10mbps. “Akses internet ini harus dipastikan bekerja dengan baik, sebelum peserta mengikuti ujian,” pesan Aminudin Aziz.
Selain itu, untuk mencegah tindak kecurangan pada saat pelaksanaan ujian, komputer peserta harus dilengkapi dengan kamera. Kamera tersebut harus menyala saat pelaksanaan ujian. Jika tidak maka peserta tidak bisa melanjutkan ujian. “Tujuannya, sebagai cara kita untuk memastikan validitas dari tes ini. Di mana orang yang bersangkutan memang betul mengikuti tes itu. Jadi tidak akan ada penipuan dari para peserta,” pungkasnya.* (Denty A./Aline R.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 9102 kali
Editor :
Dilihat 9102 kali