Bahas Kedaireka, Atdikbud Canberra Jembatani Pertemuan Peneliti Indonesia dan Australia 10 November 2021 ← Back
Canberra, 9 November 2021 --- Resmi diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada Desember 2020 lalu, Kedaireka merupakan platform digital yang bertujuan mendekatkan hasil inovasi di perguruan tinggi dengan dunia usaha dan dunia industri. Ini merupakan salah satu strategi Kemendikbudristek menjawab tantangan banyaknya produk kampus yang tidak bisa terhilirisasi secara optimal.
Hal ini terungkap dalam Strategic Talk “Innovation and Collaboration through Kedaireka” yang diselenggarakan Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Canberra bekerja sama dengan Indonesian Academics and Researchers Network Australia (IARNA) secara daring, Jumat (5/11).
Acara diikuti dosen dan peneliti dari Indonesia dan Australia dan bertujuan sebagai jembatan komunikasi sekaligus saling berbagi pengalaman antara peneliti di Indonesia dan Australia mengenai hilirisasi hasil-hasil penelitian.
Koordinator Kedaireka, Achmad Adhitya, dan Direktur Surfactant and Bioenergy Research Center Institut Pertanian Bogor, Meika Syahbana Rusli, dan Dosen Universitas Negeri Solo sekaligus Penerima Hibah Kedaireka, Farida Nurhasanah, hadir sebagai narasumber dari Indonesia. Sementara dari Australia, hadir Ines Irene Atmosukarto selaku Chief Scientific Officer and Managing Director of Lipotek Pty Ltd. dan Eryadi K. Masli selaku dosen senior Swinburne Business School. Strategic Talk dimoderatori Asisten Profesor di University of Canberra, Sitti Patahudin.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Canberra, Mukhamad Najib, menyampaikan bahwa selama ini ada kesenjangan lebar antara penelitian di kampus atau lembaga penelitian dengan kebutuhan industri. “Industri sering kesulitan mengadopsi temuan penelitian di kampus, salah satunya karena penelitian di kampus dianggap belum memenuhi kebutuhan dunia industri,” jelas Najib pada sambutannya secara daring.
Dilanjutkan Atdikbud Najib, saat ini pemerintah melalui Kemendikbudristek mengembangkan Kedaireka sebagai platform yang dapat mempertemukan peneliti di kampus dengan industri. “Saya harap, Kedaireka bisa menjadi penghubung antara kebutuhan industri dengan hasil penelitian di kampus, sehingga hilirisasi bisa terjadi dengan baik. Sayang sekali kalau hasil penelitian di kampus hanya bertumpuk di perpustakaan, padahal sangat potensial untuk memberi kebermanfaatan. Semoga Kedaireka bisa membantu proses hilirisasi hasil-hasil penelitian di kampus,” harap Najib.
Profesor Swinburne University of Technology sekaligus Presiden IARNA, Akbar Ramdhani, mengungkapkan bahwa IARNA merupakan jaringan peneliti dan akademisi di Australia yang memiliki ketertarikan dengan Indonesia. “IARNA ingin menjembatani kolaborasi peneliti di Indonesia dan Australia serta menjembatani hasil-hasil penelitian kampus agar bisa diimplementasikan di dunia industri,” tutur Akbar. Ia berharap, diskusi seperti ini dapat terus bersama-sama membuka peluang kolaborasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas riset bersama.
Ketua Tim Kerja Akselerasi Kampus Merdeka dan Koordinator Kedaireka, Achmad Adhitya, mengungkapkan bahwa pemerintah sangat mendorong pengembangan inovasi sebagai kekuatan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Belanda, contohnya, dia negara yang wilayahnya kecil, tapi mampu menjadi salah satu eksportir pertanian terbesar di dunia,” ujar Adhitya.
Diterangkan Achmad, hal ini dapat terjadi karena kekuatan inovasi yang dikembangkan Belanda. “Mereka sangat serius mengembangkan teknologi dan inovasi pertanian, sehingga bisa menghasilkan produk pertanian dengan kualitas dan kuantitas yang berkali lipat, dan menjadi eksportir terbesar di dunia,” ujar Adhitya.
Adhitya juga menjelaskan bahwa Kebijakan Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo, ditujukan untuk mendukung Kampus Merdeka, dan setelahnya dilanjutkan dengan peluncuran Kedaireka.
“Salah satu tantangan dalam ekosistem inovasi di Indonesia adalah keterbatasan akses. Dari 3.000 kampus yang dijajaki, hanya 5% kampus yang memiliki akses untuk bekerja sama dengan industri secara berkelanjutan. Jadi, artinay ada 95% kampus yang kesulitan untuk mendorong agar hasil penelitiannya termanfaatkan oleh industri” jelas Adhitya.
Saat ini, tambah Adhitya, sudah ada 3.143 perusahaan yang tergabung dalam platform Kedaireka dan secara organik, hampir 40 perusahaan yang bergabung setiap harinya. “Perusahaan terdiri dari perusahaan multinasional, nasional, maupun perusahaan daerah,” ucap Adhitya.
Selain itu, dilanjutkan Adhitya, Kedaireka juga tengah mendorong kolaborasi dengan lembaga internasional melalui diaspora, di antaranya dengan CSIRO, sebuah lembaga penelitian di Australia. “Totalnya, sudah ada 20.548 pengguna terdaftar di platform Kedaireka, 1.050 proposal matching fund dengan total nilai yang diajukan sebesar Rp1,4 triliun, dan kontribusi industri sebesar Rp1,1 triliun,” ungkap Adhitya.
Dosen IPB Penerima Hibah Kedaireka, Meika Syahbana Rusli, menilai, “Selama ini memang kampus dan industri sering tidak ketemu. Kedaireka merupakan salah satu solusi untuk memfasilitasi kolaborasi kampus dan industri,” ucap Meika.
IPB, diakui Meika, pada 2021 menerima hibah sebesar Rp24 miliar dari Kemendikbudristek dan Rp34 miliar dari perusahaan swasta, sehingga totalnya dana hibah yang didapatkan berjumlah hampir Rp60 miliar. “Dana sebesar itu untuk membiayai 34 proposal hilirisasi temuan-temuan yang sudah dimiliki oleh IPB,” tutur Meika.
Dosen UNS Penerima Hibah Kedaireka untuk pembelajaran matematika, Farida Nurhasanah, mengungkapkan pengalamannya. “Kedaireka sangat membantu saya selaku dosen yang berfokus pada metode pembelajaran matematika untuk berkolaborasi dengan perusahaan pembuat permainan pembelajaran,” papar Farida.
Chief Scientific Officer dan Managing Director Liptek Pty Ltd Australia, Ines Irene Atmosukarto, mengatakan bahwa dirinya berusaha menghubungkan temuan sains Australia dan Indonesia. Diceritakan Ines, perusahaannya yang bergerak di bidang vaksin berhubungan dengan peneliti di universitas baik peneliti di Australia National University (ANU) maupun di luar ANU.
“Di Australia sendiri, matching fund seperti Kedaireka cukup banyak tersedia, seperti Commercial Ready dan Biotechnology Innovation Fund yang dananya berasal dari pemerintah Australia. Sebagai pihak industri, saya merasakan matching fund dari pemerintah Australia sangat berguna, karena dapat membantu perusahaan-perusahaan di Australia berinovasi,” ucap Ines.
Selain itu, dijelaskan Ines, ada program researcher in industry, yaitu ketika suatu organisasi memiliki masalah yang spesifik, maka ada hibah khusus dari Pemerintah Australia yang mengizinkan organisasi bekerja sama dengan npeneliti dari perguruan tinggi untuk menjawab masalah tersebut.
“Kerjasama Lipotek sendiri sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan vaksin dengan Indonesia sudah cukup banyak, seperti dengan PT Bio Farma, Eijkman Institute, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Rumah Sakit Hasan Sadikin. Saat ini kami melakukan co-development bersama Bio Farma untuk mengembangkan vaksin tuberkolosis,” tambah Ines.
Adapun tantangan yang ada saat ini, diakui Ines, adalah mengubah cara pandang investor Australia agar tidak melihat Indonesia hanya sebagai pasar, tapi juga sebagai mitra pengembangan inovasi dan teknologi. “Selain itu, Indonesia sendiri juga harus menyadari bahwa dalam setiap riset selalu ada potensi gagal, sehingga jangan dituntut untuk selalu berhasil,” saran Ines.
Dosen senior pada Swinburne Business School Australia, Eryadi K Masli, menyampaikan pengalamannya bekerja dengan para ilmuwan. “Hibah sangat penting untuk mendapatkan dan meningkatkan kepercayaan perusahaan untuk bekerjasama. Menurut saya, ide Kedaireka sangat fantastis, karena akan membantu banyak peneliti memiliki track record sehingga bisa mendapatkan kepercayaan investor dari industri,” jelas Eryadi.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
#KampusMerdeka
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 690/sipres/A6/XI/2021
Hal ini terungkap dalam Strategic Talk “Innovation and Collaboration through Kedaireka” yang diselenggarakan Kantor Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) Canberra bekerja sama dengan Indonesian Academics and Researchers Network Australia (IARNA) secara daring, Jumat (5/11).
Acara diikuti dosen dan peneliti dari Indonesia dan Australia dan bertujuan sebagai jembatan komunikasi sekaligus saling berbagi pengalaman antara peneliti di Indonesia dan Australia mengenai hilirisasi hasil-hasil penelitian.
Koordinator Kedaireka, Achmad Adhitya, dan Direktur Surfactant and Bioenergy Research Center Institut Pertanian Bogor, Meika Syahbana Rusli, dan Dosen Universitas Negeri Solo sekaligus Penerima Hibah Kedaireka, Farida Nurhasanah, hadir sebagai narasumber dari Indonesia. Sementara dari Australia, hadir Ines Irene Atmosukarto selaku Chief Scientific Officer and Managing Director of Lipotek Pty Ltd. dan Eryadi K. Masli selaku dosen senior Swinburne Business School. Strategic Talk dimoderatori Asisten Profesor di University of Canberra, Sitti Patahudin.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Canberra, Mukhamad Najib, menyampaikan bahwa selama ini ada kesenjangan lebar antara penelitian di kampus atau lembaga penelitian dengan kebutuhan industri. “Industri sering kesulitan mengadopsi temuan penelitian di kampus, salah satunya karena penelitian di kampus dianggap belum memenuhi kebutuhan dunia industri,” jelas Najib pada sambutannya secara daring.
Dilanjutkan Atdikbud Najib, saat ini pemerintah melalui Kemendikbudristek mengembangkan Kedaireka sebagai platform yang dapat mempertemukan peneliti di kampus dengan industri. “Saya harap, Kedaireka bisa menjadi penghubung antara kebutuhan industri dengan hasil penelitian di kampus, sehingga hilirisasi bisa terjadi dengan baik. Sayang sekali kalau hasil penelitian di kampus hanya bertumpuk di perpustakaan, padahal sangat potensial untuk memberi kebermanfaatan. Semoga Kedaireka bisa membantu proses hilirisasi hasil-hasil penelitian di kampus,” harap Najib.
Profesor Swinburne University of Technology sekaligus Presiden IARNA, Akbar Ramdhani, mengungkapkan bahwa IARNA merupakan jaringan peneliti dan akademisi di Australia yang memiliki ketertarikan dengan Indonesia. “IARNA ingin menjembatani kolaborasi peneliti di Indonesia dan Australia serta menjembatani hasil-hasil penelitian kampus agar bisa diimplementasikan di dunia industri,” tutur Akbar. Ia berharap, diskusi seperti ini dapat terus bersama-sama membuka peluang kolaborasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas riset bersama.
Ketua Tim Kerja Akselerasi Kampus Merdeka dan Koordinator Kedaireka, Achmad Adhitya, mengungkapkan bahwa pemerintah sangat mendorong pengembangan inovasi sebagai kekuatan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. “Belanda, contohnya, dia negara yang wilayahnya kecil, tapi mampu menjadi salah satu eksportir pertanian terbesar di dunia,” ujar Adhitya.
Diterangkan Achmad, hal ini dapat terjadi karena kekuatan inovasi yang dikembangkan Belanda. “Mereka sangat serius mengembangkan teknologi dan inovasi pertanian, sehingga bisa menghasilkan produk pertanian dengan kualitas dan kuantitas yang berkali lipat, dan menjadi eksportir terbesar di dunia,” ujar Adhitya.
Adhitya juga menjelaskan bahwa Kebijakan Transformasi Dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo, ditujukan untuk mendukung Kampus Merdeka, dan setelahnya dilanjutkan dengan peluncuran Kedaireka.
“Salah satu tantangan dalam ekosistem inovasi di Indonesia adalah keterbatasan akses. Dari 3.000 kampus yang dijajaki, hanya 5% kampus yang memiliki akses untuk bekerja sama dengan industri secara berkelanjutan. Jadi, artinay ada 95% kampus yang kesulitan untuk mendorong agar hasil penelitiannya termanfaatkan oleh industri” jelas Adhitya.
Saat ini, tambah Adhitya, sudah ada 3.143 perusahaan yang tergabung dalam platform Kedaireka dan secara organik, hampir 40 perusahaan yang bergabung setiap harinya. “Perusahaan terdiri dari perusahaan multinasional, nasional, maupun perusahaan daerah,” ucap Adhitya.
Selain itu, dilanjutkan Adhitya, Kedaireka juga tengah mendorong kolaborasi dengan lembaga internasional melalui diaspora, di antaranya dengan CSIRO, sebuah lembaga penelitian di Australia. “Totalnya, sudah ada 20.548 pengguna terdaftar di platform Kedaireka, 1.050 proposal matching fund dengan total nilai yang diajukan sebesar Rp1,4 triliun, dan kontribusi industri sebesar Rp1,1 triliun,” ungkap Adhitya.
Dosen IPB Penerima Hibah Kedaireka, Meika Syahbana Rusli, menilai, “Selama ini memang kampus dan industri sering tidak ketemu. Kedaireka merupakan salah satu solusi untuk memfasilitasi kolaborasi kampus dan industri,” ucap Meika.
IPB, diakui Meika, pada 2021 menerima hibah sebesar Rp24 miliar dari Kemendikbudristek dan Rp34 miliar dari perusahaan swasta, sehingga totalnya dana hibah yang didapatkan berjumlah hampir Rp60 miliar. “Dana sebesar itu untuk membiayai 34 proposal hilirisasi temuan-temuan yang sudah dimiliki oleh IPB,” tutur Meika.
Dosen UNS Penerima Hibah Kedaireka untuk pembelajaran matematika, Farida Nurhasanah, mengungkapkan pengalamannya. “Kedaireka sangat membantu saya selaku dosen yang berfokus pada metode pembelajaran matematika untuk berkolaborasi dengan perusahaan pembuat permainan pembelajaran,” papar Farida.
Chief Scientific Officer dan Managing Director Liptek Pty Ltd Australia, Ines Irene Atmosukarto, mengatakan bahwa dirinya berusaha menghubungkan temuan sains Australia dan Indonesia. Diceritakan Ines, perusahaannya yang bergerak di bidang vaksin berhubungan dengan peneliti di universitas baik peneliti di Australia National University (ANU) maupun di luar ANU.
“Di Australia sendiri, matching fund seperti Kedaireka cukup banyak tersedia, seperti Commercial Ready dan Biotechnology Innovation Fund yang dananya berasal dari pemerintah Australia. Sebagai pihak industri, saya merasakan matching fund dari pemerintah Australia sangat berguna, karena dapat membantu perusahaan-perusahaan di Australia berinovasi,” ucap Ines.
Selain itu, dijelaskan Ines, ada program researcher in industry, yaitu ketika suatu organisasi memiliki masalah yang spesifik, maka ada hibah khusus dari Pemerintah Australia yang mengizinkan organisasi bekerja sama dengan npeneliti dari perguruan tinggi untuk menjawab masalah tersebut.
“Kerjasama Lipotek sendiri sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan vaksin dengan Indonesia sudah cukup banyak, seperti dengan PT Bio Farma, Eijkman Institute, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Rumah Sakit Hasan Sadikin. Saat ini kami melakukan co-development bersama Bio Farma untuk mengembangkan vaksin tuberkolosis,” tambah Ines.
Adapun tantangan yang ada saat ini, diakui Ines, adalah mengubah cara pandang investor Australia agar tidak melihat Indonesia hanya sebagai pasar, tapi juga sebagai mitra pengembangan inovasi dan teknologi. “Selain itu, Indonesia sendiri juga harus menyadari bahwa dalam setiap riset selalu ada potensi gagal, sehingga jangan dituntut untuk selalu berhasil,” saran Ines.
Dosen senior pada Swinburne Business School Australia, Eryadi K Masli, menyampaikan pengalamannya bekerja dengan para ilmuwan. “Hibah sangat penting untuk mendapatkan dan meningkatkan kepercayaan perusahaan untuk bekerjasama. Menurut saya, ide Kedaireka sangat fantastis, karena akan membantu banyak peneliti memiliki track record sehingga bisa mendapatkan kepercayaan investor dari industri,” jelas Eryadi.
Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman: kemdikbud.go.id
Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI
Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri
Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri
Youtube: KEMENDIKBUD RI
Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id
#MerdekaBelajar
#KampusMerdeka
Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor: 690/sipres/A6/XI/2021
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 672 kali
Editor :
Dilihat 672 kali