Kemendikbudristek Dukung Strategi Pengendalian Covid-19 yang Lebih Aktif 28 September 2021 ← Back
Jakarta, 27 September 2021 --- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) siap berkolaborasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk penerapan strategi pengendalian Covid-19 yang lebih aktif. Yang pertama adalah memastikan pelaksanaan tes acak di satuan pendidikan. Kemudian, integrasi aplikasi PeduliLindungi pada satuan pendidikan untuk menghasilkan data yang valid.
“Kami sangat mendukung program ini yang secara proaktif akan menemukan dan secara statistik akan mencapai level akurasi yang tinggi untuk menunjukkan apakah kita patut khawatir apa tidak,” disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam keterangan pers terkait hasil rapat terbatas secara virtual di Jakarta, Senin (27/9).
Dengan data surveilans yang lebih baik, Mendikbudristek menegaskan untuk menutup sekolah-sekolah penyelenggara pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan kasus terkonfirmasi positif (positivity rate) di atas lima persen. "Secara klinis dan secara statistik jauh lebih valid, jauh lebih jelas sasarannya, dan tidak merugikan (sekolah yang bisa menjaga disiplin protokol kesehatan)," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa masyarakat harus belajar hidup berdampingan dengan pandemi. "Kita tangani, jadi manajemen risikonya harus bagus," ungkapnya.
Untuk itu, pemerintah akan mengubah strategi menjadi strategi pelacakan kasus secara aktif (active case finding). Di mana sebelumnya, pelacakan menargetkan kepada orang-orang bergejala, maka ke depan akan diubah menjadi lebih aktif melakukan pelacakan kontak (contact tracing) dan surveilans (survei). "Kita akan lakukan testing sekitar 1,7 juta per bulan, atau sekitar 30 ribu orang per hari," jelasnya.
Kemudian, bilamana ditemukan kasus positif di sekolah penyelenggara PTM terbatas, maka dilakukan prosedur isolasi dan karantina. Bilamana kasus terkonfirmasi positif mencapai satu sampai dengan lima persen, maka dilakukan tes untuk semua rombongan belajar (rombel) dan semua rombongan belajar dikarantina di rumah.
"Tapi, jika (kasus terkonfirmasi positif) di atas lima persen, maka kita tes semua anggota sekolah, dan semua anggota sekolah itu dikarantina di rumah dulu," terang Menkes.
Menteri Budi menekankan bahwa dengan strategi baru ini, pemerintah mendorong aktivitas kehidupan masyarakat memenuhi protokol kesehatan dan surveilans yang baik. "Kalau dua itu kita lakukan, di sisi hulu, maka mudah-mudahan kita bisa mengendalikan pandemi ini dan hidup normal, tetapi sehat," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Mendikbudristek juga menyampaikan kekhawatiran karena masih sedikitnya sekolah yang menyelenggaran PTM terbatas. Hal tersebut lebih mengkhawatirkan daripada kemungkinan akan terjadinya klaster di sekolah, karena strategi pengendalian yang diterapkan pemerintah saat ini jauh lebih baik. "Saya lebih khawatir bahwa hanya 40 persen dari sekolah kita yang melakukan PTM terbatas. Jadi, ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya sudah boleh melakukan PTM, yang belum melakukannya," ungkapnya.
Berdasarkan sejumlah penelitian, risiko learning loss akibat pembelajaran jarak jauh yang kurang optimal sangat mengancam masa depan bangsa Indonesia dan berdampak permanen pada anak. "Apalagi di tingkat SD dan PAUD, di mana mereka paling membutuhkan PTM. Kalau sekolah-sekolah ini tidak dibuka, dampaknya bisa permanen," tutur Menteri Nadiem. (Danasmoro)
Sumber :
“Kami sangat mendukung program ini yang secara proaktif akan menemukan dan secara statistik akan mencapai level akurasi yang tinggi untuk menunjukkan apakah kita patut khawatir apa tidak,” disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam keterangan pers terkait hasil rapat terbatas secara virtual di Jakarta, Senin (27/9).
Dengan data surveilans yang lebih baik, Mendikbudristek menegaskan untuk menutup sekolah-sekolah penyelenggara pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan kasus terkonfirmasi positif (positivity rate) di atas lima persen. "Secara klinis dan secara statistik jauh lebih valid, jauh lebih jelas sasarannya, dan tidak merugikan (sekolah yang bisa menjaga disiplin protokol kesehatan)," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa masyarakat harus belajar hidup berdampingan dengan pandemi. "Kita tangani, jadi manajemen risikonya harus bagus," ungkapnya.
Untuk itu, pemerintah akan mengubah strategi menjadi strategi pelacakan kasus secara aktif (active case finding). Di mana sebelumnya, pelacakan menargetkan kepada orang-orang bergejala, maka ke depan akan diubah menjadi lebih aktif melakukan pelacakan kontak (contact tracing) dan surveilans (survei). "Kita akan lakukan testing sekitar 1,7 juta per bulan, atau sekitar 30 ribu orang per hari," jelasnya.
Kemudian, bilamana ditemukan kasus positif di sekolah penyelenggara PTM terbatas, maka dilakukan prosedur isolasi dan karantina. Bilamana kasus terkonfirmasi positif mencapai satu sampai dengan lima persen, maka dilakukan tes untuk semua rombongan belajar (rombel) dan semua rombongan belajar dikarantina di rumah.
"Tapi, jika (kasus terkonfirmasi positif) di atas lima persen, maka kita tes semua anggota sekolah, dan semua anggota sekolah itu dikarantina di rumah dulu," terang Menkes.
Menteri Budi menekankan bahwa dengan strategi baru ini, pemerintah mendorong aktivitas kehidupan masyarakat memenuhi protokol kesehatan dan surveilans yang baik. "Kalau dua itu kita lakukan, di sisi hulu, maka mudah-mudahan kita bisa mengendalikan pandemi ini dan hidup normal, tetapi sehat," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Mendikbudristek juga menyampaikan kekhawatiran karena masih sedikitnya sekolah yang menyelenggaran PTM terbatas. Hal tersebut lebih mengkhawatirkan daripada kemungkinan akan terjadinya klaster di sekolah, karena strategi pengendalian yang diterapkan pemerintah saat ini jauh lebih baik. "Saya lebih khawatir bahwa hanya 40 persen dari sekolah kita yang melakukan PTM terbatas. Jadi, ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya sudah boleh melakukan PTM, yang belum melakukannya," ungkapnya.
Berdasarkan sejumlah penelitian, risiko learning loss akibat pembelajaran jarak jauh yang kurang optimal sangat mengancam masa depan bangsa Indonesia dan berdampak permanen pada anak. "Apalagi di tingkat SD dan PAUD, di mana mereka paling membutuhkan PTM. Kalau sekolah-sekolah ini tidak dibuka, dampaknya bisa permanen," tutur Menteri Nadiem. (Danasmoro)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3026 kali
Editor :
Dilihat 3026 kali