Penguatan Kapasitas Pencegahan, Pengendalian, dan Pengelolaan Spesies Asing Invasif di Indonesia 16 Juli 2021 ← Back
Bogor 12 Juli 2021 - SEAMEO BIOTROP bekerja sama dengan FAO Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) telah melaksanakan National Inception Workshop dengan tema “Strengthening Capacities for Prevention, Control and Management of Invasive Alien Species (SMIAS) in Indonesia” atau Penguatan Kapasitas Pencegahan, Pengendalian, dan Pengelolaan Spesies Asing Invasif di Indonesia. Acara digelar pada Senin-Selasa, 12-13 Juli 2021.
“Workshop ini dilakukan untuk memberikan informasi secara terpadu kepada seluruh pemangku kepentingan yang akan terlibat dan terkait dengan proses penyusunan dan pengembangan dokumen proyek. Para pemangku kepentingan tersebut terdiri dari perwakilan dari berbagai instansi pemerintah, akademisi, sektor swasta, NGOs dan kelompok masyarakat lokal,” kata Direktur SEAMEO BIOTROP, Zulhamsyah Imran ketika membuka kegiatan secara daring pada hari Senin (12/7).
Kegiatan National Inception Workshop merupakan rangkaian acara dari proses penyusunan pengembangan dokumen proyek yang telah disampaikan oleh KLHK kepada The Global Environment Facility (GEF) pada tahun 2020. Hadir dalam kegiatan tersebut adalah GEF Operational Focal Point, Laksmi Dhewanthi; Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, KLHK, Indra Exploitasia; serta Asisten FAO Representation Indonesia, Ageng Setiawan Herianto.
Dalam sambutannya, GEF Operational Focal Point, Laksmi Dhewanthi menggarisbawahi empat hal penting yang perlu diingat untuk pelaksanaan proyek ini. Pertama, GEF (Global Environmental Facilities), berkomitment di tingkat global. Pengendalian dan pencegahan Invasive Alien Speceis (IAS) dikatakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan implementasi kebijakan konservasi keanekaragaman hayati.
“Proyek ini merupakan salah satu perwujudan dari implementasi dari convention of biological biodiversity. Di tingkat global, sudah ada target yang ditentukan dan perlu dicapai,” jelas Laksmi.
Kedua, partnership dan keterlibatan para stakeholders diperlukan agar tercipta kesepahaman dan kesepakatan yang sama. Ketiga, tata kelola yang baik, transparansi dan akuntabilitas menjadi pagar dan batasan yang memastikan keselarasan antara tujuan dengan hasil yang diharapkan dalam penyusunan dokumen SMIAS sesuai data dukung. Keempat, keberlanjutan atau sustainability ditekankan agar proyek SMIAS dapat berjalan selama beberapa tahun ke depan meski dengan dana terbatas.
“Dari hasil workshop tersebut diperoleh informasi tentang status, strategi dan perkembangan penanganan IAS di Indonesia dari berbagai aspek dan lintas sektoral. Perkembangan pengelolaan IAS yang selalu mengikuti kondisi di lapangan, memerlukan penanganan IAS yang harus terintegrasi secara strategis dengan perkembangan di tingkat nasional,” tekan Laksmi.
Menurutnya, kerja sama ini sangat menekankan tentang bagaimana menjalankan rencana dengan matang guna menjawab tantangan yang ditemukan pada dua lokasi proyek, yaitu Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.
“Proyek ini juga terkait dengan pembentukan, pengembangan dan pelaksanaan dari suatu strategi besar, yang melibatkan pentingnya peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas pelaku dan berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan IAS, mulai dari policy maker sampai ke tingkat pelaksana teknis di Taman Nasional dan lingkungan lainnya dengan pendekatan yang tepat,” terang Lakshmi.
Sementara itu, Asisten FAO Representative Indonesia, Ageng Setiawan Herianto menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada executing agency, yaitu KLHK yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. “Peserta sudah mencapai lebih dari 200 orang, (apresiasi) kepada SEAMEO BIOTROP yang bersama dengan FAO Indonesia menyelenggarakan acara ini, dan juga Dr Arne Witt dari CABI, sebagai Project Team Leader,” ucapnya bangga. (SB/IW)
Sumber :
“Workshop ini dilakukan untuk memberikan informasi secara terpadu kepada seluruh pemangku kepentingan yang akan terlibat dan terkait dengan proses penyusunan dan pengembangan dokumen proyek. Para pemangku kepentingan tersebut terdiri dari perwakilan dari berbagai instansi pemerintah, akademisi, sektor swasta, NGOs dan kelompok masyarakat lokal,” kata Direktur SEAMEO BIOTROP, Zulhamsyah Imran ketika membuka kegiatan secara daring pada hari Senin (12/7).
Kegiatan National Inception Workshop merupakan rangkaian acara dari proses penyusunan pengembangan dokumen proyek yang telah disampaikan oleh KLHK kepada The Global Environment Facility (GEF) pada tahun 2020. Hadir dalam kegiatan tersebut adalah GEF Operational Focal Point, Laksmi Dhewanthi; Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, KLHK, Indra Exploitasia; serta Asisten FAO Representation Indonesia, Ageng Setiawan Herianto.
Dalam sambutannya, GEF Operational Focal Point, Laksmi Dhewanthi menggarisbawahi empat hal penting yang perlu diingat untuk pelaksanaan proyek ini. Pertama, GEF (Global Environmental Facilities), berkomitment di tingkat global. Pengendalian dan pencegahan Invasive Alien Speceis (IAS) dikatakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan implementasi kebijakan konservasi keanekaragaman hayati.
“Proyek ini merupakan salah satu perwujudan dari implementasi dari convention of biological biodiversity. Di tingkat global, sudah ada target yang ditentukan dan perlu dicapai,” jelas Laksmi.
Kedua, partnership dan keterlibatan para stakeholders diperlukan agar tercipta kesepahaman dan kesepakatan yang sama. Ketiga, tata kelola yang baik, transparansi dan akuntabilitas menjadi pagar dan batasan yang memastikan keselarasan antara tujuan dengan hasil yang diharapkan dalam penyusunan dokumen SMIAS sesuai data dukung. Keempat, keberlanjutan atau sustainability ditekankan agar proyek SMIAS dapat berjalan selama beberapa tahun ke depan meski dengan dana terbatas.
“Dari hasil workshop tersebut diperoleh informasi tentang status, strategi dan perkembangan penanganan IAS di Indonesia dari berbagai aspek dan lintas sektoral. Perkembangan pengelolaan IAS yang selalu mengikuti kondisi di lapangan, memerlukan penanganan IAS yang harus terintegrasi secara strategis dengan perkembangan di tingkat nasional,” tekan Laksmi.
Menurutnya, kerja sama ini sangat menekankan tentang bagaimana menjalankan rencana dengan matang guna menjawab tantangan yang ditemukan pada dua lokasi proyek, yaitu Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung.
“Proyek ini juga terkait dengan pembentukan, pengembangan dan pelaksanaan dari suatu strategi besar, yang melibatkan pentingnya peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas pelaku dan berbagai pihak yang terkait dengan pengelolaan IAS, mulai dari policy maker sampai ke tingkat pelaksana teknis di Taman Nasional dan lingkungan lainnya dengan pendekatan yang tepat,” terang Lakshmi.
Sementara itu, Asisten FAO Representative Indonesia, Ageng Setiawan Herianto menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada executing agency, yaitu KLHK yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem. “Peserta sudah mencapai lebih dari 200 orang, (apresiasi) kepada SEAMEO BIOTROP yang bersama dengan FAO Indonesia menyelenggarakan acara ini, dan juga Dr Arne Witt dari CABI, sebagai Project Team Leader,” ucapnya bangga. (SB/IW)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 8041 kali
Editor :
Dilihat 8041 kali