Kemendikbudristek Tingkatkan Komitmen untuk Pemajuan Kebahasaan dan Kesastraan 07 Mei 2021 ← Back
Jakarta, 6 Mei 2021 --- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) memiliki komitmen yang tinggi untuk pemajuan kebahasaan dan kesastraan. Berbagai inovasi dilakukan untuk meningkatkan layanan profesional di bidang kebahasaan dan kesastraan. Salah satu inovasi tersebut adalah Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) Adaptif Merdeka.
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengungkapkan bahwa UKBI Adaptif Merdeka merupakan bentuk peran serta Badan Bahasa dalam transformasi pendidikan melalui program Merdeka Belajar yang digulirkan oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim.
“Badan Bahasa adalah bagian integral dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Untuk itu, Badan Bahasa turut andil dalam transformasi yang digulirkan oleh Mas Menteri melalui Merdeka belajar, salah satunya adalah melakukan transformasi dalam UKBI,” tutur Aminudin pada program Siniar YouTube Kemendikbudristek bertajuk “Kemahiran Berbahasa Menunjukkan Jati Diri dan Kemartabatan” pada Selasa (3/4).
Ia menambahkan bahwa UKBI Adaptif Merdeka diharapkan menjadi bagian dan berkontribusi terhadap program Merdeka Belajar. Hal yang membedakan dari UKBI Adaptif Merdeka dengan versi sebelumnya dapat dijelaskan dalam tiga poin. Pertama, tes disesuaikan dengan tingkat kemahiran para peuji karena didukung algoritma pemograman, Kedua, standar yang berlaku sama, baik untuk penutur asli bahasa Indonesia maupun mereka yang belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, Dan yang ketiga, tes dilakukan secara daring, tidak ada lagi tes yang menggunakan kertas sehingga dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuai dengan keinginan peuji.
Selain UKBI, inovasi yang telah dilakukan oleh Badan Bahasa adalah dengan memperkuat gerakan literasi. Salah satunya melalui penyediaan buku bacaan nonpelajaran. Aminudin mengatakan, penyediaan buku adalah hal yang sangat penting yang menjadi prasayarat adanya literasi. Sinyal kuat yang ditunjukkan oleh Mas Menteri untuk mendukung gerakan literasi, lanjutnya, adalah dengan mengubah kebijakan dan strategi.
“Ini menjadi penting karena kalaupun kita mau bergerak ke penyediaan buku, sekolah bisa membeli buku secara bebas asalkan sudah dinilai oleh Pusat Perbukuan, selama ini memang agak susah. Kemudian, keterlibatan guru-guru nonbahasa, kepala sekolah, dan pengawas sekolah saat ini sepertinya berjalan terpisah-pisah. Mas Menteri mengatakan harus kita ubah, ini adalah strategi paling awal yang harus kita buat sehingga nanti prasyaratnya sudah terpenuhi, baru kita bicara bagaimana melatih gurunya,” ungkapnya.
Menurut Aminudin, untuk menunjang pengembangan literasi, ke depan pelatihan-pelatihan guru akan mengintegrasikan model-model pembelajaran literasi ke dalam mata pelajaran lain sehingga menjadi satu kesatuan.
“Ada beberapa program yang menjadi prioritas, penyiapan buku kemudian masuk menjadi bagian dari kurikulum, kemudian bagaimana guru, pengawas, dan kepala sekolah bisa secara bersama-sama karena selama ini bicara literasi menjadi tugas guru bahasa sehingga bebannya terlalu berat. Konsep ini yang ingin kita perbaiki bersama-sama sehingga nanti bicara literasi adalah bicara juga tanggung jawab dari guru mata pelajaran lain, kemudian ada tanggung jawab dari kepala sekolah dan pengawas termasuk petugas perpustakaan. Artinya, ekosistem sekolah ini kita bangun secara bersama-sama untuk bicara literasi,” ujar Aminudin.
Mengenal UKBI Adaptif Merdeka
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz mengatakan bahwa hal lain yang membedakan UKBI Adaptif dengan versi sebelumnya adalah aspek keterampilan berbahasa yang diujikan. Selain aspek menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Terdapat tambahan aspek yang diujikan, yaitu merespons kaidah.
“Merespons kaidah ini bukan urusan bagaimana benar dan salah, tetapi mana yang paling pantas. Pendekatan ini dilakukan supaya orang itu bisa menilai ketika seseorang berbahasa dalam konteks tertentu bukan hanya urusan tata bahasa atau benar dan salah, tetapi seperti apa kepantasan orang berbahasa. Ini yang kita terapkan dalam format yang adaptif ini,” jelasnya.
Selanjutnya, menurut Aminudin, dalam tempo tiga bulan peserta UKBI Adaptif Merdeka sudah mencapai 10.000 orang. Padahal, sebelum menjadi adaptif atau sejak dikembangkan pada tahun 2009—2020, peserta UKBI baru mencapai 60.000 orang.
“Kemarin saya mendapat informasi dari kepala balai dan kantor bahasa, ada satu sekolah yang menyertakan sampai 1.250 orang untuk mengikuti UKBI Adaptif. Jadi, sekarang terlihat antusias mereka untuk mengetahui seperti apa formatnya. Kemudian, untuk mengetahui juga tingkat kemahiran berbahasa peuji sampai sejauhmana,”ungkap Aminudin.
Lebih lanjut, Aminudin menuturkan bahwa relevansi yang dimiliki UKBI terhadap perkembangan SDM di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, sebagai langkah awal ia melakukan pendekatan kepada rekan-rekan di unit utama Kemendikbudristek untuk menggunakan UKBI sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
“Saya sampaikan kepada teman-teman di Ditjen GTK dan Ditjen Pendidikan Vokasi. Alhamdulillah, responsnya sangat baik, misalnya Ditjen Pendidikan Vokasi sudah sepakat bahwa untuk semua SMK Pusat Keunggulan (PK), ujian bahasa Indonesianya itu menggunakan UKBI karena menunjang kemampuan berkomunikasi. UKBI ini merepresentasikan kualitas berpikir seseorang dalam menggunakan bahasa untuk kepentingan pekerjaannya. Misalnya seseorang bekerja di suatu pabrik, cara mengoperasikan mesin, cara berkomunikasi, dia memahami perintah-perintah dari mesin, membacanya, kemudian menyampaikan laporan kepada penyelianya akan seperti itu. Kemampuan berbahasa seperti inilah yang dipotret oleh UKBI,” tutur Aminudin.
Untuk mengetahui tentang UKBI lebih jauh, masyarakat dapat mengakses laman ukbi.kemdikbud.go.id. Pada laman tersebut terdapat petunjuk penggunaan dan pendaftaran, bahkan tersedia fitur simulasi untuk mencoba UKBI.
Upaya pengembangan literasi oleh Badan Bahasa
Untuk melihat pengembangan literasi yang sudah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz mengatakan bahwa UKBI ini adalah salah satu wujud untuk menguji hasil pendidikan literasi kita. Oleh karena itu, Badan Bahasa benar-benar mengampanyekan penggunaan UKBI ini sehingga bisa menjadi informasi yang sangat sahih tentang kualitas pendidikan literasi di Indonesia karena yang digunakan itu selalu saja hasil dari PISA.
“Dalam tiga tahun terakhir sejak program literasi dicanangkan pada tahun 2016, hasil PISA kita memang tidak menggembirakan. Kita menilai sepertinya belum beranjak naik, itu fakta yang tidak bisa kita hindari. Kemudian, saya katakan kepada Mas Menteri bahwa kita mungkin harus mengubah sudut pandang kita tentang praktik literasi saat ini,” kata Aminudin.
Menurut Aminudin terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi untuk mengembangkan literasi di tanah air. Pertama, literasi ini ada di beberapa kementerian dan lembaga, tetapi tidak pernah bersama-sama dalam mengatasi suatu permasalahan (literasi) itu dan fokus, tetapi cenderung masing-masing. Kedua, literasi tidak dikerjakan dari hulu atau memperbaiki dari hulu, tetapi justru lebih kepada apa yang tampak di muka, di tengah atau di hilir.
“Apa yang menjadi masalah di hulunya, yaitu ketersediaan buku bacaan untuk literasi selain buku pelajaran. Buku bacaaan ini tingkat ketersediaannya rendah, walaupun ada beberapa sekolah menyediakan buku bahan bacaan literasi ini, itu belum ada jaminan bahwa buku itu diminati oleh siswa. Perspektifnya adalah buku yang dibuat oleh orang dewasa dari perspektif orang dewasa yang menurut orang dewasa ini bagus untuk dibaca oleh anak-anak sehingga anak-anak ketika harus membaca itu tidak tertarik. Apalagi kalau sudah dibuat konstruksi bahasanya rumit. Inilah yang harusnya diperbaiki dan dalam berbagai kesempatan Mas Menteri menyampaikan kita perbaiki dari hulunya. Dan hal inilah yang sedang digarap oleh Badan Bahasa bersama tim literasi,” ungkap Aminudin.
Aminudin menambahkan bahwa kita tidak bisa sendirian dalam mengembangkan literasi karena di lingkungan kita itu ada para penggerak atau pegiat literasi. Anak-anak kita di sekolah itu terbatas waktunya sehingga mereka banyak bersosialisasi di masyarakat dengan teman-temannya yang bukan dari satu sekolah.
“Untuk itu, kehadiran taman-taman bacaan masyarakat ini perannya menjadi sangat penting dan mereka bisa bergerak kapan saja. Dan ini yang akan kita sisir supaya menjadi bagian dari program kita. Saat ini, kita mempunyai data cukup besar tentang jumlah TBM ini, yaitu lebih dari 5.000-an. Mereka ini secara bersama-sama dengan Kemdikbudristek bersinergi. Kemudian, kita siapkan buku-bukunya. Badan Bahasa sampai saat ini sudah membuat buku bacaan literasi itu sebanyak 748 judul buku, mulai dari tingkat PAUD sampai SMA/SMK.
Aminudin melanjutkan bahwa buku-buku tersebut sudah tersedia di laman Badan Bahasa dalam bentuk buku digital, tetapi untuk daerah yang kesulitan jaringan internet, Badan Bahasa mencetak buku-buku tersebut secara terbatas, khususnya untuk menjangkau daerah 3T.
“Berdasarkan informasi yang saya terima, respons dari mereka sangat baik dan ternyata minat baca mereka juga sangat tinggi karena minat akan muncul ketika sudah tersedia buku bacaannya,”ujar Aminudin.
Harapannya, pada 2024 tingkat literasi yang diukur oleh PISA itu naik sampai pada angka 389. Meskipun masih rendah, tetapi jauh lebih baik dibanding dengan angka yang sekarang karena inventasi untuk literasi adalah inventasi jangka panjang yang perlu kecermatan dan kesabaran.
“Dan kalau kita melihat data yang ada, tidak ada satu negara pun yang berinvestasi dalam literasi itu bisa dilihat dalam waktu lima tahun, minimal 10—12 tahun baru terlihat mulai dari sekolah dasar. Pengujian PISA itu untuk anak-anak SMP yang berumur 13—14 tahun. Jadi, ini bisa kelihatan setelah mereka menempuh sembilan tahun pembelajaran,” kata Aminudin.
Kemudian, Aminudin berpesan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan pantas itu menunjukkan jati diri dan kemartabatan.
“Oleh karena itu, mari kita gunakan UKBI ini secara sukarela untuk mengetahui sejauhmana tingkat kemahiran berbahasa kita. Dan ini adalah bukti tingkat literasi kita, literasi berbahasa kita. Tentu saja, saya mengimbau semua pihak yang terlibat dalam gerakan iterasi untuk menjadikan program literasi ini sebagai program bersama yang kita kerjakan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Dan dengan cara gotong royong kita bergerak serentak mewujudkan visi Merdeka Belajar sebagaimana yang telah dikatakan oleh Mas Menteri berulang-ulang bahwa ini adalah cara kita (bersama) mereformasi pendidikan di Indonesia,” pungkas Aminudin.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
#Hardiknas2021
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor : 165 /sipres/A6/V/2021
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, mengungkapkan bahwa UKBI Adaptif Merdeka merupakan bentuk peran serta Badan Bahasa dalam transformasi pendidikan melalui program Merdeka Belajar yang digulirkan oleh Mendikbudristek, Nadiem Makarim.
“Badan Bahasa adalah bagian integral dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Untuk itu, Badan Bahasa turut andil dalam transformasi yang digulirkan oleh Mas Menteri melalui Merdeka belajar, salah satunya adalah melakukan transformasi dalam UKBI,” tutur Aminudin pada program Siniar YouTube Kemendikbudristek bertajuk “Kemahiran Berbahasa Menunjukkan Jati Diri dan Kemartabatan” pada Selasa (3/4).
Ia menambahkan bahwa UKBI Adaptif Merdeka diharapkan menjadi bagian dan berkontribusi terhadap program Merdeka Belajar. Hal yang membedakan dari UKBI Adaptif Merdeka dengan versi sebelumnya dapat dijelaskan dalam tiga poin. Pertama, tes disesuaikan dengan tingkat kemahiran para peuji karena didukung algoritma pemograman, Kedua, standar yang berlaku sama, baik untuk penutur asli bahasa Indonesia maupun mereka yang belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, Dan yang ketiga, tes dilakukan secara daring, tidak ada lagi tes yang menggunakan kertas sehingga dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja sesuai dengan keinginan peuji.
Selain UKBI, inovasi yang telah dilakukan oleh Badan Bahasa adalah dengan memperkuat gerakan literasi. Salah satunya melalui penyediaan buku bacaan nonpelajaran. Aminudin mengatakan, penyediaan buku adalah hal yang sangat penting yang menjadi prasayarat adanya literasi. Sinyal kuat yang ditunjukkan oleh Mas Menteri untuk mendukung gerakan literasi, lanjutnya, adalah dengan mengubah kebijakan dan strategi.
“Ini menjadi penting karena kalaupun kita mau bergerak ke penyediaan buku, sekolah bisa membeli buku secara bebas asalkan sudah dinilai oleh Pusat Perbukuan, selama ini memang agak susah. Kemudian, keterlibatan guru-guru nonbahasa, kepala sekolah, dan pengawas sekolah saat ini sepertinya berjalan terpisah-pisah. Mas Menteri mengatakan harus kita ubah, ini adalah strategi paling awal yang harus kita buat sehingga nanti prasyaratnya sudah terpenuhi, baru kita bicara bagaimana melatih gurunya,” ungkapnya.
Menurut Aminudin, untuk menunjang pengembangan literasi, ke depan pelatihan-pelatihan guru akan mengintegrasikan model-model pembelajaran literasi ke dalam mata pelajaran lain sehingga menjadi satu kesatuan.
“Ada beberapa program yang menjadi prioritas, penyiapan buku kemudian masuk menjadi bagian dari kurikulum, kemudian bagaimana guru, pengawas, dan kepala sekolah bisa secara bersama-sama karena selama ini bicara literasi menjadi tugas guru bahasa sehingga bebannya terlalu berat. Konsep ini yang ingin kita perbaiki bersama-sama sehingga nanti bicara literasi adalah bicara juga tanggung jawab dari guru mata pelajaran lain, kemudian ada tanggung jawab dari kepala sekolah dan pengawas termasuk petugas perpustakaan. Artinya, ekosistem sekolah ini kita bangun secara bersama-sama untuk bicara literasi,” ujar Aminudin.
Mengenal UKBI Adaptif Merdeka
Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz mengatakan bahwa hal lain yang membedakan UKBI Adaptif dengan versi sebelumnya adalah aspek keterampilan berbahasa yang diujikan. Selain aspek menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Terdapat tambahan aspek yang diujikan, yaitu merespons kaidah.
“Merespons kaidah ini bukan urusan bagaimana benar dan salah, tetapi mana yang paling pantas. Pendekatan ini dilakukan supaya orang itu bisa menilai ketika seseorang berbahasa dalam konteks tertentu bukan hanya urusan tata bahasa atau benar dan salah, tetapi seperti apa kepantasan orang berbahasa. Ini yang kita terapkan dalam format yang adaptif ini,” jelasnya.
Selanjutnya, menurut Aminudin, dalam tempo tiga bulan peserta UKBI Adaptif Merdeka sudah mencapai 10.000 orang. Padahal, sebelum menjadi adaptif atau sejak dikembangkan pada tahun 2009—2020, peserta UKBI baru mencapai 60.000 orang.
“Kemarin saya mendapat informasi dari kepala balai dan kantor bahasa, ada satu sekolah yang menyertakan sampai 1.250 orang untuk mengikuti UKBI Adaptif. Jadi, sekarang terlihat antusias mereka untuk mengetahui seperti apa formatnya. Kemudian, untuk mengetahui juga tingkat kemahiran berbahasa peuji sampai sejauhmana,”ungkap Aminudin.
Lebih lanjut, Aminudin menuturkan bahwa relevansi yang dimiliki UKBI terhadap perkembangan SDM di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, sebagai langkah awal ia melakukan pendekatan kepada rekan-rekan di unit utama Kemendikbudristek untuk menggunakan UKBI sebagai bagian dari upaya untuk memperbaiki mutu pembelajaran.
“Saya sampaikan kepada teman-teman di Ditjen GTK dan Ditjen Pendidikan Vokasi. Alhamdulillah, responsnya sangat baik, misalnya Ditjen Pendidikan Vokasi sudah sepakat bahwa untuk semua SMK Pusat Keunggulan (PK), ujian bahasa Indonesianya itu menggunakan UKBI karena menunjang kemampuan berkomunikasi. UKBI ini merepresentasikan kualitas berpikir seseorang dalam menggunakan bahasa untuk kepentingan pekerjaannya. Misalnya seseorang bekerja di suatu pabrik, cara mengoperasikan mesin, cara berkomunikasi, dia memahami perintah-perintah dari mesin, membacanya, kemudian menyampaikan laporan kepada penyelianya akan seperti itu. Kemampuan berbahasa seperti inilah yang dipotret oleh UKBI,” tutur Aminudin.
Untuk mengetahui tentang UKBI lebih jauh, masyarakat dapat mengakses laman ukbi.kemdikbud.go.id. Pada laman tersebut terdapat petunjuk penggunaan dan pendaftaran, bahkan tersedia fitur simulasi untuk mencoba UKBI.
Upaya pengembangan literasi oleh Badan Bahasa
Untuk melihat pengembangan literasi yang sudah dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz mengatakan bahwa UKBI ini adalah salah satu wujud untuk menguji hasil pendidikan literasi kita. Oleh karena itu, Badan Bahasa benar-benar mengampanyekan penggunaan UKBI ini sehingga bisa menjadi informasi yang sangat sahih tentang kualitas pendidikan literasi di Indonesia karena yang digunakan itu selalu saja hasil dari PISA.
“Dalam tiga tahun terakhir sejak program literasi dicanangkan pada tahun 2016, hasil PISA kita memang tidak menggembirakan. Kita menilai sepertinya belum beranjak naik, itu fakta yang tidak bisa kita hindari. Kemudian, saya katakan kepada Mas Menteri bahwa kita mungkin harus mengubah sudut pandang kita tentang praktik literasi saat ini,” kata Aminudin.
Menurut Aminudin terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi untuk mengembangkan literasi di tanah air. Pertama, literasi ini ada di beberapa kementerian dan lembaga, tetapi tidak pernah bersama-sama dalam mengatasi suatu permasalahan (literasi) itu dan fokus, tetapi cenderung masing-masing. Kedua, literasi tidak dikerjakan dari hulu atau memperbaiki dari hulu, tetapi justru lebih kepada apa yang tampak di muka, di tengah atau di hilir.
“Apa yang menjadi masalah di hulunya, yaitu ketersediaan buku bacaan untuk literasi selain buku pelajaran. Buku bacaaan ini tingkat ketersediaannya rendah, walaupun ada beberapa sekolah menyediakan buku bahan bacaan literasi ini, itu belum ada jaminan bahwa buku itu diminati oleh siswa. Perspektifnya adalah buku yang dibuat oleh orang dewasa dari perspektif orang dewasa yang menurut orang dewasa ini bagus untuk dibaca oleh anak-anak sehingga anak-anak ketika harus membaca itu tidak tertarik. Apalagi kalau sudah dibuat konstruksi bahasanya rumit. Inilah yang harusnya diperbaiki dan dalam berbagai kesempatan Mas Menteri menyampaikan kita perbaiki dari hulunya. Dan hal inilah yang sedang digarap oleh Badan Bahasa bersama tim literasi,” ungkap Aminudin.
Aminudin menambahkan bahwa kita tidak bisa sendirian dalam mengembangkan literasi karena di lingkungan kita itu ada para penggerak atau pegiat literasi. Anak-anak kita di sekolah itu terbatas waktunya sehingga mereka banyak bersosialisasi di masyarakat dengan teman-temannya yang bukan dari satu sekolah.
“Untuk itu, kehadiran taman-taman bacaan masyarakat ini perannya menjadi sangat penting dan mereka bisa bergerak kapan saja. Dan ini yang akan kita sisir supaya menjadi bagian dari program kita. Saat ini, kita mempunyai data cukup besar tentang jumlah TBM ini, yaitu lebih dari 5.000-an. Mereka ini secara bersama-sama dengan Kemdikbudristek bersinergi. Kemudian, kita siapkan buku-bukunya. Badan Bahasa sampai saat ini sudah membuat buku bacaan literasi itu sebanyak 748 judul buku, mulai dari tingkat PAUD sampai SMA/SMK.
Aminudin melanjutkan bahwa buku-buku tersebut sudah tersedia di laman Badan Bahasa dalam bentuk buku digital, tetapi untuk daerah yang kesulitan jaringan internet, Badan Bahasa mencetak buku-buku tersebut secara terbatas, khususnya untuk menjangkau daerah 3T.
“Berdasarkan informasi yang saya terima, respons dari mereka sangat baik dan ternyata minat baca mereka juga sangat tinggi karena minat akan muncul ketika sudah tersedia buku bacaannya,”ujar Aminudin.
Harapannya, pada 2024 tingkat literasi yang diukur oleh PISA itu naik sampai pada angka 389. Meskipun masih rendah, tetapi jauh lebih baik dibanding dengan angka yang sekarang karena inventasi untuk literasi adalah inventasi jangka panjang yang perlu kecermatan dan kesabaran.
“Dan kalau kita melihat data yang ada, tidak ada satu negara pun yang berinvestasi dalam literasi itu bisa dilihat dalam waktu lima tahun, minimal 10—12 tahun baru terlihat mulai dari sekolah dasar. Pengujian PISA itu untuk anak-anak SMP yang berumur 13—14 tahun. Jadi, ini bisa kelihatan setelah mereka menempuh sembilan tahun pembelajaran,” kata Aminudin.
Kemudian, Aminudin berpesan bahwa berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan pantas itu menunjukkan jati diri dan kemartabatan.
“Oleh karena itu, mari kita gunakan UKBI ini secara sukarela untuk mengetahui sejauhmana tingkat kemahiran berbahasa kita. Dan ini adalah bukti tingkat literasi kita, literasi berbahasa kita. Tentu saja, saya mengimbau semua pihak yang terlibat dalam gerakan iterasi untuk menjadikan program literasi ini sebagai program bersama yang kita kerjakan bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Dan dengan cara gotong royong kita bergerak serentak mewujudkan visi Merdeka Belajar sebagaimana yang telah dikatakan oleh Mas Menteri berulang-ulang bahwa ini adalah cara kita (bersama) mereformasi pendidikan di Indonesia,” pungkas Aminudin.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
#Hardiknas2021
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor : 165 /sipres/A6/V/2021
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 1314 kali
Editor :
Dilihat 1314 kali