Kemendikbudristek Gelar Pertemuan Leksikograf Tingkat Asia 16 Juni 2021 ← Back
Jakarta, 15 Juni 2021 --- Kementerian Pendidikan, Kebudayan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) menyelenggarakan Konferensi Internasional ke-14 Asosiasi Leksikografi Tingkat Asia (Asialex 2021). Konferensi yang mengangkat tema “Leksikografi dan Dokumentasi Bahasa” ini digelar secara virtual pada 12—14 Juni 2021. Perhelatan tersebut bertujuan untuk memberikan referensi dalam kegiatan pendokumentasian bahasa.
Pertemuan para leksikograf ini menghadirkan empat orang pembicara kunci, yaitu Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz; perwakilan dari SIL International, René van den Berg; perwakilan dari The Chinese University of Hong Kong, Shenzen, Li Lan; dan perwakilan dari Stellenbosch University, Rufus Gouws.
Sebagai pembicara pertama, Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, menyampaikan paparan bertema “Reformasi Kebijakan dalam Program Pengayaan Kosakata Bahasa Indonesia”. Ia mengungkapkan, sebagai salah satu upaya dalam melestarikan bahasa dan sastra daerah, Badan Bahasa berhasil mengidentifikasi 718 bahasa daerah di Indonesia. Upaya tersebut merupakan hasil kerja bersama dengan UPT Badan Bahasa (balai dan kantor bahasa) yang tersebar di 30 provinsi. Tak hanya berhasil mengidentifikasi bahasa daerah, balai dan kantor bahasa juga turut memperkaya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dengan mengirimkan kosakata bahasa daerah di wilayahnya.
“Setiap tahun, balai dan kantor bahasa menyumbangkan kosakata bahasa daerah untuk menambah jumlah entri di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Selain itu, masyarakat umum di setiap daerah juga bisa menyumbangkan kosakata bahasa daerahnya melalui KBBI Daring dengan menjadi pengguna terdaftar,” ungkap Aminudin.
Aminuddin menambahkan, KBBI digunakan sebagai kamus umum dan merupakan alat yang merekam sejarah dari waktu ke waktu, mulai dari zaman kuno hingga zaman modern dari segi kebahasaan. Untuk itu, KBBI diperbarui dua kali dalam setahun, yakni pada bulan April dan Oktober. Selain KBBI versi digital (luring dan daring), Badan Bahasa mempunyai KBBI versi cetak dan KBBI untuk tunanetra.
“Ada lima syarat sebuah kata masuk ke dalam KBBI, yaitu bersifat unik; mudah diterima dan sering digunakan oleh masyarakat, baik dari segi jumlah bahasa maupun dari jumlah pengguna; indah didengar dan mudah diucapkan; dibentuk menurut kaidah morfologi di Indonesia; dan tidak bermakna atau berkonotasi negatif,” ujar Aminudin.
Selanjutnya, René Van Den Berg, dari SIL International, membawakan materi “Leksikografi dan Dokumentasi Bahasa: Urgensi, Tantangan, dan Kemungkinan”. Dalam paparannya, René menyoroti persoalan bahasa daerah yang terancam punah dalam waktu 40 tahun ke depan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan bahasa daerah.
Rene menggarisbawahi kurangnya kesadaran masyarakat terkait ancaman kepunahan bahasa daerahnya. Ia juga menyebut, kurangnya dukungan lembaga serta kurangnya pelatihan bagi penutur jati bahasa daerah juga menjadi penyebabnya. Rene mengatakan, salah satu upaya untuk mencegah kepunahan bahasa daerah yang dapat dilakukan oleh pengumpul data adalah mencari kata yang harus diterjemahkan.
“Kemudian melakukan verifikasi dengan melibatkan penutur jati; mengadakan lokakarya bagi penulis dengan membahas materi-materi yang bersifat kedaerahan; membuat kamus bergambar dan kamus tematik yang berisi kosakata ringan, misalnya seputar hewan dan tumbuhan; dan mengadakan lokakarya khusus untuk pengumpul data sehingga mereka saling bertukar ide dan gagasan seputar bahasa dan sastra daerah,” tutur René.
Sementara itu, pada hari kedua, Li Lan dari The Chinese University of Hong Kong, Shenzen, membahas isu bertema “Kata, Kamus, dan Sosiologi: Dampak Koroneologis”. Li Lan dalam paparannya menyinggung perkembangan bahasa pada masa pandemi. Menurutnya, pandemi memiliki kesan khusus bagi para leksikograf.
“Bagaimana tidak, sejak pandemi hadir pada tahun 2020 banyak kosakata baru yang dengan cepat berkembang sehingga harus dipelajari serja dikaji oleh pakar bahasa di seluruh dunia,” kata Li Lan.
Pembicara kunci terakhir, Rufus Gouws, dari Universitas Stellenbosch, Afrika Selatan, menyampaikan topik “Leksikografi dan Dokumentasi dalam Lingkungan Multibahasa”. Menurutnya, dokumentasi adalah pekerjaan yang paling penting bagi leksikograf.
“Dokumentasi bahasa melengkapi deskripsi bahasa yang bertujuan untuk mendeskripsikan sistem abstrak suatu struktur dan aturan bahasa dalam bentuk tata bahasa atau kamus. Dengan mempraktikkan dokumentasi yang baik dalam bentuk rekaman dengan transkrip dan kemudian mengumpulkan teks dan kamus, seorang ahli bahasa telah bekerja dengan baik untuk menyediakan bahan yang dapat digunakan oleh penutur bahasa tersebut,” ujar Rufus.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra sekaligus ketua pelaksana, Dora Amalia, berharap hasil diskusi selama tiga hari itu dapat dijadikan referensi dalam kegiatan pendokumentasian bahasa. Ia juga menyampaikan bahwa dalam tur virtual Asialex 2021, Badan Bahasa memfasilitasi juru bahasa dengan tujuan agar semua peserta dapat memahami presentasi penelitian satu sama lain karena peserta konferensi tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari negara-negara lain.
“Saya sangat mengapresiasi kinerja panitia yang telah membantu menyiapkan konferensi perdana ini, tertundanya kegiatan ini karena pandemi pada tahun lalu membuat kita belajar untuk berinovasi. Meskipun tidak dapat bertatap muka, peserta tetap dapat bertemu dalam ruang virtual yang sudah didesain seakan-akan bertatap muka,” ungkap Dora.
Senada dengan hal itu, Presiden Asialex, Vincent Ooi, mengaku senang dengan penyelenggaraan konferensi tersebut. Ia berterima kasih dan menyambut hangat partisipasi dari peserta meskipun acara digelar secara virtual. Selain itu, Vincent memuji panitia dalam menyiapkan ruang-ruang virtual yang menurutnya membawa imajinasi sehingga peserta merasa seolah-olah hadir langsung secara tatap muka. Ia pun berharap kegiatan tersebut menjadi keluaran yang produktif serta menghasilkan saran yang konkret dalam pengembangan leksikografi.
“Keberhasilan ini adalah hasil kerja sama antara semua pengurus. Terima kasih untuk semua pengurus dan saya memberikan penghargaan kepada semua anggota yang sudah bersama kita selama ini,” pungkasnya.
Pada kesempatan itu juga dilakukan pemilihan anggota dewan (board member) Asialex yang baru sekaligus pengesahan presiden Asialex untuk periode berikutnya, yaitu Hai Xu, dari Universitas Guangdong, Tiongkok, yang terpilih secara aklamasi.
Konferensi yang dilaksanakan secara virtual tersebut juga didukung dengan teknik remote simultanuous interpreting (RSI) atau penjurubahasaan simultan jarak jauh. Teknik tersebut digunakan pertama kali oleh PBB, dan kini Badan Bahasa telah memiliki tim RSI sendiri. Walaupun itu merupakan pengalaman pertama, pelaksanaan konferensi bertaraf internasional tersebut berjalan lancar berkat dukungan Tim RSI Badan Bahasa.
Di sisi lain, pengalaman berharga juga dirasakan oleh Nikita dan Vita selaku panitia yang bertugas dalam kegiatan tersebut. Sebagai petugas yang mengatur akses jalannya konferensi, mereka mendapat tantangan yang cukup sulit saat menghimpun data peserta.
“Di menit-menit terakhir masih ada peserta yang mendaftar sehingga keperluan administrasi harus diselesaikan segera, baik dari segi pemberkasan maupun administrasi keuangan lainnya,” ungkap mereka.
Selain itu, pengalaman mereka juga bertambah dari segi komunikasi dengan warga asing. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang seadanya, mereka harus mengonfirmasi kebenaran setiap informasi yang diberikan kepada peserta yang berasal dari luar negeri. Dari semua itu, mereka merasa pengalaman menjadi panitia dalam ajang internasional tersebut akan menjadi pengalaman yang berharga sebab dari pengalaman itu, mereka menjadi tahu bagaimana sulitnya mengurusi administrasi yang berhubungan dengan orang asing.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor : 260/sipres/A6/VI/2021
Pertemuan para leksikograf ini menghadirkan empat orang pembicara kunci, yaitu Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz; perwakilan dari SIL International, René van den Berg; perwakilan dari The Chinese University of Hong Kong, Shenzen, Li Lan; dan perwakilan dari Stellenbosch University, Rufus Gouws.
Sebagai pembicara pertama, Kepala Badan Bahasa, E. Aminudin Aziz, menyampaikan paparan bertema “Reformasi Kebijakan dalam Program Pengayaan Kosakata Bahasa Indonesia”. Ia mengungkapkan, sebagai salah satu upaya dalam melestarikan bahasa dan sastra daerah, Badan Bahasa berhasil mengidentifikasi 718 bahasa daerah di Indonesia. Upaya tersebut merupakan hasil kerja bersama dengan UPT Badan Bahasa (balai dan kantor bahasa) yang tersebar di 30 provinsi. Tak hanya berhasil mengidentifikasi bahasa daerah, balai dan kantor bahasa juga turut memperkaya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dengan mengirimkan kosakata bahasa daerah di wilayahnya.
“Setiap tahun, balai dan kantor bahasa menyumbangkan kosakata bahasa daerah untuk menambah jumlah entri di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Selain itu, masyarakat umum di setiap daerah juga bisa menyumbangkan kosakata bahasa daerahnya melalui KBBI Daring dengan menjadi pengguna terdaftar,” ungkap Aminudin.
Aminuddin menambahkan, KBBI digunakan sebagai kamus umum dan merupakan alat yang merekam sejarah dari waktu ke waktu, mulai dari zaman kuno hingga zaman modern dari segi kebahasaan. Untuk itu, KBBI diperbarui dua kali dalam setahun, yakni pada bulan April dan Oktober. Selain KBBI versi digital (luring dan daring), Badan Bahasa mempunyai KBBI versi cetak dan KBBI untuk tunanetra.
“Ada lima syarat sebuah kata masuk ke dalam KBBI, yaitu bersifat unik; mudah diterima dan sering digunakan oleh masyarakat, baik dari segi jumlah bahasa maupun dari jumlah pengguna; indah didengar dan mudah diucapkan; dibentuk menurut kaidah morfologi di Indonesia; dan tidak bermakna atau berkonotasi negatif,” ujar Aminudin.
Selanjutnya, René Van Den Berg, dari SIL International, membawakan materi “Leksikografi dan Dokumentasi Bahasa: Urgensi, Tantangan, dan Kemungkinan”. Dalam paparannya, René menyoroti persoalan bahasa daerah yang terancam punah dalam waktu 40 tahun ke depan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melestarikan bahasa daerah.
Rene menggarisbawahi kurangnya kesadaran masyarakat terkait ancaman kepunahan bahasa daerahnya. Ia juga menyebut, kurangnya dukungan lembaga serta kurangnya pelatihan bagi penutur jati bahasa daerah juga menjadi penyebabnya. Rene mengatakan, salah satu upaya untuk mencegah kepunahan bahasa daerah yang dapat dilakukan oleh pengumpul data adalah mencari kata yang harus diterjemahkan.
“Kemudian melakukan verifikasi dengan melibatkan penutur jati; mengadakan lokakarya bagi penulis dengan membahas materi-materi yang bersifat kedaerahan; membuat kamus bergambar dan kamus tematik yang berisi kosakata ringan, misalnya seputar hewan dan tumbuhan; dan mengadakan lokakarya khusus untuk pengumpul data sehingga mereka saling bertukar ide dan gagasan seputar bahasa dan sastra daerah,” tutur René.
Sementara itu, pada hari kedua, Li Lan dari The Chinese University of Hong Kong, Shenzen, membahas isu bertema “Kata, Kamus, dan Sosiologi: Dampak Koroneologis”. Li Lan dalam paparannya menyinggung perkembangan bahasa pada masa pandemi. Menurutnya, pandemi memiliki kesan khusus bagi para leksikograf.
“Bagaimana tidak, sejak pandemi hadir pada tahun 2020 banyak kosakata baru yang dengan cepat berkembang sehingga harus dipelajari serja dikaji oleh pakar bahasa di seluruh dunia,” kata Li Lan.
Pembicara kunci terakhir, Rufus Gouws, dari Universitas Stellenbosch, Afrika Selatan, menyampaikan topik “Leksikografi dan Dokumentasi dalam Lingkungan Multibahasa”. Menurutnya, dokumentasi adalah pekerjaan yang paling penting bagi leksikograf.
“Dokumentasi bahasa melengkapi deskripsi bahasa yang bertujuan untuk mendeskripsikan sistem abstrak suatu struktur dan aturan bahasa dalam bentuk tata bahasa atau kamus. Dengan mempraktikkan dokumentasi yang baik dalam bentuk rekaman dengan transkrip dan kemudian mengumpulkan teks dan kamus, seorang ahli bahasa telah bekerja dengan baik untuk menyediakan bahan yang dapat digunakan oleh penutur bahasa tersebut,” ujar Rufus.
Pada kesempatan yang sama, Plt. Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra sekaligus ketua pelaksana, Dora Amalia, berharap hasil diskusi selama tiga hari itu dapat dijadikan referensi dalam kegiatan pendokumentasian bahasa. Ia juga menyampaikan bahwa dalam tur virtual Asialex 2021, Badan Bahasa memfasilitasi juru bahasa dengan tujuan agar semua peserta dapat memahami presentasi penelitian satu sama lain karena peserta konferensi tidak hanya berasal dari Indonesia, tetapi juga dari negara-negara lain.
“Saya sangat mengapresiasi kinerja panitia yang telah membantu menyiapkan konferensi perdana ini, tertundanya kegiatan ini karena pandemi pada tahun lalu membuat kita belajar untuk berinovasi. Meskipun tidak dapat bertatap muka, peserta tetap dapat bertemu dalam ruang virtual yang sudah didesain seakan-akan bertatap muka,” ungkap Dora.
Senada dengan hal itu, Presiden Asialex, Vincent Ooi, mengaku senang dengan penyelenggaraan konferensi tersebut. Ia berterima kasih dan menyambut hangat partisipasi dari peserta meskipun acara digelar secara virtual. Selain itu, Vincent memuji panitia dalam menyiapkan ruang-ruang virtual yang menurutnya membawa imajinasi sehingga peserta merasa seolah-olah hadir langsung secara tatap muka. Ia pun berharap kegiatan tersebut menjadi keluaran yang produktif serta menghasilkan saran yang konkret dalam pengembangan leksikografi.
“Keberhasilan ini adalah hasil kerja sama antara semua pengurus. Terima kasih untuk semua pengurus dan saya memberikan penghargaan kepada semua anggota yang sudah bersama kita selama ini,” pungkasnya.
Pada kesempatan itu juga dilakukan pemilihan anggota dewan (board member) Asialex yang baru sekaligus pengesahan presiden Asialex untuk periode berikutnya, yaitu Hai Xu, dari Universitas Guangdong, Tiongkok, yang terpilih secara aklamasi.
Konferensi yang dilaksanakan secara virtual tersebut juga didukung dengan teknik remote simultanuous interpreting (RSI) atau penjurubahasaan simultan jarak jauh. Teknik tersebut digunakan pertama kali oleh PBB, dan kini Badan Bahasa telah memiliki tim RSI sendiri. Walaupun itu merupakan pengalaman pertama, pelaksanaan konferensi bertaraf internasional tersebut berjalan lancar berkat dukungan Tim RSI Badan Bahasa.
Di sisi lain, pengalaman berharga juga dirasakan oleh Nikita dan Vita selaku panitia yang bertugas dalam kegiatan tersebut. Sebagai petugas yang mengatur akses jalannya konferensi, mereka mendapat tantangan yang cukup sulit saat menghimpun data peserta.
“Di menit-menit terakhir masih ada peserta yang mendaftar sehingga keperluan administrasi harus diselesaikan segera, baik dari segi pemberkasan maupun administrasi keuangan lainnya,” ungkap mereka.
Selain itu, pengalaman mereka juga bertambah dari segi komunikasi dengan warga asing. Dengan kemampuan bahasa Inggris yang seadanya, mereka harus mengonfirmasi kebenaran setiap informasi yang diberikan kepada peserta yang berasal dari luar negeri. Dari semua itu, mereka merasa pengalaman menjadi panitia dalam ajang internasional tersebut akan menjadi pengalaman yang berharga sebab dari pengalaman itu, mereka menjadi tahu bagaimana sulitnya mengurusi administrasi yang berhubungan dengan orang asing.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor : 260/sipres/A6/VI/2021
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 941 kali
Editor :
Dilihat 941 kali