Dukung Pemuda Indonesia Studi di AS, Atdikbud Washington D.C.: Indonesia Perlu SDM Kebijakan Publik 27 Oktober 2021 ← Back
Washington D.C., 27 Oktober 2021 --- Kolaborasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia terus terjalin.
“Kualitas SDM Indonesia, terutama dalam bidang kebijakan dan administrasi publik merupakan suatu kebutuhan vital yang tak terelakkan,” tutur Atase Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Atdikbud RI) di Washington D.C., Popy Rufaidah, Selasa (26/10).
Diakui Popy, pihaknya terus berupaya menyukseskan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka dan terus mendukung kerja sama pendidikan Indonesia – Amerika Serikat seoptimal mungkin. Salah satunya melalui rangkaian Bincang Karya (Bianka) Seri ke-15 yang digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington D.C yang mengusung tema “Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Kebijakan dan Administrasi Publik” yang digelar Selasa (12/10) lalu.
“Kami konsisten menggelar Bianka bersama LPDP dan MRPTNI untuk membangun komunikasi langsung dalam meningkatkan kerja sama riset dan pendidikan dan penelitian antara Indonesia dan Amerika Serikat serta beasiswa studi di Amerika Serikat, khususnya bidang kebijakan dan administrasi publik. Termasuk studi master dan doktoral dengan Beasiswa LPDP,” ucap Atdikbud Popy dalam kesempatan tersebut.
Ketua MRPTNI, Jamal Wiwoho, secara terpisah, berharap Bianka yang digelar sejak 2020 bersama KBRI Washington D.C. dan LPDP terus berjalan. “Saya berharap webinar ini bisa memberikan informasi dan membuka jaringan seluas-luasnya bagi generasi yang akan melanjutkan magister dan doktoral di perguruan tinggi AS dengan beasiswa. Saya juga berharap webinar ini bisa memperkuat kolaborasi riset dan pendidikan antar perguruan tinggi di Indonesia dan AS,” tutur Jamal.
Direktur Beasiswa LPDP, Dwi Larso, mengatakan dalam kesempatan yang sama, bahwa LPDP terus mendukung upaya peningkatan berbagai kerja sama riset dan peningkatan jumlah mahasiswa untuk studi ke Amerika. “Semoga webinar ini bisa memperkaya pengetahuan di bidang kebijakan dan administrasi publik dan menginspirasi audiens untuk belajar dan berkolaborasi dalam riset di Amerika. Kami akan terus mendukung anda semua untuk belajar di Amerika Serikat,” ucap Dwi dalam webinar tersebut.
Kandidat Master Kebijakan Publik pada School of International and Public Affairs (SIPA), Columbia University asal Indonesia, Ivan Mahardika, membahas tren dalam bidang kebijakan dan administrasi publik di Amerika Serikat dan negara lainnya dalam webinar ini.
“Ada beberapa tren dalam bidang kebijakan publik yang sedang hangat dibicarakan, yakni pendekatan antardisiplin, pembuatan kebijakan yang berbasis fakta, big data dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence, kerjasama antara sektor publik dan sektor privat, serta pertumbuhan yang inklusif,” papar Ivan.
Menurut Ivan, kebijakan atau administrasi publik ke depannya perlu pendekatan interdisipliner. “Selain itu, saat ini kebijakan publik tidak lagi dimotivasi oleh kepentingan tertentu tapi juga penting untuk membuat kebijakan publik dengan melihat bukti-bukti empiris dari suatu dampak kebijakan,” jelas Ivan yang menilai perkembangan teknologi juga menguntungkan bagi pembuat kebijakan era modern.
Lebih lanjut, Ivan mengatakan bahwa kerja sama sektor privat dan publik atau pendekatan pasar bisa menjadi alternatif untuk menyelesaikan masalah kebijakan publik. “Ke depan, akan ada tren yang terus berkembang seperti adopsi lensa gender dan masyarakat adat, environmental, social, and governance approach dalam praktik bisnis lalu keberagaman, kesetaraan dan inklusifitas dalam kebijakan publik maupun lingkungan kerja,” tutur Ivan.
Dosen Senior Bidang Discipline of International and Public Affairs, SIPA Columbia, Euginia McGill, yang turut hadir pada webinar juga turut mempresentasikan ragam program Columbia University, termasuk program dual degree, kurikulum, dan informasi penting terkait program magang bagi mahasiswa.
“Biasanya kami mensyaratkan GRE, tetapi selama Covid-19, berkaca dari tahun lalu, GRE hanya pilihan saja. Untuk program doktoral, pengalaman bekerja tidak begitu penting, yang lebih penting adalah latar belakang pendidikan dari mahasiswa tersebut,” terang McGill.
McGill juga mengaku sangat terbuka untuk memfasilitasi kerja sama riset dalam topik apa pun dan bersedia menghubungkan audiens Indonesia dengan para peneliti di Columbia University.
Salah satu Penerima Beasiswa LPDP dan Mahasiswa Program Doktor Bidang Kebijakan dan Administrasi Publik, Martin School of Public Policy and Administration, University of Kentucky, Partomuan Juniult, memaparkan topik riset dengan metode Causal Inference dalam Kebijakan Publik. Partomuan menekankan bahwa kebijakan publik dan causal inference saling berkaitan.
“Satu hal mendasar dari praktik kebijakan publik adalah seharusnya pengambilan kebijakan didasarkan pada evidence-based policy atau ada sebuah exposed evaluation exercise. Di mana kita, penentu kebijakan, bisa memahami persis dampak kebijakan atau efek setiap intervensi yang dilakukan pemerintah. Causal inference ini adalah metode empiris yang menawarkan teknik pengukuran dampak sebab akibat atau causal effect dari sebuah kebijakan,” ungkap Partomuan.
Partomuan juga mengatakan bahwa dalam pengambilan keputusan, mempelajari regresi dan korelasi saja tidak cukup. “Dalam studi kebijakan publik, korelasi penting untuk memberikan insight tapi terkadang itu tidak cukup dan bahkan bisa menyebabkan misleading. Di sinilah pentingnya mempelajari causal effect atau dampak sebab akibat,” jelas dia.
Dirinya juga berharap Indonesia bisa mempelajari salah satu langkah baik yang dilakukan Amerika Serikat, yaitu dalam merespon kebijakan publik. “Di AS, bahkan sebelum sebuah kebijakan keluar, para peneliti sudah siap dengan analisisnya. Jadi, segera setelah kebijakan tersebut dikeluarkan, para peneliti berlomba-lomba untuk mempublikasikan hasil kajiannya,” terang Partomuan.
Presentasi Partomuan ini didampingi Dosen dari Martin School of Public Policy and Administration, Departemen Ekonomi, University of Kentucky, David R. Agrawal, yang memaparkan program-program yang ditawarkan kampusnya. Gambaran program, bidang penelitian khususnya untuk program tingkat pascasarjana, persyaratan pendaftaran, serta potensi kolaborasi riset juga dipaparkan dirinya.
Peluang juga terbuka lebar bagi mereka lulusan magister bidang perpajakan bisnis yang ingin melanjutkan studi ke program doktoral dengan konsentrasi kebijakan perpajakan. Agrawal bahkan bersedia memfasilitasi para peneliti dalam bidang kebijakan perpajakan untuk menjalin kerja sama bidang riset bersama dengan koleganya.
“Jika Anda memiliki ide tentang jenis atau area riset lain, dan Anda tidak tahu siapa yang harus dihubungi, Anda bisa mengirimkan email kepada saya. Dengan senang hati saya memfasilitasi,” jelas Agrawal.
Atdikbud Popy mengungkapkan, Seri Webinar Bianka kali ini direspon antusias oleh para peserta. “Mereka antusias menggali informasi terkait beasiswa LPDP dan akses untuk dapat menembus studi di Amerika Serikat,” pungkas Atdikbud Popy.
Sebagai informasi, rekaman siaran langsung webinar Bincang Karya (Bianka) Seri-15 dapat diakses di laman resmi Facebook Atdikbud USA dengan tautan https://bit.ly/fb-watch-bianka15.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 652/sipres/A6/X/2021
“Kualitas SDM Indonesia, terutama dalam bidang kebijakan dan administrasi publik merupakan suatu kebutuhan vital yang tak terelakkan,” tutur Atase Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Atdikbud RI) di Washington D.C., Popy Rufaidah, Selasa (26/10).
Diakui Popy, pihaknya terus berupaya menyukseskan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka dan terus mendukung kerja sama pendidikan Indonesia – Amerika Serikat seoptimal mungkin. Salah satunya melalui rangkaian Bincang Karya (Bianka) Seri ke-15 yang digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington D.C yang mengusung tema “Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Kebijakan dan Administrasi Publik” yang digelar Selasa (12/10) lalu.
“Kami konsisten menggelar Bianka bersama LPDP dan MRPTNI untuk membangun komunikasi langsung dalam meningkatkan kerja sama riset dan pendidikan dan penelitian antara Indonesia dan Amerika Serikat serta beasiswa studi di Amerika Serikat, khususnya bidang kebijakan dan administrasi publik. Termasuk studi master dan doktoral dengan Beasiswa LPDP,” ucap Atdikbud Popy dalam kesempatan tersebut.
Ketua MRPTNI, Jamal Wiwoho, secara terpisah, berharap Bianka yang digelar sejak 2020 bersama KBRI Washington D.C. dan LPDP terus berjalan. “Saya berharap webinar ini bisa memberikan informasi dan membuka jaringan seluas-luasnya bagi generasi yang akan melanjutkan magister dan doktoral di perguruan tinggi AS dengan beasiswa. Saya juga berharap webinar ini bisa memperkuat kolaborasi riset dan pendidikan antar perguruan tinggi di Indonesia dan AS,” tutur Jamal.
Direktur Beasiswa LPDP, Dwi Larso, mengatakan dalam kesempatan yang sama, bahwa LPDP terus mendukung upaya peningkatan berbagai kerja sama riset dan peningkatan jumlah mahasiswa untuk studi ke Amerika. “Semoga webinar ini bisa memperkaya pengetahuan di bidang kebijakan dan administrasi publik dan menginspirasi audiens untuk belajar dan berkolaborasi dalam riset di Amerika. Kami akan terus mendukung anda semua untuk belajar di Amerika Serikat,” ucap Dwi dalam webinar tersebut.
Kandidat Master Kebijakan Publik pada School of International and Public Affairs (SIPA), Columbia University asal Indonesia, Ivan Mahardika, membahas tren dalam bidang kebijakan dan administrasi publik di Amerika Serikat dan negara lainnya dalam webinar ini.
“Ada beberapa tren dalam bidang kebijakan publik yang sedang hangat dibicarakan, yakni pendekatan antardisiplin, pembuatan kebijakan yang berbasis fakta, big data dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence, kerjasama antara sektor publik dan sektor privat, serta pertumbuhan yang inklusif,” papar Ivan.
Menurut Ivan, kebijakan atau administrasi publik ke depannya perlu pendekatan interdisipliner. “Selain itu, saat ini kebijakan publik tidak lagi dimotivasi oleh kepentingan tertentu tapi juga penting untuk membuat kebijakan publik dengan melihat bukti-bukti empiris dari suatu dampak kebijakan,” jelas Ivan yang menilai perkembangan teknologi juga menguntungkan bagi pembuat kebijakan era modern.
Lebih lanjut, Ivan mengatakan bahwa kerja sama sektor privat dan publik atau pendekatan pasar bisa menjadi alternatif untuk menyelesaikan masalah kebijakan publik. “Ke depan, akan ada tren yang terus berkembang seperti adopsi lensa gender dan masyarakat adat, environmental, social, and governance approach dalam praktik bisnis lalu keberagaman, kesetaraan dan inklusifitas dalam kebijakan publik maupun lingkungan kerja,” tutur Ivan.
Dosen Senior Bidang Discipline of International and Public Affairs, SIPA Columbia, Euginia McGill, yang turut hadir pada webinar juga turut mempresentasikan ragam program Columbia University, termasuk program dual degree, kurikulum, dan informasi penting terkait program magang bagi mahasiswa.
“Biasanya kami mensyaratkan GRE, tetapi selama Covid-19, berkaca dari tahun lalu, GRE hanya pilihan saja. Untuk program doktoral, pengalaman bekerja tidak begitu penting, yang lebih penting adalah latar belakang pendidikan dari mahasiswa tersebut,” terang McGill.
McGill juga mengaku sangat terbuka untuk memfasilitasi kerja sama riset dalam topik apa pun dan bersedia menghubungkan audiens Indonesia dengan para peneliti di Columbia University.
Salah satu Penerima Beasiswa LPDP dan Mahasiswa Program Doktor Bidang Kebijakan dan Administrasi Publik, Martin School of Public Policy and Administration, University of Kentucky, Partomuan Juniult, memaparkan topik riset dengan metode Causal Inference dalam Kebijakan Publik. Partomuan menekankan bahwa kebijakan publik dan causal inference saling berkaitan.
“Satu hal mendasar dari praktik kebijakan publik adalah seharusnya pengambilan kebijakan didasarkan pada evidence-based policy atau ada sebuah exposed evaluation exercise. Di mana kita, penentu kebijakan, bisa memahami persis dampak kebijakan atau efek setiap intervensi yang dilakukan pemerintah. Causal inference ini adalah metode empiris yang menawarkan teknik pengukuran dampak sebab akibat atau causal effect dari sebuah kebijakan,” ungkap Partomuan.
Partomuan juga mengatakan bahwa dalam pengambilan keputusan, mempelajari regresi dan korelasi saja tidak cukup. “Dalam studi kebijakan publik, korelasi penting untuk memberikan insight tapi terkadang itu tidak cukup dan bahkan bisa menyebabkan misleading. Di sinilah pentingnya mempelajari causal effect atau dampak sebab akibat,” jelas dia.
Dirinya juga berharap Indonesia bisa mempelajari salah satu langkah baik yang dilakukan Amerika Serikat, yaitu dalam merespon kebijakan publik. “Di AS, bahkan sebelum sebuah kebijakan keluar, para peneliti sudah siap dengan analisisnya. Jadi, segera setelah kebijakan tersebut dikeluarkan, para peneliti berlomba-lomba untuk mempublikasikan hasil kajiannya,” terang Partomuan.
Presentasi Partomuan ini didampingi Dosen dari Martin School of Public Policy and Administration, Departemen Ekonomi, University of Kentucky, David R. Agrawal, yang memaparkan program-program yang ditawarkan kampusnya. Gambaran program, bidang penelitian khususnya untuk program tingkat pascasarjana, persyaratan pendaftaran, serta potensi kolaborasi riset juga dipaparkan dirinya.
Peluang juga terbuka lebar bagi mereka lulusan magister bidang perpajakan bisnis yang ingin melanjutkan studi ke program doktoral dengan konsentrasi kebijakan perpajakan. Agrawal bahkan bersedia memfasilitasi para peneliti dalam bidang kebijakan perpajakan untuk menjalin kerja sama bidang riset bersama dengan koleganya.
“Jika Anda memiliki ide tentang jenis atau area riset lain, dan Anda tidak tahu siapa yang harus dihubungi, Anda bisa mengirimkan email kepada saya. Dengan senang hati saya memfasilitasi,” jelas Agrawal.
Atdikbud Popy mengungkapkan, Seri Webinar Bianka kali ini direspon antusias oleh para peserta. “Mereka antusias menggali informasi terkait beasiswa LPDP dan akses untuk dapat menembus studi di Amerika Serikat,” pungkas Atdikbud Popy.
Sebagai informasi, rekaman siaran langsung webinar Bincang Karya (Bianka) Seri-15 dapat diakses di laman resmi Facebook Atdikbud USA dengan tautan https://bit.ly/fb-watch-bianka15.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#SerentakBergerak
#MerdekaBelajar
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 652/sipres/A6/X/2021
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 871 kali
Editor :
Dilihat 871 kali