Revitalisasi Wayang Othok Obrul di Selokromo, Wonosobo, Jawa Tengah  25 Oktober 2021  ← Back



Semarang, Kemendikbudristek --- Wayang Othok Obrul adalah salah satu budaya lokal yang keberadaannya sudah di ambang kepunahan. Pernyataan tersebut didasarkan pada jumlah orang yang memiliki kompetensi untuk memainkan tradisi lisan tersebut, dalam hal ini dalang, tinggal satu orang dan sekarang usianya sudah 90 tahun. Jika langkah konservasi dan revitalisasi tidak segera dilakukan, maka kemungkinan besar tradisi lisan ini akan punah seiring dengan meninggalnya satu-satunya dalang yang ada. 

“Hal tersebutlah yang dijadikan dasar Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah mengambil langkah untuk melakukan pelindungan dan pelestarian terhadap Wayang Othok Obrul melalui kegiatan revitalisasi,” tutur Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Ganjar pada Senin (25/10), di Semarang.

Kondisi tradisi lisan tersebut tidak semuanya aman. Ada beberapa sastra lisan yang berada dalam kondisi kritis (pewarisan dan eksistensi dalam kehidupan masyarakat pemiliknya). Berdasarkan informasi dari masyarakat Wonosobo, Agus Wuryanto, seorang praktisi dan budayawan Wonosobo menyatakan bahwa ada beberapa tradisi lisan yang kondisinya sudah sangat megkhawatirkan, bahkan di ambang kepunahan. 

“Beberapa pelaku seni yang memiliki kompetensi terhadap sastra lisan tersebut jumlahnya sudah sangat sedikit, bahkan bisa dikatakan langka,” Agus mengungkapkan. 

Kabupaten Wonosobo sendiri memiliki kekayaan sastra lisan yang sangat banyak. Bentuk sastra lisan ini juga bervariasi. Ada yang berbentuk cerita rakyat, nyanyian rakyat, mantra, kidung, dan tradisi-tradisi lainnya seperti sedekah bumi, barongan, Wayang Othok Obrul, Tari Topeng Lengger, Bundengan, Daeng, Rodad, Jamjanen, Emprak, Ayun-ayun, Binalun, Emblek atau Kuda Lumping, Ruwatan Rambut Gimbal, dan Calung. 

Kehadiran sastra lisan ini kerap digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan masyarakat Wonosobo. Tradisi sedekah bumi juga kerap dilakukan oleh masyarakat Wonosobo. Tradisi ini digunakan oleh masyarakat Wonosobo sebagai ungkapan syukur kepada Sang Ilahi atas limpahan hasil pertanian dan kesehatan. 

Selain itu, tradisi ini juga dapat digunakan sebagai media edukasi bagi masyarakat. Misalnya, untuk membangkitkan menggiatkan kembali jiwa gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Tari Topeng Lengger digunakan sebagai media untuk melegitimasi tatanan sosial, sebagai wahana untuk ekspresi ritus yang memiliki sifat sekuler dan religius, sebagai media hiburan, sebagai pelepas kejiwaan, sebagai cerminan kegiatan estetik, dan sebagai cerminan pola kegiatan ekonomi. “Secara singkat dapat dikatakan bahwa sastra lisan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sosial komunitas sosial pemiliknya,” ujar Ganjar. 

Oleh karena itu, Balai Bahasa Jateng melakukan kegiatan konservasi dan revitalisasi Wayang Othok Obrul dengan tujuan agar ada jejak digital atas Wayang Othok Obrul serta sebagai bentu pewarisan kepada generasi muda sehingga keberadaan Wayang Othok Obrul akan tetap terjaga.

Dalam penjelasannya, Ganjar mengatakan, kegiatan revitalisasi Wayang Othok Obrul dilaksanakan dengan tiga tahapan. Pertama, melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, baik instansi pemerintah, maupun komunitas-komunitas sastra, yang dapat diajak kolaborasi untuk melakukan kegiatan revitalisasi Wayang Othok Obrul. Kedua, melakukan pelatihan. Pelatihan meliputi dalang dan nayaga. Peserta pelatihan adalah anak-anak SD dan SMP. Pelatihan dilaksanakan tiga kali dalam seminggu pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu) selama tiga bulan. Ketiga, melakukan aksi terhadap kegiatan revitalisasi Wayang Othok Obrul. Aksi dilakukan dengan melakukan pagelaran Wayang Othok Obrul yang pemain-pemainnya adalah anak-anak. 

“Karena situasi pandemi, pelaksanaannya tidak dapat dilakukan secara terbuka dan dapat dilihat oleh masyarakat umum. Aksi dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat dan membatasi penonton. Aksi dilakukan secara tertutup untuk kepentingan perekaman audiovisual sebagai langkah pendokumentasian Wayang Othok Obrul,” jelas Ganjar. 

Pertunjukan direkam dan disiarkan secara daring agar dapat dinikmati dan dilihat oleh siswa-siswa yang lain. Dalam hal ini Balai Bahasa Provisi Jawa Tengah menjalin kerja sama dengan pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo. Pihak Dinas Pendidikan akan mengirimkan surat ke sekolah-sekolah yang isinya himbauan agar siswa menonton pagelaran Wayang Othok Obrul secara daring.

Ganjar menyadari bahwa pelaksanaan kegiatan revitalisasi tidak akan terwujud tanpa adanya kerja sama dengan beberapa pihak. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, Dinas Pendidikan Kabupaten Wonosobo, Komunitas Seni Pok Darwis, Selokromo, dan pemerintah desa Selokromo. Mulai dari tingkat kepala desa sampai dengan kepala dusun. 

“Jalinan kerja sama juga dilakukan dengan para seniman Wayang Othok Obrul yang masih hidup, dalang dan beberapa nayaga,” imbuhnya. 

Untuk diketahui, kegiatan revitalisasi Wayang Othok Obrul sudah dimulai sejak awal tahun. Dimulai dengan koordinasi, kegiatan tersebut sampai September sudah sampai tahap pelatihan dalang dan nayaga. Pelatihan dilakukan secara rutin. Tahap pelatihan tersebut juga disertai pendokumentasian dengan foto maupun video. 

“Covid-19 mengakibatkan hasil yang direncanakan tidak dapat tercapai secara maksimal. Koordinasi telah dilaksanakan. Pelatihan telah dilaksanakan. Akan tetapi aksi yang berupa pentas belum dapat dilaksanakan karena adanya larangan menggelar pertunjukan seni. Secara singkat dapat dikatakan bahwa hasil yang dicapai baru 70%,” katanya. Namun Ganjar optimistis, dengan sinergi yang baik antar pemangku kebijakan dan partisipasi aktif generasi muda, harapan penyelenggaraan pertunjukkan yang aman dapat terlaksana dengan baik.* (Denty A.)
Sumber :

 


Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 3816 kali