Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara Upayakan Pelindungan Sastra Lisan  05 Oktober 2021  ← Back



Jakarta, Kemendikbud ---  Sepanjang tahun 2021, Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara telah menjalankan program-program prioritas dalam upaya pelindungan sastra lisan di wilayah Maluku Utara. Sebagai unit pelaksana teknis  (UPT) di bawah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbudristek, Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara melakukan program konservasi bahasa dan sastra, kajian vitalitas bahasa dan sastra, pemetaan bahasa dan sastra, dan inventarisasi kosakata bahasa daerah. Kali ini, hampir seluruh program tersebut fokus pada sastra lisan di daerah Maluku Utara.

Pada 8—14 Maret 2021, Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara melakukan kegiatan konservasi sastra lisan untuk mendokumentasikan sastra lisan Mantra yang ada di Tidore Kepulauan.  Orang Tidore menyebut mantra sebagai Olisou. Olisou adalah kalimat sakral yang diyakini mampu menghasilkan sesuatu yang diinginkan.  Tradisi lisan ini, menurut beberapa sumber di Tidore, ada sejak zaman Momole. Mantra tersebut dituturkan sendiri, membutuhkan tempat yang steril  atau sunyi, dan tidak  menggunakan alat musik. Tuturan dilakukan pada media yang berbeda sesuai dengan kegunaannya. Bahasa yang digunakan umumnya bahasa Tidore. Namun tidak semua mantra bisa didokumentasikan, melainkan hanya mantra tertentu saja, seperti mantra penentuan hari baik dan mantra membuka lahan.

Pendokumentasian ini penting, mengingat kondisi sastra lisan Mantra yang kini berstatus terancam punah. Masyarakat yang bisa menuturkan sastra lisan sudah terbatas dan umurnya pun sudah lanjut. Sementara itu, regenerasi tidak berjalan dengan baik sehingga perlu dilakukan konservasi. Konservasi dalam konteks pelindungan sastra berarti upaya menjaga dan melestarikan terhadap kemusnahan atau kerusakan dengan kata lain mempertahankan dan mengembangkan sastra agar tetap digunakan oleh masyarakat pemilik sastra sebagai warisan budaya.

Kegiatan konservasi sastra lisan ini berlangsung di dua lokasi, yaitu di Area Kedaton Kesultanan Tidore dan Desa Gurabunga, dengan melibatkan masyarakat adat, tokoh adat, pemilik sastra lisan, dan elemen pemerintah terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan. Rangkaian kegiatan pelindungan Bahasa dan Sastra yang bisa dilakukan adalah pemetaan sastra, kajian vitalitas, dan konservasi (sastra lisan, manuskrip, dan sastra cetak).

Kemudian pada 28 Juni—3 Juli 2021, Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara melakukan pemetaan sastra lisan di Kabupaten Halmahera Barat, yaitu di Desa Talaga, Desa Loce, Desa Awer, dan Desa Taraudu. Konsep pemetaan sastra (mapping literature) dalam penelitian pemetaan sastra ini berupaya memetakan khazanah sastra (mapping the wealth of literature) yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat tutur bahasa lisan pada wilayah Provinsi Maluku Utara. Informan yang terlibat mulai dari masyarakat adat, tokoh adat, pemilik sastra lisan, dan pemerhati budaya.

Kegiatan ini bertujuan untuk menjaring semua data-data terkait sastra lisan yang ada di Kabupaten Halmahera Barat. Data yang diperoleh berupa sastra lisan Mai’o, Pantun/syair, Cum-cum/teka-teki, Dolabolo, Bobita/sambutan, Siloloa/mempersilakan makan, dan cerita rakyat Talaga Rano. Hasil dari pemetaan inilah yang nantinya diolah untuk kemudian dilakukan tindak lanjut misalkan dilakukan kajian vitalitas, konservasi, dan revitalisasi.

Selanjutnya pada 23—27 Agustus 2021, dilakukan kajian vitalitas sastra lisan di Mai’o, yakni di Desa Gamtala, Desa Awer, dan Desa Loce, Kabupaten Halmahera Barat. Kajian vitalitas sastra merupakan tahapan lanjutan dalam pelindungan sastra setelah dilakukan pemetaan sastra. Tujuannya untuk mengukur sejauh mana daya hidup atau status kebertahanan hidup sastra lisan yang ada di kabupaten tersebut.

Status sastra lisan itu berimplikasi pada tindakan yang perlu dilakukan, apakah perlu dilakukan konservasi, revitalisasi, atau konservasi sekaligus revitalisasi. Adapun sastra lisan yang menjadi objek kajian vitalitas adalah Mai’o. Penunjukan Mai’o sebagai objek kajian dilihat berdasarkan data yang sudah dikumpulkan sebelumnya pada pemetaan sastra dan berdasarkan persebaran bahasanya, yaitu bahasa Sahu yang tersebar di Desa Gamtala, Desa Loce, dan Desa Awer.

Mai’o (bahasa Sahu) merupakan jenis berbalas pantun yang disampaikan pada pesta adat, pernikahan, pesta panen, penyambutan pejabat. Mai’o selain menggunakan bahasa Ternate juga menggunakan bahasa Sahu. Tidak hanya disampaikan di rumah adat saja tetapi bisa disampaikan di mana saja. Pelisanan Mai’o bisa dibawakan tanpa alat musik maupun dengan menggunakan alat musik seperti tifa, gong, dan harmonika. Pantun berbalas ini dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan disertai alat musik, pantun yang disampaikan akan berirama seperti nyanyian.

Kegiatan kajian vitalitas Mai’o melibatkan beberapa orang seperti tokoh adat, masyarakat adat, pemerhati budaya, dan generasi muda. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara, observasi langsung, dan pengisian kuesioner. Dalam pengisian kuesioner selain melibatkan orang tua, juga melibatkan 17 orang generasi muda. Dari data yang diperoleh, status sastra lisan Mai’o adalah mengalami kemunduran. Artinya, dibutuhkan tindakan revitalisasi.

Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara juga melakukan kajian vitalitas sastra lisan Salumbe di Desa Gura dan Desa Kakara, Kabupaten Halmahera Utara, pada 30 Agustus—3 September 2021. Penunjukan Salumbe sebagai objek kajian dilihat berdasarkan data yang sudah dikumpulkan sebelumnya pada pemetaan sastra dan berdasarkan persebaran bahasanya, yaitu di Desa Gura dan Desa Kakara. Salumbe merupakan nyanyian rakyat yang berupa syair nasihat atau penguatan dalam pesan-pesan kepada anak yang akan berangkat ke tempat yang jauh. Nasihat yang dimaksud sesuai dengan pengalaman para penutur. Syair yang dibuat juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Salumbe dibawakan secara berkelompok dan dengan menggunakan alat musik tifa.

Kegiatan kajian vitalitas Salumbe melibatkan maestro, tokoh adat, masyarakat adat, pemerhati budaya, dan generasi muda. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara, observasi langsung, dan pengisian kuesioner. Maestro Salumbe (Mama Pere dan Mama Lodara) pernah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, mereka juga pernah melisankan Salumbe ketika Presiden pertama RI berkunjung ke Maluku Utara tahun 1945. Dalam pengisian kuesioner yang melibatkan orang tua dan 28 orang generasi muda, diperoleh data bahwa status sastra lisan Salumbe mengalami kemunduran. Artinya, dibutuhkan tindakan revitalisasi.

Selain melakukan kegiatan konservasi sastra lisan,  kajian vitalitas sastra lisan, dan pemetaan sastra, Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara juga melakukan dan Inventarisasi Kosakata Bahasa Daerah di Kabupaten Halmahera Utara. Pengumpulan data kosakata Bahasa Galela telah dilakukan pada tanggal 23—30 Maret 2021. Kosakata yang telah dikumpulkan diklasifikasi menjadi beberapa ranah, antara lain upacara perkawinan, kelahiran, khitan, kematian, bercocok tanam, perkebunan, pertanian, makanan, pakaian, rumah adat, tarian, nama obat dan pengobatan tradisional yang pernah ada dan hidup dalam masyarakat. Tujuan dilakukannya inventarisasi kosakata bahasa daerah adalah untuk mengetahui leksikon budaya, istilah, dan ungkapan umum yang terdapat di Halmahera Utara. Ada dua manfaat dalam pengambilan data kosakata ini, yaitu bertambahnya kosakata bahasa Indonesia dan memberikan kontribusi dalam upaya mendukung bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional. (Desliana Maulipaksi/Sumber: Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3048 kali